Mereka mengatakan bahwa TNI juga melakukan real count Pilpres 2019 dan pemenangnya sudah diketahui lebih dahulu dari pada penghitungan oleh KPU. Dan tentu saja pemenangnya adalah pihak yang didukungnya. Informasi hoaks ini kemudian ditambahkan informasi pendukung yang tampak meyakinkan yang menyatakan hal tersebut adalah penyebab Babinsa tidak boleh ikut mengamankan TPS.Â
Saya hampir tak bisa menahan tawa saat mendengan informasi tersebut diperbincangkan dengan begitu yakin dan percaya diri. Apa kepentingan TNI hingga melakukan real count Pilpres 2019? Yang jelas tak mungkin TNI melakukan Real Count Pilpres 2019.
Keberadaan TNI terkait Pemilu 2019 adalah murni untuk pengamanan bersama-sama dengan POLRI. Lagipula, hanya Real Count KPU yang legal dan berkekuatan hukum.
Penghitungannya pun dilakukan secara manual dan diawasi oleh berbagai komponen masyarakat. Jika pun ada kecurangan, maka hal tersebut dapat dengan mudah diketahui sehingga bisa diambil tindakan yang sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan.
Hoaks 3: Negara tergadai oleh Utang China sehingga ikut campur memenangkan pihak tertentu
Informasi ini sudah lama dihembuskan secara masif jauh sebelum Pemilu 2019. Dan sangat wajar jika banyak masyarakat yang pikirannya terpengaruh.
Informasi hoaks ini tetap tersebar hingga setelah Pemilu 2019 dengan ditambahi berbagai macam bumbu informasi (yang juga hoaks) agar semakin meyakinkan. Dan dari perbincangan tersebut, dikatakan bahwa China sangat berkepentingan dengan Pilpres 2019 agar utang, aset dan kepentinganya di Indonesia tetap aman.
Karenanya China tidak tinggal diam dan berusaha membantu salah satu kubu (dengan berbuat curang, merubah data dan sebagainya) agar memenangkan Pilpres 2019.Â
Padahal berbagai pihak yang berwenang dan kompeten telah memberikan berbagai rupa penjelasan terkait utang pemerintah. Data-data utang pun sangat transparan dipublikasikan dan bisa diakses secara luas oleh berbagai kalangan. Hanya saja dalam membaca data tersebut memang diperlukan pengetahuan yang memadai agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Ironisnya, cukup banyak orang-orang yang berpendidikan tinggi khususnya dari latar belakang ilmu ekonomi dan keuangan yang percaya informasi hoaks tersebut dan ikut menyebarkannya sehingga masyarakat awam makin banyak yang percaya.
*