Mohon tunggu...
Amira Larasati
Amira Larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - amatiran

mencoba meluapkan emosi dan pikiran melalui karya tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengisi Kehampaan dengan Bumble

2 Agustus 2021   20:45 Diperbarui: 2 Agustus 2021   21:10 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menatap layar telepon genggamku yang menerangi kamar tidurku yang sekarang sudah gelap dipeluk oleh malam hari. Seperti biasa, aku duduk diatas kasur sambil swipe left para laki yang aku lihat di aplikasi yang aku selalu membuatku kecanduan. Ya, ini sudah merupakan rutinitasku di akhir hari---melihat seleksi laki-laki yang diberi oleh aplikasi yang penuh magis ini. Tidak ada sehari pun yang ku lewati tanpa membuka aplikasi yang dihiasi oleh warna kuning yang cerah. 

Namun, aku tidak pernah tahu mengapa aku selalu mempunyai keinginan kuat untuk selalu membuka aplikasi tersebut. Mungkin disebabkan oleh meningkatnya serotonin akibat melihat notifikasi "Your match has just responded." atau memang rasa kesepian yang selalu membuat ku bergairah untuk mencari seseorang untuk diajak ngobrol. Atau mungkin sebuah jukstaposisi dari kedua faktor tersebut? Aku menjadi seperti tokoh utama dari puisi "Fotoku Abadi" oleh Joko Pinurbo--selalu ketagihan dengan telepon genggamnya dan membuka dating apps tersebut untuk merasakan sesuatu yang berbeda dari kehidupan nyata. 

Aku selalu merasa menyedihkan ketika membuka aplikasi ini, karena kamu sedesperate apa sih sehingga kamu selalu mencari atensi ke laki-laki dari dunia maya yang kamu belum mengenali? 

Aku menyadari bahwa kecanduan ini bukanlah sesuatu hal yang bisa membantu hidupku, dan mungkin malah bisa membuat hidupku semakin acakadut. Perasaan haus atensi ini yang selalu merayuku untuk mencari lelaki terbaik pada hari itu, dan mungkin mencoba memulai percakapan yang akan berujung dengan salah satu pihak menghilang karena tidak pernah niat memulai sesuatu yang serius. 

Mungkin aku nyasar di lingkaran. Nyasar di lingkaran mendapatkan sesuatu yang dapat membuat aku merasakan sebuah kebahagian yang menggebu-gebu, tetapi kemudian hilanglah perasaan itu hanya karena sesuatu yang tidak signifikan. 

Inilah yang aku selalu rasakan dengan Bumble, menemukan sosok yang asik hanya untuk mengetahui kalau mereka unmatch keesokan hari. 

Tetapi itu tidak menjadi masalah, karena aku tinggal move on ke laki selanjutnya dan memulai percakapan tentang hal yang tidak bersubstansi. 

Mungkin aku hanya sebuah manusia kesepian yang mencoba mengisi kehampaan hidup dengan aplikasi tersebut, sehingga aku hanya merasa hidup kembali ketika aku dapat membuat koneksi dengan orang-orang yang mungkin akan aku lupakan minggu depan. 

Mungkin Bumble hanya ajang untuk mencari validasi, dan menghilangkan perasaan hampa yang selalu menimpaku aku sepanjang hari serta menggantikannya dengan perasaan kenyang dengan validasi. 

Aku sadar, aku tidak mencintai aplikasi Bumble tetapi aku hanya manusia haus makna yang menemukan cara mengisi kehampaan dalam hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun