SJW saat ini lebih banyak dikonotasikan sebagai hal yang negatif. Padahal di awal kemunculan istilah tersebut di luar negeri sana (Amerika Serikat), SJW dianggap sebagai hal yang baik atau positif. Hal ini dikarenakan banyak pihak yang merasa melakukan tindakan sebagai SJW namun secara berlebihan, tidak berdasarkan standard yang berlaku umum, membolak-balikkan fakta/logika hingga semaunya sendiri. Semua pihak pokoknya salah, kecuali dirinya atau kelompoknya sendiri, tak peduli jika bertentangan dengan logika, etika, ilmu pengetahuan.
Menurut Washington Post, istilah SJW digunakan pertama kali tahun 1991 untuk mengapresiasi Michel Chartrand yang merupakan aktivis asal Kanada yang melakukan berbagai aksi untuk menentang ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Di tahun 1998, surat kabar Amerika Serikat "The Register Guard" dalam beritanya "No quick fix for homeless" mendeskripsikan anggota dari Homeless Action Coalition (Koalisi Aksi untuk Tunawisma) sebagai Social Justice Warrior. (Sumber: How the Term 'Social Justice Warrior' Became an Insult)
Demikianlah pada awalnya SJW adalah istilah pujian bagi para aktivis yang berjuang bagi keadilan untuk pihak yang terpinggirkan, kurang beruntung hingga mengalami diskriminasi dan semacamnya.
Sayangnya kini SJW lebih banyak diberikan untuk mereka yang merasa aktivis yang merasa benar sendiri dan bertindak berlebihan bahkan di luar batas tanpa mempedulikan akal sehat, etika dan standar. Asal tidak suka atau tidak sependapat maka akan dihakimi dengan argumentasi yang ngasal, asbun, sok tahu dan bila perlu sampai mencaci maki.
Meme berikut ini relatif bisa menjelaskan sikap SJW yang banyak terjadi saat ini, khusus di media sosial. Jadi, saat ini SJW lebih banyak dikonotasikan pada orang atau pihak yang hobi mempermasalahkan sesuatu atau banyak hal yang seharusnya bukan masalah.
Mungkin salah satu contoh SJW yang relatif cocok adalah orang-orang yang terus mempermasalahkan dan meributkan utang Pemerintah Indonesia dengan alasan membela rakyat yang dirugikan dan mengalami ketidakadilan oleh Pemerintah karena dibebani utang pemerintah. Padahal secara standard ilmu ekonomi dan standard Undang-undang, utang pemerintah Indonesia masih dalam tahap yang wajar dan aman.
Utang Pemerintah Indonesia saat ini bukanlah masalah. Uniknya, para SJW ini ngotot dengan pendapatnya bahwa Utang Pemerintah berbahaya, menyebabkan negara bangkrut dan diambang krisis namun tidak menunjukkan apa indikatornya yang sesuai standard dan ilmu ekonomi yang berlaku universal. Bahkan ada yang tidak kompeten hingga orang awam yang tetap ngeyel menyebarkan informasi bahwa Utang Pemerintah saat ini sedang gawat. :)
Mempublikasikan orang atau pihak yang melakukan pelanggaran bukanlah kategori SJW. Tapi merupakan bagian dari kontrol sosial dari masyarakat. Sebelum media sosial ada atau booming seperti sekarang, melakukan publikasi pelanggaran secara umum sudah biasa dilakukan di masyarakat Indonesia.
Publikasi yang Melanggar adalah Kontrol Sosial
1. Di sekolah tertentu seringkali ada pengumuman siapa saja murid yang belum melunasi pembayaran yang telah ditentukan peraturan sekolah. Publikasi bisa dengan menempelkan kertas pengumuman bahkan diumumkan melalui pengeras suara.