Beberapa waktu lalu ketika sedang bertugas beberapa hari di Kota Palopo Sulawesi Selatan, rekan kerja mengajak melihat-lihat pemandangan kota Palopo di waktu senggang. Dalam perjalanan tersebut ternyata rekan kerja sekalian mengajak saudaranya untuk bertemu di sebuah rumah makan saat makan siang untuk silaturahmi.
Saat makan siang kami menuju rumah makan, ternyata sudah menunggu saudara dari rekan kerja saya, sepasang suami-istri berusia sekitar 50 tahunan dan membawa seorang anak lelaki. Sebut saja mereka Bapak-Ibu Kadir dan anaknya Toni. Sebelumnya saya menganggap mereka seperti keluarga biasa saja. Namun makin lama berbincang akhirnya saya sadari ada yang istimewa dengan keluarga tersebut. Toni ternyata adalah anak dengan down syndrome, walaupun umurnya sudah tiga puluh tahun namun tingkah lakunya seolah-olah masih anak-anak usia lima tahun.
Bapak dan Ibu Kadir menceritakan bahwa Toni adalah anak keempat dari lima bersaudara, hanya Toni yang memiliki keistimewaan. Kakak dan adik Toni semuanya sudah menikah dan memiliki anak. Mereka sudah mandiri tinggal di rumah masing-masing. Kini tinggal Bapak-Ibu Kadir dan Toni bertiga ditemani seorang pembantu rumah tangga.
Dalam pengamatan saya Toni tampak asyik sendiri dengan dunianya namun tidak lupa berinteraksi dengan Ayah-Ibunya. Saya dan rekan kerja yang berseberangan meja dengan Toni seolah dianggap tidak ada. Saya diam-diam memperhatikan, Toni makan sangat lahap, ia tampak mengenali sajian yang dihidangkan, Toni memilih apa yang ia sukai. Saat itu ia memilih Ikan Bandeng Bakar yang dimakan bersama nasi, tak lupa ia mengatakan jangan diberi cabe karena tak suka pedas.
Pak Kadir yang duduk bersebelahan dengan Toni tampak sangat telaten mengurusi anaknya. Dipilah-pilahnya daging ikan bandeng dari tulangnya lalu diberikan ke piring Toni. Toni dengan lahapnya menyantap hidangan. Sesekali Pak Kadir mengambil tisu atau sapu tangan untuk mengelap air liur anaknya yang selalu menetes.
Sembari makan, Bu Kadir tanpa rasa malu dan sungkan menceritakan kisah Toni kepada kami. Bagaimana pengalaman saat Toni bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Dengan bangga Bu Kadir menceritakan betapa cekatannya Toni yang selalu lebih dulu mengangkat telepon yang berdering dan mengenali suara kakak adiknya beserta beberapa kerabat yang menelpon.
Saya terbayang betapa sibuknya Bapak dan Ibu Kadir dalam mengurusi keseharian Toni yang istimewa tersebut. Disisi lain banyak diberitakan anak-anak normal yang dibuang dan terlantar karena orang tuanya tidak mau bertanggung jawab, namun Bapak-Ibu Kadir tetap merawat anaknya yang oleh sebagian orang dianggap memiliki kelainan yang memalukan sehingga harus disembunyikan. Bapak-Ibu Kadir tampak enjoy, tanpa beban dan iklas dengan keistimewaan anaknya tersebut. Tak sedikit pun terlihat mereka merasa malu terhadap keistimewaan Toni. Bapak dan Ibu Kadir sangat sabar dalam memenuhi segala permintaan Toni.
“Ayah, aku sudah kenyang nih. Panas sekali disini. Aku duduk di mobil saja ya, kan lebih dingin” Toni berkata pada ayahnya. Pak Kadir segera memberikan kunci mobil kepada Toni, Toni pun segera beranjak ke mobil lalu tak lama kemudian mesin mobil menyala dan terdengar alunan musik. Saya tak bisa menyembunyikan keterkejutan saat melihat aktivitas Toni yang istimewa tersebut. Mungkin Pak Kadir menyadari kekagetan saya sehingga ia pun tersenyum lalu menjelaskan tanpa diminta. “Toni memang sudah biasa menyalakan mobil sendiri terutama bila merasa panas saat di luar. Ia ingin menikmati udara dingin dari AC mobil. Namun Toni tidak pernah menyentuh apa pun di dalam mobil kecuali menyalakan audio mobil. Pintu mobil pun selalu dibiarkannya terbuka” Jelas Pak Kadir sangat lengkap.
Mendengar hal ini saya benar-benar takjub. Belum pernah sebelumnya saya mengetahui ada anak seistimewa Toni yang bisa menyalakan mobil, apalagi Toni tidak menyentuh apa pun selain menyalakan mobil dan memainkan musik. Saya semakin kagum dengan kegigihan Bapak-Ibu Kadir yang telaten merawat dan membimbing Toni selama tiga puluh tahun sehingga bisa melakukan hal-hal yang tidak terbayangkan sebelumnya. Hal ini makin membuktikan pendapat para ahli bahwa anak-anak istimewa penderita down syndrom bisa mandiri asalkan dirawat dan dilatih dengan penuh kesabaran dan cinta kasih.
Bapak dan Ibu Kadir memang luar biasa. Mendapatkan anak seistimewa Toni bagi mereka bukanlah sesuatu yang memalukan sehingga harus disembunyikan. Bagi Bapak dan Ibu Kadir, Toni adalah anugrah yang istimewa dari Yang Maha Kuasa sehingga mereka selalu merawat dan membimbingnya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Makan siang di kota Palopo kali ini memberikan pelajaran yang sangat berharga dan menginspirasi dari sebuah keluarga istimewa, Bapak-Ibu Kadir dan Toni anak yang istimewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H