Ilustrasi Buka Puasa bersama.
“Hari ini jangan pulang dulu. Nanti ada buka puasa bersama yang dihadiri Bos!” Seorang teman memberitahukan padaku sambil memberikan selembar kertas berisi pengumuman buka puasa bersama di kantor. Ini adalah kegiatan buka puasa yang kesekian kalinya di kantorku. Aku menerimanya tanpa berkata apapun. Yang jelas, aku tidak akan mengikuti acara tersebut. Seperti yang sudah-sudah.
Bukannya sombong ataupun tidak mau bergaul. Ada pertimbangan matang yang membuatku tidak mau mengikuti buka puasa bersama di kantor. Biarlah jika ada yang menganggapku sombong atau sok. Mereka tidak tahu dasar pertimbanganku. Walaupun tahu, belum tentu mereka paham atau mengerti.
Sudah lama bekerja sebagai pegawai negeri membuatku cukup tahu banyak, bahwa banyak acara dan kegiatan di kantor yang dibiayai dengan uang rakyat namun sebenarnya tidak perlu. Acara buka puasa bersama salah satunya. Makanan, minuman dan juga honor penceramahnya menggunakan uang negara, uang rakyat. Aku kuatir hal tersebut membuat puasaku tidak bernilai, tapi malahan mendapatkan dosa.
Para pegawai negeri telah mendapatkan penghasilan yang relatif layak untuk kehidupan sehari-hari. Jika mau dapat juga menyisihkannya barang beberapa untuk ditabung. Sepantasnyalah tidak lagi menggunakan uang rakyat untuk membiayai kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan negara dan rakyat.
Puasa itu hanya memindahkan waktu makan ke saat yang ditentukan yaitu sejak magrib hingga subuh. Saya tetap bisa dan mampu membeli makanan-minuman sendiri untuk keperluan tersebut. Tidak jauh beda saat di luar bulan puasa, makan pagi di warung nasi uduk dan makan siang di warung padang. Semuanya bayar sendiri atau gratis bisa ditraktir teman. Tidak mengambil dari kas negara.
Kami hanya merasakan lapar dan haus selama bulan puasa, sedangkan banyak rakyat di luar sana merintih kelaparan dan kehausan meskipun bukan bulan puasa. Tak mampu rasanya kutelan makanan yang sejatinya adalah uang mereka. Harusnya makanan itu bisa untuk menghilangkan rasa lapar mereka.
Suara sirine membuyarkan lamunanku. Sudah waktunya pulang kantor. Aku bergegas membereskan berkas-berkas di meja kerja dan mematikan komputer.
Tak sabar untuk segera sampai ke rumah. Istri dan anak-anak selalu menantikanku berbuka puasa bersama. Terbayang kami duduk bersila di atas tikar mengeliling hidangan yang disiapkan istriku dengan penuh cinta. Ah, berbuka puasa bersama mereka adalah kenikmatan tak terkira yang sebisa mungkin tak akan kulewatkan. Meski hanya makanan minuman sederhana, namun penuh kegembiraan, kehangatan dan kasih sayang.
Bismillah tawakkaltu alallah. Kustarter motorku dan melaju dengan hati-hati menyusuri jalan demi jalan menuju rumahku, yang juga adalah surgaku di dunia.