Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Macam-macam Durhaka dalam Keluarga

14 Agustus 2014   15:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:35 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Durhaka Kepada Orang Tua

Apabila masyarakat Indonesia mendengar atau membaca kata durhaka, maka biasanya yang pertama kali terlintas dalam ingatan adalah durhaka anak terhadap ibunya. Hal ini dikarenakan sejak kecil kita terbiasa diceritakan legenda Malin Kundang oleh orang tua dan guru-guru di sekolah, bahkan membaca kisah tersebut dalam buku cerita atau komik. Kisah malin kundang yang sangat terkenal di Indonesia, menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang telah sukses dan kaya, namun tidak mengakui ibu kandungnya karena asal-usulnya yang miskin. Akhirnya, sang Ibu yang kecewa dengan perlakuan anaknya tersebut berdoa kepada Tuhan agar Malin Kundang diberikan hukuman. Malin Kundang pun terkena musibah/bencana dan tubuhnya berubah menjadi batu.

Kisah malin kundang memberi pelajaran agar sang anak hormat dan sayang pada orang tuanya khususnya pada Ibu. Hal ini juga sangat sesuai dengan ajaran agama yang memerintahkan hal yang sama. Namun sayang, sepertinya kedurhakaan anak pada orang tua ini lebih difokuskan pada pihak Ibu. Padahal ayah sebagai orang tua juga seharusnya diberikan perlakuan yang sama, yaitu dihormati, disayangi dan juga didengarkan/dipertimbangkan nasehatnya.

Durhaka Istri Terhadap Suami

Selain durhaka kepada orang tua, ada lagi kedurhakaan yang lebih banyak dikupas dalam materi-materi agama, dalam hal ini adalah agama Islam yang penulis anut. Durhaka yang dimaksud adalah durhakanya seorang istri terhadap suami. Inti kedurhakaannya kurang lebih sama, yaitu tidak menghormati dan menyayangi suami, serta tidak melaksanakan hak dan kewajibannya selaku istri kepada suami. Yang seringkali dibahas adalah, bahwa istri harus menurut apa saja kata dan perintah suami. Namun sayangnya, pembahasan hal ini sepertinya lebih banyak menonjolkan sisi sang suami yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan istri atau posisi istri yang lebih rendah dibandingkan suami. Pembahasan tentang kedurhakaan istri kepada suami lebih kental nuansa suami yang mengsubordinasi istri. Padahal suami dan istri berada pada posisi yang sama dan sederajat, merupakan partner yang harus saling bekerjasama untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Pembahasan Mengenai Durhaka di Masyarakat

Pembahasan terkait kedurhakaan di masyarakat relatif jarang bahkan bisa dikatakan sangat jarang dibahas dengan lebih lengkap dan berkelanjutan. Yang paling banyak dibahas dan dikupas hanya terkait kedurhakaan anak terhadap orang tua dan kedurhakaan istri terhadap suami. Padahal kedurhakaan erat kaitannya dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak khususnya dalam sebuah keluarga. Tidak banyak dibahas dan dikupas tentang kedurhakaan orang tua terhadap anak ataupun kedurhakaan suami terhadap istri.

Durhaka Orang Tua Terhadap Anak

Kedurhakaan orang tua terhadap anak sangat mungkin terjadi, dan bisa saja sudah kita lakukan berkali-kali tanpa disadari. Bahkan kadangkala kedurhakaan orang tua terhadap anak dilakukan dengan pembenaran dan ancaman terkait kedurhakaan anak kepada orang tua. Akhirnya anak wajib dan harus menuruti segala keinginan dan kemauan orang tua. Anak-anak seolah menjadi objek dari orang tua, tidak diperlakukan layaknya manusia yang punya perasaan dan pemikiran sendiri. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.

Orang tua baik sebagai ayah ataupun ibu, memiliki kewajiban untuk memenuhi hak anak-anak. Orang tua wajib memberikan perhatian dan kasih sayang, serta memenuhi kebutuhan layak anak sebaik mungkin dengan berusaha sekuat tenaga. Bila hal ini diabaikan, maka orang tua pada hakekatnya telah durhaka kepada anak-anaknya. Bahkan saat orang tua telah bercerai pun, mereka tetap memiliki kewajiban yang sama terhadap anak, yaitu memenuhi segala kebutuhannya hingga sang anak bisa hidup mandiri. Namun sayangnya, justru marak terjadi orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya kepada anak. Orang tua yang bercerai sudah tidak peduli lagi dengan anak kandungnya, sang ayah tidak lagi memberi nafkah sang anak yang harusnya tetap menjadi kewajibannya. Malah sangat banyak anak-anak yang mengambil alih tanggung jawab orang tua dalam mencari nafkah meskipun kedua orang tuanya masih lengkap dan sehat.

Pada bagian masyarakat golongan ekonomi lemah, setiap hari kita melihat anak-anak yang mengemis dan atau mengamen di jalanan. Sementara itu, orang tua bahkan orang tua kandung mengawasinya dari jauh dan menampung hasil yang didapatkan sang anak. Bahkan ada anak balita yang disewakan untuk mengemis demi memenuhi kebutuhan hidup yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua. Hal yang sama rupanya terjadi juga pada bagian masyarakat golongan ekonomi menengah bahkan elit. Kita lihat betapa anak-anak mulai dari usia balita sudah “dimanfaatkan” orang tuanya untuk mencari nafkah dengan menjadi bintang iklan, model, penyanyi, pemain sinetron dan film. Hal ini kadang kala sampai mengabaikan pendidikan dan psikologis anak. Akibatnya seringkali terlihat anak-anak tersebut terlihat “aneh”, yaitu bertingkah layaknya orang dewasa. Fenomena lain yang marak terkait kedurhakaan orang tua kepada anak adalah banyaknya kasus aborsi dan pembuangan anak-anak yang baru lahir terutama karena latar belakang pergaulan bebas dan kesulitan ekonomi. Melakukan aborsi hingga membuang bayi atau anak kecil yang lemah tidak berdaya bukanlah perbuatan orang tua yang baik, bahkan bukan perbuatan seorang manusia yang normal. Banyak lagi kedurhakaan orang tua kepada anak, baik terkait tidak dipenuhinya kebutuhan sang anak hingga sang anak yang dieksploitasi sedemikian rupa, bahkan ada orang tua yang tega menjual anaknya untuk dijadikan pekerja seks komersial.

Durhaka Suami Terhadap Istri

Pembahasan terkait kedurhakaan dalam rumah tangga khususnya hubungan suami-istri seringkali lebih banyak hanya mengupas kedurhakaan istri terhadap suami. Padahal suami pun punya potensi yang sama untuk melakukan kedurhakaan kepada istri. Suami yang tidak berusaha untuk memenuhi kewajibannya memberi nafkah pada istri, memberi perlindungan, keamanan dan kenyamanan, serta berbuat baik dan membahagiakan istri adalah bagian kedurhakaan suami kepada istri.

Materi terkait kedurhakaan istri kepada suami seringkali dijadikan tameng oleh suami untuk melakukan kedurhakaan kepada istrinya. Suami menjadi seenaknya memperlakukan istri bahkan tak jarang menyakiti istri baik secara fisik maupun psikis. Kadangkala ada suami yang memaksa disetujui untuk menikah lagi ataupun menikah lagi secara diam-diam walaupun sang suami sangat tidak layak, tidak mampu dan tidak memenuhi syarat.

Ironisnya lagi, kedurhakaan suami kepada istri dan juga kepada anak-anaknya kadangkala disebabkan oleh karena sang suami yang sangat takut dikatakan durhaka kepada orang tuanya khususnya Ibu. Berapa banyak suami yang menurut begitu saja saat orang tuanya khususnya sang Ibu, memerintahkan untuk menceraikan istrinya dengan alasan yang sepele, tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya istri dan anak-anaknya menjadi korban bahkan terlantar, apalagi bila sang suami sudah tidak lagi peduli pada anak-anak kandungnya, yang harusnya tetap menjadi tanggungjawabnya pasca perceraian. Sang suami seharusnya paham dan menyadari, bahwa saat ia menikahi sang istri, hal itu berarti ia telah bersedia mengambil tanggung jawab dari orang tua sang istri untuk menyayangi, melindungi dan memenuhi semua kebutuhannya. Dalil yang digunakan karena takut durhaka kepada orang tua lalu menceraikan istri tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah salah kaprah dan merupakan ketakutan yang terlalu berlebihan.

Sang suami sebagai kepala keluarga seharusnya bisa menempatkan dirinya untuk berusaha mengatasi permasalah yang terjadi agar tidak merugikan istri namun tetap mengupayakan penghormatan kepada orang tua. Sang suami tidak seharusnya memilih hanya menyayangi orang tua lalu menyakiti sang istri atau sebaliknya. Hal tersebut adalah tantangan yang harus diatasi sang suami dengan sebaik-baiknya. Sangat banyak dalil-dalil agama (Islam) yang memerintahkan seorang suami untuk memperlakukan istrinya sebaik mungkin. Dan hal ini sangat bisa dilaksanakan tanpa harus mendurhakai orang tua.Disatu sisi, orang tua juga harus paham bahwa tidak semua kemauan orang tua harus dituruti sang anak, sehingga tak asal mengumbar kata durhaka kepada anak demi dilaksanakan semua keinginannya.

Demikianlah pemikiran penulis terkait fenomena yang terjadi di masyarakat, dimana kata durhaka seringkali digunakan secara sembarangan, seenaknya bahkan dipakai untuk hal-hal yang tidak pada tempatnya, hingga berakibat merugikan pihak-pihak lain khususnya di dalam suatu keluarga. Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Seoptimal mungkin diciptkan suasana yang harmonis, seimbang dan saling menghormati di dalam keluarga. Setiap masalah yang timbul agar diusahakan untuk diatasi dengan sebaik-baiknya, bukan malah dibuat makin runyam karena dengan mudahnya menggunakan kata dan definisi durhaka terhadap pihak lain dalam keluarga. Khususnya yang banyak terjadi adalah ketakutan yang berlebihan terhadap durhaka kepada orangtua atau durhaka terhadap suami, yang akhirnya akan merugikan pihak istri dan anak-anak. Padahal pada prinsipnya, orang tua pun bisa dan sangat mungkin berbuat durhaka kepada anak-anak, demikian juga suami bisa durhaka terhadap istri.

Jangan terlalu mudah memberi stempel atau mengeluarkan kata-kata durhaka kepada anggota keluarga. Mari sama-sama instropeksi, apakah kita selaku orang tua, anak, suami atau istri telah melakukan kedurhakaan atau bahkan setiap hari/seringkali melakukannya? Wallahu a'lam. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun