Setiap manusia pada dasarnya diciptakan oleh yang maha kuasa dengan kemampuan belajar menggunakan caranya masing-masing. Belajar adalah proses usaha untuk memperoleh perubahan yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan. Belajar sendiri merupakan proses yang terjadi dalam pendidikan untuk membangun dan mengembangkan potensi guna mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi kemajuan zaman. Pendidikan merupakan pondasi dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan pada pembentukan watak dan kepribadian anak. Melalui pendidikan, upaya-upaya dilakukan dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar yang semestinya mengedepankan minat dan kebutuhan peserta didik. Perlunya peningkatan inovasi pendidikan dalam mengakomodasi keberagaman peserta didik.
Kenyataan di lapangan menunjukkan proses pendidikan di sekolah formal belum mampu memenuhi kebutuhan peserta didik. Sekolah formal menerapkan metode konvensional yang cenderung memperlakukan peserta didik secara seragam. Perbedaan cara belajar, bakat, dan minat peserta didik ditangani serta dibatasi oleh aturan seragam yang harus diikuti karena perbandingan antar guru dan murid yang jauh. Hal tersebut tidak memungkinkan bagi guru dalam memperhatikan bakat minat setiap anak secara intensif. Pada akhirnya, anak merasa terkurung dan tertekan dalam mengembangkan kreatifitasnya di sekolah, sehingga pada akhirnya bakat, minat, dan potensi peserta didik tidak tersalurkan dengan baik. Dari tekanan yang dirasakan peserta didik dapat mempengaruhi pembentukan kepribadiannya. Fenomena ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orang tua yang sangat menyayangi dan peduli terhadap masa depan anak mereka. Ini menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya belajar di rumah atau home schooling sebagai salah satu alternatif belajar anak.
Apa itu Home Schooling?
Home Schooling adalah pembelajaran yang berlangsung secara at home (di rumah). Apa itu at home? At home yang dimaksud disini merupakan pendekatan pembelajaraan secara kekeluargaan yang memungkinkan anak belajar dengan nyaman dan sesuai keinginannya dalam menentukan gaya belajar, waktu belajar, tempat belajar, dan dengan siapa belajar. Model ini memberikan peluang perbaikan penanganan gaya belajar anak karena orang tua dapat lebih dekat mengamati perkembangan belajar, pengarahan, dan pembentukan kepribadian anak. Anak  Adapaun karakteristik model home schooling secara umum :
- Berorientasi pada pendidikan karakter guna membentuk kepribadian yang baik bagi anak
- Fokus pada pengembangan potensi bakat minat alami anak secara spesifik
- Orang tua berperan sebagai guru, fasilitator, dinamisator, motivator, dan teman diskusi dalam proses kegiatan belajar anak
- Guru (tutor) berperan sebagai pembimbing dan pengarah atas minat mata pelajaran yang digemari anak
- Pengaturan jadwal pembelajaraan, jumlah jam untuk setiap materi pelajaran dilakukan secara fleksibel
- Pembelajaran lebih bersifat humanis dan lebih personal
- Tempat yang digunakan dalam pembelajaran fleksibel (bisa dimana saja)
- Diberikan peluang belajar dalam kesesuaian minat, kecepatan, kebutuhan, dan kecerdasan yang pastinya berbeda-beda setiap individu
- Evaluasi ujian akhir dilaksanakan sesuai kesiapan anak
- Tidak ada anak yang tidak naik kelas
Anak home schooling lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah bersama keluarga daripada di lingkungan luar. Ini memunculkan perspektif batasan dalam perkembangan kepribadian dan kemampuan sosial anak. Padahal, masa kanak-kanak sering disebut dengan masa emas dalam kehidupan. Masa emas ini berada pada kurun waktu dimana anak sangat peka dalam menerima rangsangan sebagai pembentuk kepribadiannya. Menurut WHO, anak pada rentang usia 0-6 tahun merupakan masa emas dalam perkembangan yang mana pada usia ini anak berada pada masa eksplorasi secara itensif terhadap lingkungan dalam mencari tahu bagaimana semua terjadi. Kehidupan manusia berjalan dari banyak tahap pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi keadaan oleh lingkungan, bisa lingkungan keluarga atupun masyarakat. Sejalan dalam proses tumbuh kembang manusia terdapat salah satu aspek yang sangat mempengaruhi proses kehidupan dari masa kanak-kanak sampai usia lanjut, yakni perkembangan psikososial.
Apa itu Psikososial?
Istilah psikososial ini di populerkan oleh tokoh psikolog Erik H. Erikson. Psikososial adalah hubungan dinamis antara aspek psikologi dan sosial setiap individu, dengan kata lain kepribadian dan karatker manusia mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Erikson dalam (Potter dan Perry, 2005) mengungkapkan proses mendidik dari usia kelahiran sampai usia dewasa oleh orang tua kepada anak dimaksudkan untuk membentuk anak yang bahagia, percaya diri, dan dapat bertanggung jawab di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, pola asuh orang tua mempengaruhi perkembangan psikologi anak terkait pembentukan karakter kepribadian yang baik untuk dapat menyeimbangkan kehidupan di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang beragam. Menurut Erikson, perkembangan psikologis merupakan hasil interaksi proses matang atau kebutuhan biologis dengan tuntutan sosial dan kekuatan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Teori Erikson tidak hanya berurusan dengan tahun-tahun antara masa kanak-kanak dan remaja, tetapi juga berkaitan dengan perkembangan psikologis sepanjang hidup seseorang. Erikson juga meneliti dampak pengalaman masa kanak-kanak awal pada kehidupan selanjutnya dan secara kualitatif apa yang terjadi di tahun-tahun pertengahan dan kemudian kehidupan. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai interaksi antara kebutuhan biologis dasar dan ekspresinya dalam aktivitas sosial. Inti dari teori pengembangan diri Erikon adalah asumsi bahwa perkembangan setiap orang adalah tahap yang didefinisikan secara universal dalam kehidupan setiap orang. Adapun struktur kepribadian menurut Erikson:
- Ego Kreatif
Disini ego menemukan dan secara kreatif menyelesaikan masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego tidak menyerah dan akan merespons dengan menggabungkan kesiapan mentalnya dengan peluang yang tersedia. Ada tiga dimensi untuk ego ini, antara lain:
a. Faktualisasi
Berdasarkan fakta, sumber data yang dapat dipercaya dan metode yang dapat diuji atau dilihat sesuai atau tidaknya dengan metode yang berlaku.
b. Universalitas
Berdasarkan penggabungan pandangan tentang alam semesta dengan hal-hal yang dianggap praktis dan konkret. Ini didasarkan pada kesadaran akan kenyataan.
c. Aktualitas
Berdasarkan strategi baru untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.
Menurut Erikson, ego memiliki sifat tidak sadar yang dapat mengatur pengalaman masa depan dari yang dipengaruhi pengalaman masa lalu. Ada tiga aspek, yaitu:
a. Body ego
Aspek ini berhubungan dengan tubuh atau fisik itu sendiri.
b. Ego Ideal
Berkaitan dengan bagaimana konsep diri menjadi ideal atau sempurna.
c. Ego identity
Berkaitan dengan citra diri yang melakukan berbagai peran sosial.
- Ego Otonomi Fungsional
Disini ego fokus dalam menyesuaikan diri dengan kenyataan. Ego disesuaikan dengan interaksi yang diterima dari lingkungan.
- Pengaruh Masyarakat
Disini ego dipengaruhi faktor sosial dan histori dalam pembentukan kepribadian individu yang dikembangkan dan dijaga secara budaya. Anak-anak yang dibesarkan dalam masyarakat dengan norma dan nilai budaya yang berbeda cenderung mengembangkan kepribadian yang sejalan dengan masing-masing norma dan nilai yang berlaku.
Bagaimana Perkembangan Psikososial Pada Anak Home Schooling?
Ada delapan tahap kehidupan dalam teori psikososial Erik Erikson. Hasil dari setiap tahap dipengaruhi oleh hasil dari tahap sebelumnya, dan kemampuan individu untuk tumbuh secara optimal tergantung pada resolusi dan keberhasilan setiap krisis ego. Menurut Berg (2003), ego perlu mengembangkan berbagai keterampilan untuk menghadapi berbagai tuntutan yang dikemukakan masyarakat terhadapnya, apalagi bagi anak yang belajar dan lebih sering menghabiskan waktunya dirumah. Delapan tahap perkembangan psikososial Erik Erikson adalah sebagai berikut :
- Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memupuk kepercayaan pada lingkungan. Apabila pada tahap ini kebutuhan tidak terpenuhi atau terhambat, kemungkinan dalam perkembangan individu menjadi penuh ketidakpercayaan dan kecurigaan. Lingkungan terdekat anak home shooling adalah lingkungan keluarga. Khususnya orang tua perlu memenuhi kebutuhan dan menciptakan kepercayaan serta kondisi aman untuk anak.
- Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (2-3 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengembangkan kemandirian. Â Apabila pada tahap ini individu berhasil belajar dan melakukan apapun dengan usaha sendiri tanpa bantuan orang lain maka menjadikan individu mampu mengambil keputusan mereka sendiri dalam mencapai keinginannya. Namun, ketika tidak mampu dilewati dengan baik akan membuat anak pasif dan bergantung dengan orang. Anak home schooling tidak serta merta dibantu dan dituruti semua keinginannya oleh orang tua, mereka perlu belajar mencapai sesuatu dengan usaha sendiri ketika berada di lingkungan sosial.
- Tahap III : Initiative versus Guilt (4-5 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengembangkan inisiatif mereka. Apabila pada tahap ini dilewati dengan baik, individu dapat berkreasi dan berinovasi ketika melakukan sesuatu. Namun ketika tidak dilewati dengan baik akan membuat anak takut mencoba dan  lebih sedikit upaya untuk menghindari kesalahan. Anak home schooling tentunya asing dengan dunia luar, maka dari itu perlu mengenalkan dan membantu interaksi anak di lingkungan luar agar anak dapat membiasakan diri dengan situasi sosial.
- Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-11 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengembangkan kemahiran akademik dan sosial serta membangun positif. Â Apabila pada tahap ini dilewati dengan baik, individu akan menjadi kompeten dan sebaliknya jika tidak dilewati dengan baik akan menjadikan individu dengan kepribadian mudah menyerah. Anak home schooling diberi pembekalan sesuai minat dan kebutuhan anak, perlunya pengenalan dalam membangun hubungan sosial diluar rumah menjadi langkah awal agar anak dapat belajar bersosialisasi dan membangun hubungan sehat dengan teman sebayanya.
- Tahap V : Identity versus Identity Confusion (12-20 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengenali dirinya sendiri dalam lingkungan sosial. Apabila pada tahap ini dilewati dengan baik, individu dapat menemukan identitas diri dan mengembangkannya. Sebaliknya jika tidak dilewati dengan baik akan menjadikan individu menarik diri atau mengisolasi diri dari teman sebaya. Orang tua anak home schooling perlu mendukung anak bereksplorasi dan memberikan kebebasan dalam mencari keyakinan akan siapa dirinya tentunya dengan pengawasan dan batasan yang secukupnya.
- Tahap VI: Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda, 21-40 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menjalin komitmen yang baik dan bagaimana menghadapi kegagalan ketika berkomitmen dengan orang lain agar tidak muncul rasa kesendirian, terisolasi dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan kata lain melawan keterasingan dan kesendirian dengan menciptakan keakraban. Anak home schooling diajarkan cara berkomitmen secara baik dimulai dengan lingkungan terdekat yakni keluarga sehingga dapat menghargai afeksi serta dihadapkan ketika komitmen gagal dicapai anak tidak kesepian dan takut mencoba kembali. Â
- Tahap VII: Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah, 40-65 tahun)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah bagaimana cara untuk memberikan pengetahuan dan pengalamannya untuk mengarahkan generasi selanjutnya. Bagaimana cara yang baik untuk membangun sebuah hubungan dan berkomunikasi dengan generasi selanjutnya untuk memahami dan belajar dari pengalaman tersebut tidak memaksa. Apabila berhasil individu akan merasa berguna dan sebaliknya ketika tidak berhasil akan merasa tidak berguna. Anak home schooling dalam pendidikan memang berbeda dengan pendidikan formal, namun tidak menutup kemungkinan peluang setiap individu yang mau berusaha dalam mencapai keberhasilan.
- Tahap VIII: Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir, 65 tahun ke atas)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah merefleksi kehidupan selama yang dijalani. Individu mengingat masa lalu dan merasakan makna, kedamaian, dan integritas. Seseorang harus memasukkan tujuan hidup yang telah dikejar sejak lama. Orang akan tertekan dan dihantui rasa penyesalan jika gagal menyelesaikan fase ini, sedangkan jika mereka berhasil, mereka akan merasa puas dengan diri mereka sendiri dan bijaksana.
Apakah Anak Home Schooling Gagal Dalam Perkembangan Psikososialnya?
TIDAK!!! Anak-anak home schooling tidak serta merta membuat anak menjadi introvert dan gagal dalam perkembangannya, khususnya psikososialnya. Anak yang belajar dirumah tidak memiliki batasan dalam berinteraksi dan juga memiliki kesempatan dalam perkembangan psikososialnya. Untuk menyiapkan anak dalam tuntutan aktivitas kehidupan dilingkungan, orang tua perlu menjadi agen sosialiasi dalam membimbing anak dengan menciptakan kegiatan dalam runtinitas anak untuk mendorong terbentuknya kehidupan sosial dan kepribadian yang sehat. Adapun hal yang bisa dilakukan untuk anak yang belajar dirumah dalam membantu sosialisasinya, antara lain :
- Membuat Kalender Aktivitas Sosial untuk Anak
Membuat jadwal aktivitas diluar rumah dan mendorong menciptakan pertemanan di lingkungan rumah. Mendorong anak ikut berpartisipasi dalam lomba dan komunitas yang sesuai dengan minat anak. Mengajak anak terlibat dalam kegiatan temat ibadah rutin.
- Mendorong Anak Belajar Dengan Tutor atau Guru Les
Memperkerjakan tutor untuk mata pelajaran yang belum dikuasai anak. Mendaftarkan anak di klub olahraga untuk mendorong keterampilan sosial seperti kerja sama tim, sportifitas sekaligus memelihara kesehatan tubuh. Mendaftarkan anak ke kelas online di intuisi pendidikan yang sekaligus membantu anak bersosialisasi secara online dengan teman kelasnya.
- Mengurangi Faktor Pengganggu
Menetapkan batasan konsumsi tv dan gadget pada anak yang dapat membuat anak lebih suka menghabiskan waktu dengan dunia online dan cenderung kurang bersosialiasasi terlepas dari home schooling atau tidak.
- Tidak Menggantikan Posisi Teman
Memabantu anak terbuka tentang permasalahan dengan membangun komunikasi antara orang tua dan anak dengan bebas dan nyaman. Mengizinkan sosialisasi online dengan pengawasan. Mengizinkan interaksi sosial dimulai dari anak teman yang kenalan. Tidak membiasakan kekalahan yang disengaja hanya untuk menyenangkan anak karena menang dalam permainan agar tidak menjadi kendala saat anak bersosialisasi dengan teman seusianya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifah, Y., Suparwati, M., & Purwaningsih, H. (2020). Hubungan Dukungan Orang Tua Dengan Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah di SDN Karangjati 02. 1–7. http://repository2.unw.ac.id/640/
Dwi Istutik. (2021). Hubungan Belajar Di Rumah Dengan Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Di SD Islam Al Umar Kecamatan Srumbung Tahun 2021.
Herawati. (2018). Memahami Proses Belajar Anak. Jurnal UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 4(1), 27–48. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/4515
Muhtadi, A. (2014). Pendidikan dan Pembelajaran di Sekolah Rumah (Home Schooling) Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Materi, 1–17. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/11. Pendidikan dan pembelajaran di sekolah rumah (home schooling)-tinjauan teoritis dan praktis.pdf
Torro, S. (2016). Homeschooling: Menyiapkan Pendidikan Anak dalam Menghadapi Tantangan MEA. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial, 1(1), 295–303. http://ojs.unm.ac.id/PSN-HSIS/article/view/2208
Yulianto, Y., Lestari, Y. A., & Suwito, E. D. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Psikososial Anak Prasekolah Di Tk Pkk Xi Winong Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Nurse and Health: Jurnal Keperawatan, 6(2), 21–29. https://doi.org/10.36720/nhjk.v6i2.18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H