Mohon tunggu...
Amira Larasati
Amira Larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - amatiran

mencoba meluapkan emosi dan pikiran melalui karya tulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Semua Hal yang Aku Tidak Pernah Nyatakan

25 September 2021   01:59 Diperbarui: 25 September 2021   02:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Masih banyak yang belum sempat aku katakan padamu."

Kalimat ini berdering secara terus-menerus di kepalaku selama satu bulan ini. Aku menyadari kalau terkadang kita tidak pernah menyadari betapa banyaknya hal yang kita ingin ucapkan sehingga sudah terlalu terlambat untuk berbicara dengan orang tersebut. Sungguh ironis, betapa kejamnya ego manusia yang mengakibatkan kita untuk baru menyadari apa yang kita punya ketika hal itu sudah tidak ada di genggaman kita. Namun, ini kenyataan yang kita jalani. Kita tidak pernah sadar akan kefanaan semua hal di dunia, tapi suatu hari kita akan merasakan penyesalan ketika akhirnya interaksi antara kita dan orang itu punah. 

Aku melihat salah satu orang yang aku anggap sahabat, bahkan bagian besar dari diriku, memberi paspor dan boarding passnya ke seorang pegawai bandara dan menghilang dari pandanganku, berjalan terus untuk mengejar pendidikan di London. Selama aku masih bisa dekat dengan dia, aku menganggapnya biasa saja. Bahkan, ada beberapa waktu dimana kita sempat lost contact dan sangat jarang ngomong. Tidak pernah ada pikiran di benah otakku kalau dia akan meninggalkanku suatu hari dan ketika ia mengumumkan akan pergi ke London pun, aku masih belum merasakan emosi yang dahsyat membanjiri tubuhku. Namun, ketika aku akhirnya memijakkan kaki ke bandara untuk menyatakan selamat jalan, aku akhirnya menyadari betapa berharga orang ini buat aku. Aku sadar ada banyak hal yang aku ingin nyatakan ke dia, seperti betapa baiknya dia kepada ku, seberapa lembutnya dia kepadaku, dan betapa indah perilaku dia terhadapku selama tiga tahun aku berteman dengan dia. Hal yang bikin aku paling kesal pada hari perpisahan itu adalah kegagalan aku untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan semua pemikiran tersebut karena ketika aku akhirnya bisa menguatkan diri to say my final goodbye, semua kata-kata itu keluar sebagai tetesan air mata yang membanjiri pipiku. Susah sekali untuk menyatakan semua hal yang mewabahi kepalaku, dan akhirnya aku hanya bisa menyatakan "You will always be the Cinta to my Rangga." 

Sejak kejadian itu, aku jadi sering berpikir. Banyak banget hal yang aku belum sempat menyatakan kepada dia. Lalu ini menjalar ke semua hal-hal yang telah terjadi di hidupku yang ku anggap sangat pendek ini. Ciah, baru delapan belas tahun tetapi sudah banyak penyesalan. Pernahkah kamu bertanya kenapa kamu baru kepikiran hal-hal yang kamu ingin ucapkan ke orang-orang ketika mereka sudah susah diakses? Kenapa aku baru menyadari aku mempunyai rasa sayang terhadap dia ketika dia sudah berpasangan? Kenapa aku baru menyadari betapa baiknya dia kepadaku ketika dia sudah memutus hubungan denganku? Kenapa aku nyadar betapa berharganya dia di hidupku ketika ia sudah berada di dalam pesawat yang membawanya pergi jauh dariku? 

Banyak sekali hal yang ada di benah otakku yang ingin kunyatakan kepada orang-orang yang sudah pergi dan lenyap dari hidupku. Sudah terngiang-ngiang seperti komedi putar yang tak ada akhir. Aku tidak tahu sebenarnya betapa bedanya hidupku jika aku bisa menyatakan semua hal itu kepada orang-orang tersebut. Mungkin, memang ada alasan tersendiri mengapa aku tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk memuntahkan semua isi otakku kepada orang tersebut. Perpisahan kami mungkin sudah paling baik jika hal-hal tersebut tetap tinggal di otakku saja, dan tidak dibiarkan meninggalkan bibirku. Yang aku tahu, aku benci ketidakpastian dari semua ini. Aku benci dengan rasa heran di hatiku yang mempertanyakan apa yang akan terjadi jika aku dapat kesempatan untuk mengutarakan semua pemikiranku terhadap orang itu. Tetapi jika aku dapat kesempatan untuk berbicara dengan orang itupun, aku belum tentu mempunyai keberanian untuk menyatakan hal yang kupendam selama ini. Maka, aku hanya bisa membiarkan semua ini tetap menjadi sebuah pikiran di dalam kepalaku... terkadang cuman bisa mutar-mutar disitu berharap aku bisa menghentikan rasa penasaran yang menggebu-gebu di hatiku. Tapi aku tahu, semua kesempatan untuk aku menyatakan perasaanku sudah hilang dan pintu itu sudah dikunci, kuncinya dilempar kemana entahlah. Aku hanya bisa hidup dengan semua hal yang aku tidak pernah bisa nyatakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun