Selesai acara yang pertama, kami kumpul lagi. Kalau tadi dengan anak-anak dan ibu-ibunya, kini khusus anak-anak muda. Rata-rata mereka sudah sekolah SLTP dan bahkan SLTA. Sehingga kami golongkan mereka ke dalam usia remaja. Materi yang kami sampaikan tentu berbeda dengan materi anak-anak. Tema materi yang kami sampaikan yaitu bertema "ini kisah ku, mana kisah mu ?..." Meski penyampaian materi kali ini cukup sederhana dan hanya menggunakan metode ceramah, tetapi sangat efektif. Di awal-awal kami kenalan dengan masing-masing peserta, tujuannya supaya lebih akrab dan dekat. Setelah selesai berkenalan, barulah materi itu kami mulai. Kak Amir bercerita tentang kisah perjalanan hidupnya dari mulai masuk Sekolah Dasar (SD) sampai bisa kuliah di kota gudeg. Bagaimana perjalanan yang dilaluinya begitu sulit, bahkan tidak dialami oleh anak-anak saat ini. Sebab ketika SD hingga lulus MTs, pekerjannya ialah menggembala kambing, dan sempat juga menggembala kerbau. Ketika sekolah SD juga Kak Amir gak pernah jajan, dan kebiasaan itu terbawa hingga ke bangku sekolah MTs dan bahkan Ke Madrasah Aliyah (MA). Alasan waktu itu memang tidak punya uang untuk jajan. Karena biasa tidak jajan, kalau punya uang pun tidak berani untuk jajan, sebab ada perasaan malu. Adapun untuk prestasi di SD alhamdulillah selalu baik dan dapat peringkat terus. Tetapi ketika sekolah di MTs rupanya tidak berbanding lurus, malahan menurun, dan untuk dapat peringkat ketiga saja rasanya lumayan sulit. Tak ada perubahan yang berarti ketika di MTs hingga lulus pun. Semuanya terasa datar-datar saja, bahkan tak ada yang istimewa. Kisah ini berubah ketika masuk pesantren di Cigodeg dan lulus tahun 2008. Karena punya motivasi untuk tetap melanjutkan pendidikan, akhirnya memberanikan diri untuk mencari beasiswa ke Jakarta, ke STAN, ke bekasi dan ke bogor untuk mengajar. Kesemuanya itu ternyata tak ada yang berhasil. Hingga akhirnya Nekat berangkat ke Yogyakarta. Setelah tiga bulan menetap di Jogja, dan berusaha dengan sekuat tenaga, akhirnya dapat kuliah juga. Bahkan kuliah hingga selesai tanpa keluar biaya sedikitpun. Kisah yang kedua, yaitu dari Kak Asep yang menceritakan kisah hidupnya dari punya orang tua asuh dari Amerika dan menjadi mahasiswa pertukaran pelajar perwakilan provinsi banten untuk berangkat ke Korea. Perjuangan itu dimulai pada saat lepas SMA. Sempat bantu-bantu mengajar di SDN Majalaya, dan uang hasil mengajar digunakan untuk kursus bahas inggris. Awalnya mengasah bahasa inggris dan berteman dengan orang-orang berbeda negara. Akhirnya dipertemukan dengan "sang malaikat". Begitulah Asep memanggilnya, dan hingga akhirnya Asep diangkat sebagai anak angkatnya. Katanya malaikat tersebut berkebangsaan Amerika. Dari situ Asep ditantang untuk mengambil kampus yang terbaik di negri ini, waktu itu asep mengambil UI (Universitas Indonesia) dan UNTIRTA (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Memilih Untirta katanya biar cari aman ajah... hheheheh. Karena waktu itu UI gak masuk, akhirnya yang diambil Untirta. Setelah masuk di untrita, Asep juga dapat beasiswa. Tak hanya itu Asep juga ikut Kakak Teteh Pandeglang dan akhirnya keluar sebagai juara, dan tak hanya itu Asep juga ikut pertukaran pelajar ke korea. Setelah seleksi akhirnya Asep juga lolos dan resmi menjadi wakil banten. Dibalik kisah-kisah ini sebetulnya lebih banyak kisah menyedihkan dan perjuangan yang berat. Mungkin orang hanya tahu senangnya saja, padahal dibalik itu semua ada proses yang harus dijalani dengan kepedihan. Kesimpulannya, tak ada kesuksesan tanpa sebuah perjuangan yang luar biasa. Kalau sudah bersakit-sakit dahulu tentu akan senang kemudian, seperti kata pepatah yang sering kita dengar. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H