Gonjang-ganjing kasus suap yang ditangkap tangan oleh KPK yang terjadi di Mahkamah Konstitusi membuat perhatian publik tertuju pada Pemerintah Daerah Provinsi Banten. Segala sisi tentang Provinsi Banten dikupas oleh banyak media dan kalangan publik, baik dari dalam maupun luar daerah Banten. Ada yang mengupas apa yang oleh media/publik disebut sebagai dinasti di Banten, belum adanya kemajuan berarti, tingkat kemiskinan di Banten yang masih tinggi, harta kekayaan para kepala daerah di Banten, penggunaan APBD Banten, dan lain sebagainya. Publik mendadak ingin mengetahui segala sesuatu mengenai seluk-belum Provinsi Banten yang merupakan pemekaran dari Provinsi Jawa Barat.
Keingintahuan pun menerpa penulis khususnya yang terkait dengan seluk beluk pengelolaan keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Banten. Penulis segera mencari data mengenai APBD tahun 2013 Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan berhasil mendapatkannya dengan mengunduh di website www.djpk.depkeu.go.id tepatnya pada laman http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/data-keuangan-daerah/setelah-ta-2006.
Setelah mengklasifikasi data-data yang diperlukan dan menuangkannya dalam tabel dan grafik agar lebih mudah dipahami, akhirnya penulis mencoba menuangkannya dalam tulisan ini.
APBD 2013 Provinsi Banten
Secara umum, APBD 2013 direncanakan (Pagu) terdiri dari pendapatan Rp5,71 triliun dan Belanja Rp6,05 triliun, kekurangan pendapatan untuk keperluan belanja ditutupi oleh pembiayaan yang biasanya merupakan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya. Pendapatan daerah merupakan kombinasi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), penerimaan dana transfer dari pemerintah pusat dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Sampai dengan semester I (Januari-Juni) tahun 2013, realisasi Pendapatan dan Belanja sebagaimana grafik. Dapat dilihat bahwa pendapatan yang berhasil dikumpulkan telah mencapai Rp3,03 triliun atau 53,13%, hal ini sangat positif karena berhasil melampaui setengah dari target pendapatan di pertengahan tahun. Hal yang sebaliknya terjadi pada realisasi belanja daerah yang baru mencapai Rp1,28 triliun atau 21,19% dari yang direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa uang yang telah tersedia belum digunakan secara optimal untuk melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah baik kegiatan rutin maupun kegiatan yang bersifat pembangunan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2013 Provinsi Banten
Pendapatan yang telah mencapai Rp3,03 triliun atau 53,13% dari yang direncanakan, sebagian besarnya berasal dari realisasi PAD Rp1,98 triliun atau 65,34%. Porsi penerimaan yang besar dari PAD adalah konsekuensi logis dari Provinsi Banten yang memiliki banyak potensi penerimaan karena merupakan wilayah industri, properti, dan terdapat pelabuhan serta bandara udara terbesar di Indonesia. Semua komponen PAD tahun 2013 sampai dengan semester I telah mencapai hasil yang memuaskan. Dalam tabel, realisasi PAD telah melampau lebih dari separuhnya. Penerimaan terbesar berasal dari pajak daerah yaitu Rp1,89 triliun yang mencapai 54,71% dari target tahun 2013 sebesar Rp3,46 triliun, bahkan penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan telah melampaui target yang direncanakan (104,52%).
Alokasi Belanja APBD Provinsi Banten
Dari Rp6,05 triliun rencana belanja (pagu) dalam APBD Pemprov Banten, penulis hanya mengamati lima jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja modal sebagaimana tabel dibawah. Lima jenis belanja tersebut mencakup Rp4,74 triliun atau 78,35% dari belanja APBD tahun 2013. Urutan terbesar belanja adalah belanja modal (26,45%), belanja hibah (23,22%), belanja barang (17,45%), belanja pegawai (10,09%) dan belanja bantuan sosial (1,16%).
Porsi belanja modal merupakan yang terbesar dari semua jenis belanja, yaitu mencapai 26,45% atau Rp1,6 triliun. Hal ini cukup baik, namun perlu dikaji lagi lebih mendalam apakah komponen-komponen dalam belanja modal tersebut lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang menunjang perekonomian secara langsung seperti jalan, irigasi, jaringan, jembatan dan sebagainya ataukah lebih banyak dialokasikan pada non infrastruktur seperti pembangunan gedung pemerintah, rumah dinas dan lain-lain non infrastruktur. Yang menarik adalah porsi belanja hibah yang sangat besar mencapai 23,22 persen atau Rp1,4 triliun. Poin penting dalam penyaluran belanja hibah ini adalah, apakah diserahkan pada masyarakat dalam bentuk uang ataukah dalam bentuk pengerjaan infrastruktur yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Uang yang sangat besar tersebut tentu akan sangat lebih bermanfaat bila dialokasikan untuk membangun infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian rakyat dan dunia usaha di Provinsi Banten.
Realisasi Belanja APBD Provinsi Banten
Tabel berikut menunjukkan realisasi belanja Pemprov Banten untuk lima jenis belanja s.d. semester I 2013. Total realisasi baru mencapai Rp1,22 triliun atau 25,74% dari pagu Rp4,74 triliun. Tampak bahwa realisasi terbesar adalah belanja hibah yang mencapai Rp629 miliar atau 44,78%. Belanja barang baru digunakan sebanyak 20,23%, yang paling sedikit digunakan adalah belanja bantuan sosial 7,37% dan belanja modal 8,20%. Realisasi belanja yang belum mencapai 10% hingga pertengahan tahun menunjukkan adanya permasalahan dalam menggunakan anggaran yang tersedia khususnya untuk belanja modal. Lazimnya untuk belanja modal yang biasanya berupa pekerjaan fisik, biasanya saat pertengahan tahun setidaknya telah terjadi penggunaan anggaran diatas 15% yang berasal dari biaya pengadaan dan uang muka yang dibayarkan pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan.
Kesimpulan
Penulis yang hanya mengamati data yang tersedia menyimpulkan sebagai berikut:
- Kinerja penerimaan daerah Pemprov Banten tergolong baik karena sampai dengan pertengahan tahun telah berhasil merealisasikan penerimaan asli daerah (PAD) yang melebihi 50% dari target satu tahun anggaran. Hal ini sangat wajar mengingat Provinsi Banten memiliki banyak sumber penerimaan daerah.
- Alokasi anggaran pengeluaran untuk belanja modal adalah yang tertinggi mencapai Rp1,6 triliun. Hal ini sangat baik, namun dengan syarat bila komponen belanja modal tersebut diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian rakyat seperti jalan, jembatan, irigasi, dan infrastruktur lainnya.
- Alokasi anggaran untuk belanja hibah sebesar Rp1,4 triliun terlalu besar bahkan hanya kurang Rp200 miliar dari belanja modal. Belanja hibah lebih besar dari belanja barang yang hanya sebesar Rp1,05 triliun. Akan lebih baik lagi bila anggaran belanja hibah direalokasi untuk memperbesar belanja modal dalam rangka pembangunan infrastruktur yang sangat diperlukan masyarakat dan dapat menunjang perekonomian.
- Kinerja realisasi anggaran khususnya untuk lima jenis belanja tergolong belum optimal karena sampai dengan pertengahan tahun 2013 baru terpakai 25,74% dari Rp4,74 triliun dana yang dialokasikan. Realisasi terbesar dicapai belanja pegawai (39,56%) dan belanja hibah (44,78%).
Disclaimer:
- Data yang digunakan adalah data APBD yang dilaporkan pemerintah daerah kepada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan dipublikasikan di website www.djpk.depkeu.go.id. Data APBD 2013 adalah data update per 15 Juli 2013 dan data realisasi APBD semester I tahun 2013 adalah data update per 16 September 2013.
- Apabila ada data dan perhitungan yang salah atau keliru, penulis dengan senang hati akan menerima masukan dari berbagai pihak dan tidak keberatan untuk mengubah data-data jika memang ada yang salah/keliru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H