Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Radikal yang Sadar Setelah Merasakan Menjadi Minoritas

6 April 2019   10:01 Diperbarui: 6 April 2019   11:17 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pernah termasuk kategori orang yang dikatakan radikal, intoleran, membenci yang berbeda, hingga mendukung "tindakan keras" pada pihak lain yang dianggap musuh. Hal tersebut karena pengaruh beberapa doktrin yang dicekoki saat usia SMA. Saat kuliah, level keradikalan saya makin meningkat bahkan mencapai puncaknya.

Serangkaian doktrin dan cuci otak begitu mempesona lalu mempengaruhi pemikiran dan hati pemuda yang wawasannya sempit dan pengalamannya minim ini. Saya jadi membenci banyak pihak yang diidentifikasi sebagai musuh atau setidaknya berpotensi membahayakan ideologi kelompok yang saya ikuti. Termasuk diantaranya yang berbeda pilihan politik dan yang beragama lain khususnya Yahudi dan Kristen.

Padahal saat itu saya dan beberapa kenalan yang sehaluan memiliki teman yang berbeda pilihan politik dan berbeda agama. Dalam kehidupan sehari- hari memang tidak ditampakkan, namun pikiran saya selalu waspada. 

Apabila ada kejadian yang bisa diidentifikasikan sebagai yang menyulitkan ideologi, maka hal itu makin menguatkan pemahaman akan berbahayanya mereka yang berbeda. 

Misalnya saat rapat di kantor yang terus berlangsung saat adzan berkumandang. Bila rapat tidak dihentikan untuk mempersilahkan sholat, maka pemimpin rapat diidentifikasikan sebagai musuh, terlebih lagi jika agamanya berbeda. Walaupun rapat berakhir sekitar 10-30 menit kemudian setelah adzan.

Takdir akhirnya menetapkan saya harus tinggal beberapa tahun di daerah yang mayoritas Kristen. Tentu saja saya menjadi minoritas. Rasa was-was, khawatir hingga ketakutan pun melanda. 

Awalnya saya merasa setiap orang yang melihat saya sebagai kebencian atau setidaknya kewaspadaan karena agama saya yang berbeda. Saya berpikir bahwa mereka pasti bisa mengetahui bahwa saya beragama Islam, sehingga harus menjaga jarak atau diwaspadai.  

Seiring berjalannya waktu, saya merasakan banyak fakta dan kenyataan yang jauh berbeda bahkan berlawanan dengan doktrin yang selama ini saya terima, percaya penuh dan pegang teguh setiap hari. Orang-orang Kristen persis sama dengan orang-orang Islam. 

Banyak yang baik bahkan sangat baik seperti malaikat, mereka ramah, tak segan membantu juga tak mau mengganggu orang lain. Banyak yang tak mau ikut bergosip, tak suka korupsi, jujur, disiplin, rapi, sopan, dan aneka kebaikan lain pada umumnya. Pasti juga ada orang Kristen yang kurang baik sebagaimana ada orang Islam yang kurang baik.

Perlahan namun pasti, doktrin yang selama ini menyelimuti hati dan pikiran saya menjadi luntur, menghilang. Saya tidak lagi percaya dengan doktrin yang dulu kerap dibenamkan dalam banyak kegiatan di komunitas yang diikuti, bahwa tidak akan ridho kaum Yahudi dan Nasrani pada umat Islam. 

Akhirnya saya mengetahui dari banyak ahli tafsir (yang latar belakang keilmuan agamanya jelas dan tak diragukan lagi, menguasai berbagai ilmu sebagai persyaratan untuk menafsirkan kitab suci), bahwa dalil tersebut memiliki konteks khusus yang tidak bisa seenaknya dipakai dalam kondisi Indonesia yang aman, damai dan harmoni sejak dulu kala meskipun banyak perbedaan agama dan kepercayaan.

Maka dari itu saya tidak lagi percaya pada kalangan yang kerap menggunakan dalil tersebut untuk mendoktrin agar membuat jarak hingga mencurigai umat agama lain di Indonesia. Demi Allah saya bersaksi, sebagai muslim yg pernah bertahun-tahun tinggal di daerah mayoritas Kristen, Saya merasakan orang-orang Kristen sama baiknya dengan orang-orang muslim. 

Keimanan saya, tidak terganggu ataupun diganggu oleh mereka baik dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan kerja, dan kehidupan pada umumnya. Keimanan saya bergantung pada diri sendiri, tidak bergantung pada pihak lain.

Tidak ada yang harus diwaspadai apalagi ditakuti dari yang agamanya berbeda. Keberadaannya bahkan interaksi dengan mereka setiap hari, secara dekat tidak akan melunturkan iman di hati & pikiran. Mereka juga sama seperti saya dan kita semua, yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala perbedaannya. 

Jika Tuhan mau, maka mudah saja menjadikan seluruh manusia di dunia ini memiliki agama yang sama. Tapi tidak demikian takdir yang terjadi sejak jaman dulu hingga saat ini, bahkan hingga di masa depan.

Dulu di kompleks kantor saya di daerah mayoritas Kristen, ada Masjid Besar yang bebas mengumandangkan adzan dengan speaker luar. Yang sholat pun tidak hanya pegawai kantor, tapi juga orang lain di sekitar kantor atau yg sekadar lewat. 

Umat Islam bebas menjalankan agamanya, tidak ada pelarangan. Bahkan teman-teman kristen di kantor sering mengingatkan saya untuk sholat tepat waktu, agar segera ke Masjid begitu adzan berkumandang.

Uniknya di kompleks kantor  tidak ada Gerejanya walaupun mayoritas penduduk dan pegawai adalah Kristen. Mereka pun tidak merasa dianaktirikan  saat akan ibadah hanya menggunakan aula kantor saja. Padahal secara logika, wajar saja di daerah mayoritas Kristen, jika ada Gereja di kompleks kantor.

Tolonglah jangan ada lagi tindakan bodoh, intoleran, diskriminasi rasis sara pada minoritas khususnya yang terkait agama. Indonesia adalah  negara Pancasila. Semua agama dan kepercayaan memiliki kedudukan yang setara. Tidak bolah ada diskriminasi apapun, tidak boleh ada lagi pembatasan  mayoritas terhadap minoritas.

Jika muslim di Indonesia bersedih dan tidak suka ada muslim di tempat/negara lain menjadi korban diskriminasi-intoleransi, maka muslim di Indonesia harus menunjukkan teladan sebagai anti diskriminasi-intoleran pada agama lain.

Jika Kristen di Indonesia bersedih dan tidak suka ada Kristen di tempat/negara lain menjadi korban diskriminasi-intoleransi, maka Kristen di Indonesia harus menunjukkan teladan sebagai anti diskriminasi-intoleran pada agama lain.

Demikian seterusnya untuk agama dan kepercayaan lainnya yang ada di Indonesia.

Mari jaga Indonesia yang berdasarkan Pancasila dalam harmoni Bhinneka Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun