"Aku abis.. tidur... sama Mea."
Suara dia bergema di kesunyian kamar tidurku pada jam tiga pagi, mengotori setiap sudut dengan pernyataan terkutuk itu.Â
"Tidur?" aku membalasnya, jantungku berdebar-debar dan tanganku menggenggam selimutku sehingga jariku mulai sakit dari tekanan. Perasaan, baru tadi sore dia bilang kalau dia ingin mempunyai masa depan denganku... tetapi sekarang ia malah bercumbu dengan sahabatku?Â
"Kamu tahulah maksudku. Ngewe, kita ngewe." Ia nyatakan dengan sangat santai, seolah-olah hal yang dia lakukan itu wajar. Aku mendengar dia menyalakan batang rokok dan tertawa kecil seperti orang yang bangga telah memenangkan sebuah piala. Ia melanjutkan cerita tentang apa aja yang dia lakukan dengan Mea malam itu, namun aku hanya bisa fokus dengan isi kepalaku yang secara tiba-tiba membludak.Â
Aku hanya bisa menatap kekosongan kamarku. Detak jantungku mengikuti keasikan obrolan Kendra, namun terlebih karena aku sakit mendengar ia menikmati tubuh sahabatku sendiri. Aku sakit karena ketika denganku, ia selalu menyatakan bahwa ia suka sama diriku dan ingin menghabiskan masa depannya dengan diriku. Tetapi, aku masih harus tertekan mendengar dia bicarakan wanita lain kepada diriku... setiap malam... wanita baru.Â
Dia cantik. Dia seksi. Dia pengen aku pacarin! Terus-terusan hingga aku hanya bisa berbaring di kasur menahan air mata setelah mendengar dia memuji semua orang. Mungkin, ini salahku karena berharap lebih dari orang yang memang dari awal terlihat dan menyatakan bahwa dia memang bodoh dalam berkomitmen.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H