Ketika berbicara dengan orang tua, kita kerap kali berbicara seperti pembicaraan sesama teman.Kata-kata kasar,bentakan dan semacamnya masih saja kita lakukan.Padahal itu adalah orang tua kita sendiri.Alqur’an telah mewanti-wanti bahwa kita sebagai seorang anak dilarang berbicara kasar kepada orang tua walaupun hanya sebatas kata “ah” yang berarti penolakan untuk diperintah orang tua.Perintah yang dimaksud disini artinya kita harus selalu berbuat baik kepada orang tua selama itu bukan perintah untuk menyekutukan Tuhan.Dan mungkin jika kita dihadapkan dalam tekanan untuk menyekutukan Tuhan tetap saja kita harus berbuat baik kepada orang tua.
Seorang anak menolak diperintah orang tua bisa karena permintaan sang anak tidak dipenuhi sehingga sang anak membrontak,merasa orang tuanya tak sanggup memenuhi gaya hidupnya,merasa dikekang oleh orang tua,merasa tidak ada kasih sayang dalam hidupnya.Semestinya sebagai seorang anak kita tahu dan mengerti status orang tua kita apa,tergolong mampu atau tidak dan dalam lingkup apa ia berada,supaya benar-benar sang anak tepat dalam mengambil keputusan.Jika tahu bahwa orang tuanya tidak mampu terus memaksa orang tua membeli barang mewah yang tak terjangkau orang tua,ini kan masalah.Jika orang tua kita dalam berkecukupan terus kita gaya-gayaan memamerkan ke teman yang tidak punya,ini kan masalah.Kecerdasan memahami orang tua jauh lebih penting daripada menyibukan diri untuk memaksa orang tua dengan keinginan kita.
Di dalam lingkup Orang Jawa yang masih kental dengan bahasa jawa.Yang kita mengetahui bahwa Bahasa Jawa memiliki anggah ungguh bahasa yang berbeda,ada ngoko ada krama inggil.Sangat indah dan luar biasa jika setiap orang tua mengajarkan anaknya untuk berbahasa krama inggil pada orang tua supaya menanamkan rasa sopan santun pada orang tua.
Permasalahan yang terjadi adalah orang tua membiarkan anaknya untuk berbicara lepas tanpa kontrol bahasa sehingga harus siap dengan suatu kondisi dimana sang anak berbicara kepada orang tua sama persis dengan pembicaraan sesama teman.Tidak ada tata krama bahasa.semua luntur menjadi ngoko dan itu menjadi hal lumrah.
Sang anakpun agaknya menempatkan krama inggil hanya sebatas pembicaraan dengan ulama atau kyai atau saat mau membeli sesuatu di toko,atau saat bertemu dengan orang yang baru yang belum ia kenal.Walau bahasa krama inggilnya minim tetapi ia mau melakukan karena dorongan rasa hormat dan malu.
Semestinya hal seperti itu juga diterapkan saat berbicara dengan orang tua.Sungguh sangat aneh,jika dengan orang yang baru yang belum dikenal saja ia mau memakai bahasa krama inggil,masa dengan orang tua sendiri yang membesarkannya dan merawatnya,ia tidak berbahasa krama inggil.
Memulainya mungkin malu,risih ataupun aneh tetapi jika didasari dengan niatan ingin menghormati orang tua maka ia pasti akan memulainya.Tidak masalah belum lancar benar dalam berbahasa krama inggil yang penting niatan untuk berubah itu yang lebih diutamakan.Orang tua akan sangat senang gembira jika anaknya mau belajar anggah ungguh bahasa yakni menggunakan krama inggil saat berbicara dengan orang tua.
Kondisi masyarakat yang sudah mematenkan bahasa ngoko menjadi bahasa segala penjuru manusia dirasa menjadi ganjalan untuk berubah karena mungkin akan dianggap nggaya atau belagu,sungguh kita harus benar-benar menghilangkan anggapan kuno ini.Jika tujuan kita ingin menghormati orang tua yang kita mengetahui bahwa Islam juga mengajarkan demikian maka kitapun wajib mengusahakan untuk menghormati orang tua dan berbuat baik kepada orang tua dan wujud dari itu,salah satunya dengan berbahasa krama inggil kepada orang tua.Apakah sebagai anak kita berani memulai untuk berbahasa krama inggil terhadap orang tua? Pakailah hati nuranimu dan cintamu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI