Bulan Puasa tahun 2019 ini atau Ramadhan 1440 Hijriah insya allah akan saya rasakan di Pulau Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Tentu saja banyak pertanyaan membuncah, akan seperti apa rasanya? Â Apakah akan jauh berbeda dengan di Ibu Kota tempat saya paling banyak merasakan bulan puasa?
Berbagai rencana mengawang-awang di pikiran saya dalam melewati bulan Puasa di sebuah Pulau yang tenang dan sangat jauh dari kebisingan dan kemacetan seperti Kota Jakarta. Mungkin saya akan jalan-jalan atau duduk-duduk di pinggir pantai menikmati debur ombak sambil menunggu datangnya waktu berbuka. Bisa juga mencoba sholat tarawih di masjid-masjid yang letaknya dekat dengan pinggir laut. Dan segudang kegiatan yang tampaknya akan menantang dan menyenangkan.
Hari ini Minggu tanggal 5 Mei 2019, saya berkeliling Kota Raha untuk melihat-lihat suasana kota dan aktivitas masyarakatnya dalam mempersiapkan tarawih pertama malam nanti dan puasa hari pertama esoknya hari Senin tanggal 6 Mei 2019.
Masjid-masjid bersolek dan mempercantik diri. Tampak kesibukan di berbagai masjid mempersiapkan penyambutan bulan suci Ramadhan. Masjid adalah tempat terpenting tempat berlangsungnya Ibadah Ramadhan. Oleh sebab itu pengurus masjid dan masyarakat sekita kerja bakti membersihkan dan mempercantik masjid agar menjadi tempat yang nyaman dan syahdu untuk beribadah. Rumput-rumput liar di halaman dicabut, cat tembok diperbarui, karpet dan sejadah dibersihkan dan dibuat wangi. Dan lain sebagainya.
Makam atau kuburan menjadi ramai. Banyak masyarakat melaksanakan ziarah kubur orang tua, keluarga atau kerabat yang telah berpulang. Mereka membawa bunga-bunga dan air dalam jerigen. Makam dibersihkan, disiram air dan ditaburi bunga dan selanjutnya berdoa bersama. Suasana terlihat campur baur antara rasa sedih, kesyahduan kenangan dan kegembiraan bisa mengunjungi makam.
Pasar ramainya luar biasa. Pasar tradisional di Kota Raha lebih ramai dari biasanya. Terjadi sedikit kemacetan karena banyaknya kendaraan yang parkir dan lalu lalang. Semua toko dan penjual sibuk melayani kunjungan pelanggan yang membludak. Yang paling ramai adalah tempat-tempat yang menjual ayam. Ada yang membeli ayam hidup. Ada yang membeli ayam hidup lalu langsung dipotong dan dicabuti bulu-bulunya sehingga pelanggan tinggal terima bersih. Ada juga yang membeli ayam yang sudah dipotong-potong teronggok di atas meja.
Primadona di pasar selain ayam adalah Pisang Kepok. Semua orang di pasar membeli Pisang Kepok. Hal ini tidaklah aneh, karena masyarakat Pulau Muna seperti masyarakat Sulawesi pada umumnya, menyukai makanan khas saat berbuka puasa yaitu Pisang Ijo. Masyarakat akan membuat Pisang Ijo sendiri untuk merayakan hari Istimewa seperti hari-hari di bulan Puasa.
Toko-toko Swalayan ramai pengunjung. Selain pasar, toko-toko swalayan juga ramai pengunjung lebih dari biasanya. Tentu saja karena banyak yang membeli barang-barang untuk kebutuhan bulan Puasa. Sirup jelas menjadi barang yang paling laris dibeli masyarakat. Sirup dan bulan Puasa seolah dua hal yang tidak mungkin bisa dipisahkan.
Demikianlah sekadar cerita menyambut bulan Puasa dari Pulau Muna. Sepertinya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Namun tetap saja ada ciri khasnya atau detil-detil tersendiri yang menjadikannya unik dan menarik. Ini adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah yang begitu luas memiliki banyak kesamaan dalam kebiasaan dan kehidupan sehari-hari. Jelas banyak juga perbedaannya, namun hal tersebut tidak menjadikan kita bermusuhan apalagi saling bertikai. Justru perbedaan tersebut menjadikan masyarakat Indonesia menjadi dewasa, hidup dalam toleransi, kerjasama dan penuh kedamaian. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H