kerja dokter merupakan salah satu faktor yang signifikan memengaruhi kualitas diagnosis yang diberikan kepada pasien. Penelitian menunjukkan bahwa dokter yang memiliki beban kerja tinggi cenderung mengalami kelelahan fisik dan mental, yang dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam menganalisis kondisi pasien secara akurat. Berdasarkan penelitian oleh Muh Febri Ananda Sjakir et al. (2024), terdapat hubungan signifikan antara beban kerja mental dan kinerja dokter muda di RS Ibnu Sina Makassar, yang menunjukkan penurunan konsentrasi dan keakuratan keputusan medis. Fenomena ini memperlihatkan bahwa manajemen beban kerja menjadi aspek krusial dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Studi oleh Rosalina Cesilia dan Kosasih (2024) menemukan bahwa beban kerja yang tinggi juga berkaitan dengan kelelahan kerja yang dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hasil kerja tenaga kesehatan. Dalam konteks dokter, kelelahan ini sering berdampak langsung pada proses pengambilan keputusan klinis, seperti diagnosis penyakit atau penentuan rencana perawatan. Kondisi ini diperburuk oleh tuntutan administratif, seperti pengisian rekam medis, yang menurut Lavender et al. (2024) sering kali tidak dipatuhi secara optimal oleh dokter di Indonesia. Akumulasi beban fisik, mental, dan administratif ini berpotensi menciptakan situasi yang membahayakan keselamatan pasien akibat kesalahan diagnosis.
BebanPenelitian lain oleh I Kadek Rama Kusuma Andika dan I Gusti Salit Ketut Netra (2022) menyoroti bahwa beban kerja dokter di puskesmas dapat memengaruhi efikasi diri mereka, yang merupakan faktor penting dalam kinerja klinis. Efikasi diri yang rendah cenderung membuat dokter merasa kurang percaya diri dalam memberikan diagnosis, terutama dalam situasi dengan tingkat kompleksitas tinggi. Di Puskesmas Abiansemal I Kabupaten Badung, ditemukan bahwa dokter dengan beban kerja tinggi cenderung lebih lambat dalam memproses informasi medis, sehingga memengaruhi kecepatan dan ketepatan penanganan pasien. Kualitas diagnosis juga dipengaruhi oleh faktor motivasi dan produktivitas kerja, sebagaimana dijelaskan oleh Tria Difasari et al. (2022) dalam studi mereka tentang dokter gigi di Makassar. Motivasi kerja yang menurun akibat beban kerja berlebih berpengaruh pada produktivitas dokter dalam menjalankan tugas klinisnya. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kemampuan dokter untuk memprioritaskan pasien berdasarkan tingkat urgensi atau kondisi klinis yang membutuhkan penanganan segera. Studi ini juga menunjukkan bahwa perbaikan sistem kerja, termasuk pengaturan jadwal yang lebih manusiawi, dapat membantu mengurangi dampak negatif beban kerja. Analisis oleh Ratna Sari Lina et al. (2024) tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dokter di RSUD Kota Dumai menunjukkan pentingnya manajemen waktu dan distribusi tugas yang adil. Dokter yang merasa beban kerja mereka terdistribusi secara tidak seimbang sering kali menunjukkan gejala burnout yang lebih tinggi, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas layanan kesehatan yang mereka berikan. Oleh karena itu, pengelolaan beban kerja yang baik bukan hanya meningkatkan kinerja dokter, tetapi juga memastikan pasien menerima layanan kesehatan yang optimal. Berdasarkan hasil studi-studi tersebut, langkah strategis perlu diambil untuk mengatasi dampak beban kerja terhadap kualitas diagnosis. Herna Linda et al. (2024) merekomendasikan penerapan kebijakan yang mendorong efisiensi kerja, termasuk digitalisasi proses administratif seperti rekam medis. Hal ini tidak hanya mengurangi waktu yang dihabiskan untuk tugas non-medis, tetapi juga memungkinkan dokter untuk lebih fokus pada tugas klinis. Pendekatan ini dapat diterapkan di berbagai fasilitas kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan.Â
Secara keseluruhan, beban kerja dokter memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas diagnosis dan kinerja klinis secara umum. Oleh karena itu, penting bagi manajemen fasilitas kesehatan untuk menerapkan kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja, seperti rotasi jadwal, penyediaan waktu istirahat yang memadai, dan pengurangan beban administratif. Dengan demikian, diharapkan kualitas pelayanan kesehatan dapat terus meningkat, sejalan dengan kebutuhan pasien akan layanan yang aman dan berkualitas tinggi. Penelitian oleh Herna Linda et al. (2024) juga menyoroti pentingnya pelibatan teknologi dalam mengurangi tekanan kerja dokter di fasilitas kesehatan. Misalnya, implementasi sistem digital untuk pencatatan dan pemantauan pasien dapat mempercepat proses administrasi sekaligus memastikan data yang lebih akurat. Dengan berkurangnya waktu yang dihabiskan untuk tugas administratif, dokter memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada evaluasi klinis dan pengambilan keputusan yang tepat. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi kerja, tetapi juga kualitas diagnosis yang diberikan kepada pasien. Selain itu, dukungan manajerial dan pengembangan pelatihan secara berkala dapat menjadi solusi untuk mengatasi dampak negatif beban kerja dokter. Sebagaimana disarankan oleh Lavender et al. (2024), program pelatihan yang terfokus pada manajemen waktu dan stres dapat membantu dokter dalam menghadapi tantangan pekerjaan yang berat. Pelatihan ini juga dapat meningkatkan efikasi diri mereka dalam menyelesaikan tugas klinis yang kompleks. Dengan pendekatan yang terintegrasi, diharapkan dokter dapat memberikan layanan yang lebih baik dan mempertahankan standar kualitas diagnosis yang tinggi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H