Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak TK Ngambek dan Ngotot Minta Ikut Les

1 Februari 2014   09:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore setelah pulang kantor, sebagaimana biasa, istri saya menceritakan tentang aktivitas kesehariannya termasuk tingkah dan polah ketiga anak kami. Semuanya tentu saja menarik bagi saya. Setelah seharian bekerja dan tidak bertemu dengan istri dan anak-anak, hal ini adalah momen yang saya tunggu-tunggu, sekaligus sebagai ajang pelepas lelah dan penat. Selalu saja ada cerita yang membuat tawa riang dan memancing perbincangan antara saya, istri dan anak-anak.

Salah satu cerita lucu sekaligus membuat miris, yaitu saat anak kedua saya, Aqilah yang berumur 5 tahun ngambek tidak mau pulang ke rumah setelah jam belajar sekolah TK (Taman Kanak-kanak) usai. Ia menangis sejak pulang sekolah hingga tiba di rumah. Pasalnya, Aqilah ngotot ingin terus tinggal di sekolah dan belajar bersama teman-temannya yang ikut les setelah jam pelajaran normal. Di TK Aqilah memang diadakan les selama satu jam setiap hari dari pukul 11-12 siang. Guru-guru memberikan les materi calistung (baca, tulis dan berhitung) dalam rangka persiapan anak-anak TK tersebut masuk ke tingkat Sekolah Dasar (SD) pada pertengahan tahun 2014 nanti. Peserta les dikenakan biaya tambahan setiap bulannya.

[caption id="attachment_319574" align="aligncenter" width="288" caption="Aqilah, 5 tahun. Sempat ngambek dan ngotot ingin ikut les di sekolahnya."][/caption]

Sebelumnya, istri memang telah menanyakan pada saya apakah Aqilah sebaiknya ikut les atau tidak. “Apa? Anak TK juga ada les-nya?” saya terkejut. Dari beberapa media dan obrolan teman-teman di kantor saya sudah tahu bahwa banyak sekolah TK yang memberikan pelajaran tambahan/les bagi murid-murid dalam rangka persiapan masuk SD agar bisa lulus tes dan diterima di sekolah dasar, khususnya yang favorit dan bergengsi. Namun saya tidak menyangka TK tempat anak saya bersekolah juga melakukan hal yang sama.

Tentu saja saya tidak menyetujuinya. Saya tidak mau, Aqilah yang baru berusia 5 tahun tersebut terlalu dibebani banyak pelajaran dan target tertentu. Niat saya dan istri memasukkan anak-anak ke sekolah TK bukan berdasarkan target tertentu, namun agar sang anak bisa bersosialisasi dengan orang lain di luar lingkungan rumah. Bersosialisasi dengan teman-teman sebaya, dengan orang dewasa lain seperti guru-guru dan orangtua murid yang menunggu anak-anaknya. Untuk belajar calistung, hal ini kami (terutama istri) mengajarinya sendiri di rumah, sambil bermain dan bernyanyi sehingga anak-anak melakukannya dengan gembira dan tidak merasakannya sebagai beban. Istri saya sudah mengajarkan anak-anak calistung secara bertahap sejak dini sehingga sebelum usia lima tahun anak-anak kami sudah bisa calistung dengan lancar.

Waktu sekolah di TK Aqilah adalah jam 08 s.d. 11 (tiga jam) setiap hari. Bagi saya dan istri hal ini sudah lebih dari cukup, apalagi pengalaman di TK anak pertama hanya dua jam setiap harinya. Kami khawatir anak akan kelelahan dan menjadi terbebani apabila harus ditambah lagi dengan les selama satu jam, yang berarti total di sekolah adalah 4 (empat) jam setiap hari! Apalagi setelah mengamati cara belajar-mengajar di sekolah tersebut, banyak yang menurut kami tidak sesuai dengan perkembangan pendidikan anak yang seharusnya. Adanya jam belajar yang terlalu banyak di sekolah TK hingga tambahan les dan semacamnya, membuat saya dan istri miris. Namun sayangnya guru-guru sangat menganjurkan dan orang tua pun sangat antusias menyambutnya tanpa memikirkan konsekuensinya pada anak-anak usia 5 tahun.

[caption id="attachment_319575" align="aligncenter" width="292" caption="Belajar sejak dini, bisa dilakukan namun tetap dalam bingkai permainan dan senang-senang. Jangan dipaksa!"]

13912232601262244217
13912232601262244217
[/caption]

Meskipun anak saya sangat ingin ikut les di sekolahnya, saya dan istri menilainya sebagai keinginan anak untuk berlama-lama bermain dengan teman-temannya. Disisi lain, hal ini juga sebagai tanda tingginya semangat belajar anak yang menjadi tantangan bagi kami sebagai orang tua untuk menyalurkannya dengan cara yang terbaik dan tidak membuatnya menjadi terbebani dan kelelahan. Bagaimanapun juga, usia 5 tahun adalah waktunya anak-anak untuk menikmati dunianya dengan lebih banyak bermain, bernyanyi dan bergembira. Walaupun akan diberikan pelajaran seperti calistung, maka harus dilakukan dengan cara yang kreativ dan pendekatan yang unik sesuai dengan karakter anak, sehingga tidak menjadi terbebani atau bahkan membuat anak menjadi stress.

Untuk anak saya Aqilah yang sempat ngambek karena bersikeras ingin ikut les, saya dan istri mengajak bicara dan menjelaskan mengapa ia tidak perlu ikut les. Dengan bujukan-bujukan dan rayuan maut, akhirnya anak kami mau mengerti. Terlebih setelah saya berjanji akan lebih sering menjadi kuda untuk dinaikinya setiap hari. Sejurus kemudian, raut ngambek di wajahnya langsung berganti menjadi tawa ceria saat sudah berada diatas punggung saya dan memerintahkan berjalan ke arah yang diinginkannya, menganggap saya layaknya sebagai kuda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun