Saya pernah termasuk kategori orang yang dikatakan radikal, intoleran, membenci yang berbeda, hingga mendukung "tindakan keras" pada pihak lain yang dianggap musuh. Hal tersebut karena pengaruh beberapa doktrin yang dicekoki saat usia SMA. Saat kuliah, level keradikalan saya makin meningkat bahkan mencapai puncaknya.
Serangkaian doktrin dan cuci otak begitu mempesona lalu mempengaruhi pemikiran dan hati pemuda yang wawasannya sempit dan pengalamannya minim ini. Saya jadi membenci banyak pihak yang diidentifikasi sebagai musuh atau setidaknya berpotensi membahayakan ideologi kelompok yang saya ikuti. Termasuk diantaranya yang berbeda pilihan politik dan yang beragama lain khususnya Yahudi dan Kristen.
Padahal saat itu saya dan beberapa kenalan yang sehaluan memiliki teman yang berbeda pilihan politik dan berbeda agama. Dalam kehidupan sehari- hari memang tidak ditampakkan, namun pikiran saya selalu waspada.Â
Apabila ada kejadian yang bisa diidentifikasikan sebagai yang menyulitkan ideologi, maka hal itu makin menguatkan pemahaman akan berbahayanya mereka yang berbeda.Â
Misalnya saat rapat di kantor yang terus berlangsung saat adzan berkumandang. Bila rapat tidak dihentikan untuk mempersilahkan sholat, maka pemimpin rapat diidentifikasikan sebagai musuh, terlebih lagi jika agamanya berbeda. Walaupun rapat berakhir sekitar 10-30 menit kemudian setelah adzan.
Takdir akhirnya menetapkan saya harus tinggal beberapa tahun di daerah yang mayoritas Kristen. Tentu saja saya menjadi minoritas. Rasa was-was, khawatir hingga ketakutan pun melanda.Â
Awalnya saya merasa setiap orang yang melihat saya sebagai kebencian atau setidaknya kewaspadaan karena agama saya yang berbeda. Saya berpikir bahwa mereka pasti bisa mengetahui bahwa saya beragama Islam, sehingga harus menjaga jarak atau diwaspadai. Â
Seiring berjalannya waktu, saya merasakan banyak fakta dan kenyataan yang jauh berbeda bahkan berlawanan dengan doktrin yang selama ini saya terima, percaya penuh dan pegang teguh setiap hari. Orang-orang Kristen persis sama dengan orang-orang Islam.Â
Banyak yang baik bahkan sangat baik seperti malaikat, mereka ramah, tak segan membantu juga tak mau mengganggu orang lain. Banyak yang tak mau ikut bergosip, tak suka korupsi, jujur, disiplin, rapi, sopan, dan aneka kebaikan lain pada umumnya. Pasti juga ada orang Kristen yang kurang baik sebagaimana ada orang Islam yang kurang baik.
Perlahan namun pasti, doktrin yang selama ini menyelimuti hati dan pikiran saya menjadi luntur, menghilang. Saya tidak lagi percaya dengan doktrin yang dulu kerap dibenamkan dalam banyak kegiatan di komunitas yang diikuti, bahwa tidak akan ridho kaum Yahudi dan Nasrani pada umat Islam.Â