Mohon tunggu...
Hisan Amira
Hisan Amira Mohon Tunggu... Dokter umum -

Menulis hanya perlu kejujuran. Tidak perlu berpikir orang lain suka atau tidak. Saat kau berhenti menulis, mungkin ada yang sedang disembunyikan dalam dirimu. Selamat menulis! :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Marah

28 April 2015   18:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya hari ini marah. Saya hari ini kesal sekali. Dan saya menyesal kenapa saya harus marah.

Marah.

Bagi saya adalah hal yang jelek, dan tanda orang yang lemah.

Saya pernah membaca, Rasul bilang, orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan amarahnya.

Saya tidak bisa menahan amarah sama dengan saya lemah.

Dan orang orang diluar sana yang merasa marah itu perlu , sesungguhnya ia salah besar.

Hal yang tidak betul bagi kita, bisa kok diselesaikan dengan tidak marah. Kalau ia tidak setuju dengan pendapat kita, ya tinggalkan dia, atau hukum dia, jika kita punya wewenang menghukum. Tidak perlu dengan kata kata yang kasar, membentak dan berteriak.

Jadi apa perlunya marah? Marah hanya membuat dosa baru

Hari ini saya kesal, dan marah pada orang. Marah itu jelek. Saya jelek.

Saya selalu menyesal setiap habis marah. Saya merasa rugi menjadi orang yang kelasnya gampang marah marah.

Saya ingat satu contoh dari teman yang menurut saya paling sabar dan tidak pernah marah, suatu ketika marah pada saya, karena waktu itu saya mengabaikan ceritanya, saat dia bersemangat menceritakan cita citanya pada saya.

Dia (orang sabar itu) tidak membentak saya untuk diperhatikan. Tidak mengkoreksi sikap kurang ajar saya. Tidak menyalahi saya. Dia tiba tiba pergi. Pulang.

Justru saat itu saya betul betul mengambil pelajaran, bahwa saya telah menyakiti hati orang tersebut, saya salah, saya kurang ajar, saya sebetulnya pantas dimarahi. Saya malu dengan teman penyabar saya itu. Saya sangat amat menghargai sikap kedewasaannya.

Malamnya, saya mengintip blog yang ia miliki

Blog itu berisi seperti ini

Apabila kau perbaiki hal-hal tersembunyimu, Allah akan memperindah hal-hal yang tampak darimu -ibnu taimiyah

Cara yang baik untuk mencegah amarah adalah tidur. Mengeluarkan amarah dan emosi itu tidak pernah dianjurkan dalam agama. Aku ingat hadist, suatu ketika datang seorang laki2 kehadapan Rasulullah meminta nasihat. Rasul menasihatkan : jangan marah. Lalu orang itu bertanya lagi meminta nasihat. Rasul menjawab : jangan marah. Org itu lalu bertanya lagi yang dijawab lagi oleh Rasul : Jangan marah.

Maafkan aku ya sudah marah ke kamu waktu hari minggu.

Subhanallah.

Bahkan dalam blognya pun, ia tidak menyalahi saya meskipun saya sangat pantas untuk disalahkan. Sedikitpun.

Saya benar benar malu, dan mendapat pelajaran besar. Pelajaran yang sampai kapanpun akan saya ingat. Menghargai cerita orang itu penting, dan marah itu kelemahan yang sangat jelek dan tidak bijaksana.

Maka, kepada korban marah marah saya hari ini : Maafkan aku sudah marah kepadamu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun