Sudah beberapa kali saya merasakan suasana Ramadhan di berbagai daerah yang berbeda. Merasakannya bukan hanya sehari dua hari, atau beberapa hari saja.
 Saya merasakannya hingga beberapa tahun berjalan, beberapa kali bulan Ramadhan sehingga bisa menikmati dan meresapi nilai-nilai dan keunikan dari setiap daerah yang berbeda-beda.
Daerah atau kota yang pernah ditinggali cukup lama adalah Palembang di Sumatera Selatan, Ibukota Jakarta, Jayapura Papua, Majene Sulawesi Barat, Makassar Sulawesi Selatan, Pulau Muna Sulawesi Tenggara. Dan entah daerah/kota apa lagi nanti ke depannya. Tergantung takdir Tuhan yang menentukannya.
Ramadhan di Kota Jayapura Papua
Sekitar tiga tahun saya tinggal dan mencari nafkah di Kota Jayapura Papua. Penduduk Jayapura mayoritas beragama Kristen. Namun demikian, juga banyak terdapat penduduk yang beragama Islam, juga agama yang lainnya. Penduduk Jayapura hidup dalam kedamaian khas Bhinneka Tunggal Ika. Warga asli Papua ataupun warga pendatang, semua bersatu dan bekerja sama untuk kemajuan Jayapura dan Papua pada umumnya.
Di dekat tempat tinggal, terdapat perkampungan unik yaitu Kampung Meteo, Angkasa, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura Papua. Secara umum lokasinya disebut Angkasa, karena memang berada di atas bukit yang tinggi dan otomatis cuaca atau udaranya lebih sejuk/dingin. Kabut pun sering datang menyelimuti.
Keunikannya adalah kampung tersebut penduduknya berasal dari pedalaman Papua yaitu Wamena. Secara umum orang-orang asli Papua dikategorikan sebagai orang gunung dan orang pantai. Hal tersebut terkait erat dengan tempat tinggal dan cara mencari penghidupan sesuai karakteristik lingkungannya. Â
Di kampung Meteo penduduknya banyak yang memeluk agama Islam. Meskipun demikian, penduduknya tetap menjalankan tradisi leluhur mereka. Salah satunya adalah mengadakan acara bakar batu untuk merayakan hari istimewa dan sebagai wujud rasa syukur. Dan dalam rangka menyambut bulan yang istimewa yaitu Ramadhan, penduduk menggelar kegiatan bakar batu.
Tentu saja makanan yang disajikan sudah sesuai dengan syariat Islam yaitu makanan halal. Makanan yang disajikan adalah umbi-umbian, sayur-sayuran dan juga daging-dagingan. Dagingnya biasanya adalah daging ayam. Makanan tersebut dimasak dengan cara yang sama yaitu bakar batu. Setelah matang maka dinikmati bersama-sama. Terjadi perpaduan harmoni antara nilai-nilai ajaran Islam dengan nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya Wamena.
Yang beragama lain pun juga ikut menikmati acara bakar batu dan makan bersama. Sangat terasa persatuan dan kekeluargaan yang erat khas Nusantara. Meskipun berbeda-beda agamanya, namun tetap saja mereka menjadi satu keluarga, yaitu orang Wamena, yang juga orang Papua. Warga setempat yang pendatang pun boleh turut serta dan berpartisipasi karena semuanya adalah sama-sama satu keluarga yaitu penduduk Papua, warga negara Indonesia.