Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengapa Malu dengan Bahasa Inggris Jokowi?

12 November 2014   06:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Presiden Joko Widodo lagi-lagi mendapat sorotan dari dua belah pihak, yang mendukung dan membencinya. Kali ini yang disorot mengenai Pidato/Presentasi Jokowi dalam Forum APEC di Beijing Tiongkok yang menggunakan Bahasa Inggris. Di saat banyak tokoh, pengamat dan media di dunia yang memuji presentasi Jokowi, dari dalam negeri justru banyak yang mencemooh karena menilai Bahasa Inggris yang dibawakan Jokowi kurang/tidak bagus bahkan ada yang mengatakan memalukan.

Haruskah kita bangsa Indonesia malu dengan Presiden Jokowi yang dianggap kemampuan Bahasa Inggrisnya mengecewakan? Saya pribadi tidak malu dan tidak perlu merasa malu akan hal tersebut. Hal ini bukan karena kemampuan Bahasa Inggris saya yang memang payah dan mungkin saja lebih buruk bila yang menilai adalah mereka yang mencemooh Jokowi. Namun karena saya teringat dengan motivasi yang diberikan pengajar Bahasa Inggris sewaktu berkesempatan belajar di IALF (Indonesia Australia Languange Foundation) Jakarta.

Seumur-umur saya hanya satu kali mengikuti semacam kursus Bahasa Inggris selama dua minggu yaitu di IALF. Itu pun atas biaya dinas setelah lolos seleksi internal organisasi (terima kasih banyak atas jasa Guru-Guru Bahasa Inggrisku di SMP, SMA dan Semester I-II perguruan tinggi). Kebetulan saat saya kursus mendapat pengajar yang merupakan bule dari Australia dan Inggris. Saat kursus itulah pertama kalinya saya berdekatan dan berinteraksi dengan bule di kelas setiap hari kerja dalam jangka waktu cukup lama.

Yang paling berkesan dan membuat saya bersemangat serta tidak terlalu minder belajar Bahasa Inggris atau berinteraksi dalam Bahasa Inggris, selain karena pengajar-pengajarnya yang ahli Bahasa Inggris (iyalah, kan bule dan guru bahasa inggris), pengajarnya juga rendah hati dan sabar dalam mengajar di kelas, khususnya dalam membimbing saya yang kemampuannya paling kurang diantara teman sekelas.

Nasehat dari para pengajar telah membuat saya tetap semangat. Mereka mengatakan kurang lebih: “Tidak perlu merasa malu Bahasa Inggrisnya kurang baik atau kurang lancar bila berbicara dengan orang asing yang Bahasa Nasionalnya atau Bahasa Ibunya Bahasa Inggris. Hal itu bisa dimaklumi karena memang bukan bahasa sehari-hari. Yang penting bagaimana berusaha agar pesan yang dikomunikasikan sampai, meskipun sambil dibantu dengan bahasa isyarat. Hal ini sama saja dengan orang asing yang Berbahasa Indonesia, kurang lancar dan tidak fasih, karena memang bukan bahasa sehari-hari mereka”

Ternyata nasehat/motivasi yang sama didapatkan oleh teman-teman saya yang mendapatkan pelatihan Bahasa Inggris di tempat lain dengan pengajarnya juga orang asing. Pengajarnya mengatakan: “You don't need IELTS score... to say something." (Kamu tidak memerlukan skol IELTS untuk berbicara (dalam Bahasa Inggris)). Dan "Say anything you want to say, no matter how bad your English is." (Katakan saja apa yang ingin disampaikan, tidak peduli seburuk apapun Bahasa Inggris mu).

Dengan nasehat sedemikian rupa dari orang-orang yang memang ahli Bahasa Inggris dari sumbernya langsung, membuat saya dan teman-teman menjadi lebih percaya diri dan tidak harus merasa minder. Malah hal ini menjadi penyemangat untuk terus belajar walaupun masih jauh dari kefasihan atau kesempurnaan berbahasa.

Setelah selesai kursus, teman-teman saya malah banyak yang mendapatkan beasiswa S2 dan S3 baik di dalam dan di luar negeri yang mensyaratkan kemampuan bahasa inggris mumpuni. Saya sendiri meskipun belum berhasil mendapatkan beasiswa ataupun melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, namun cukup gembira mendapatkan skor Academic IELTS 6,5. Meski merasa kemampuan Bahasa Inggris masih tetap pas-pas-an, namun saya merasa tidak harus merasa minder bila suatu waktu harus berbicara dengan orang asing. Hal ini tidak terlepas dari nasehat yang diberikan oleh orang-orang asing yang menjadi pengajar kursus Bahasa Inggris tersebut. Oleh karena itu saya sangat bangga dengan Presiden Jokowi yang tidak minder berbicara di depan forum internasional, di depan orang-orang asing dengan Bahasa Inggris yang menurut mereka yang sombong adalah memalukan.

Orang-orang asing saja dengan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Ibunya, Bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya, tidak keberatan dengan Bahasa Inggris Jokowi, memahami apa yang disampaikan Jokowi, bahkan memuji penampilan dan materi yang disampaikan. Mengapa justru beberapa kalangan orang-orang Indonesia yang notabene bahasa Ibu dan bahasa nasional nya bukan Bahasa Inggris, merasa malu dan mencibir penampilan sang Presiden nya sendiri? Terus terang hal ini adalah fenomena yang aneh. Tidakkah diantara kita juga merasakan keanehan yang sama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun