Kubawakan benang harapan berwarna oranye,
lalu kau bawa berjuta jarum bernyala ungu.
“Marilah memintal harapan,”
ucapku disuatu senja.
“Aku ingin pelangi,”
suaramu seakan penuh duka.
“Kalau begitu marilah kita pintal
warna pelangi.”
“Aku pun merindu warna senja.”
“Kita bisa campurkan warna senja di tepinya.”
“Bolehkah kutambahkan warna langit?” ucapmu lirih.
“Ya, mengapa tidak, aku suka biru langit.”
Sejumput harap kita pintal tiga purnama.
Lebih indah dari pelangi, senja dan langit.
“Mari kita bingkai dengan warna emas,
dan kita gantung di dinding kamar.”
“Aku benci warna emas,
mengingatkanku pada Cleopatra.”
Di dinding kamar, kutemukan
Pelangi berbingkai darah.
Kotabumi, September 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H