Mohon tunggu...
Hisan Amira
Hisan Amira Mohon Tunggu... Dokter umum -

Menulis hanya perlu kejujuran. Tidak perlu berpikir orang lain suka atau tidak. Saat kau berhenti menulis, mungkin ada yang sedang disembunyikan dalam dirimu. Selamat menulis! :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Meet, Hisan

7 April 2015   08:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:26 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah percapakan di suatu tempat, dimana satu orang dan orang lainnya saling berkenalan.

“Permisi saya berbicara dengan mbak siapa ini”

“Hisan, mbak”

“Ihsan?”

“Hisan mbak. Hisan”

“Nisam?”

“Hi - San”

“Hi – zam”

“ bukan bukan...., HI”

“Hi?”

“San”

“.......”

“maaf mbak, tulis aja deh namanya disini” jawab orang asing yang mau berkenalan putus asa sambil mengeluarkan secarik kertas. Hisan yang lebih putus asa lagi setelah mengeja namanya, akhirnya nurut menuliskan namanya sambil ngomel dalam hati.

Ini mungkin kejadian ke seratusduapuluhtiga-tujuhratus-delapnpuluhenam kalinya sepanjang 25 tahun kehidupan Hisan. Yap! Sebenarnya awkward moment dalam mengenal seorang Hisan sudah dimulai dari mengenal namanya. Mau tak mau, memori tentang sejarah namanya itu pun terulang lagu secara otomatis.

Nama yang waktu dia kelas 3 SD pernah ditangisi setiap hari ke ibunya. Karena merasa nama itu aneh dan susah

“kenapaaa buuu kenapaaa hu uuu huuu”

“apa sih naak pulang sekolah kok tiba tiba tanya kenapa” jawab ibu sambil meneruskan kegiatan sapu sapu halaman, tak menghiraukan Hisan yang gelesotan sama debu masih lengkap dengan seragam merah putihnya.

“Kenapa sih ibu kasih nama aku Hisaaaan.....kan banyak nama lain, Gabriella kek, Susi kek, Dian kek.... apa aja selain Hisaaan”

Ibu menghentikan lambaian sapunya, berusaha memikirkan jawaban. Sayangnya ibu ga punya jawaban itu.

“Sini ibu buatin susu es” dan seketika Hisan pun menggeret tas nya kedalam, masih dengan mulut yang maju 5 senti, tapi spertinya berhasil lupa sebentar.

“Bu mulai sekarang aku mau dipanggil mira aja” Hisan mulai mengoceh lagi dengan celemotan bekas susu coklat di sudut bibirnya.

“Ha?”

Ibu yang mengira sudah berhasil membujuk putri kecilnya sepertinya sedang asyik ganti ganti channel tipi.

“iya... mira kan lebih bagus... mana ga susah lagi”

“Hisan..” jawab ibu

“Hisan itu artinya malaikat. Bidadari yang cantik” Ibu menggeser kursinya mendekati Hisan yang sudah ingin pecah tangisnya

“masa sih bu”

“iya.... Hisan, bidadari yang cantik. Apa coba kalo Mira? Ga ada artinya kan? Pasaran lagi...”

“Tapi kan aku ada Amira nya, jadi gapapa dong dipanggil mira?” Hisan masih gamau kalah sambil ngerengek rengek

“Ya kalo mau dipanggil jangan setengah setengah, nanti artinya hilang”

“Jadi aku dipanggil Amira ya mulai besok?” Hisan pun menghambur pelukannya ke ibu. Ibu menepuk nepuk pantatnya sambil menggotongnya ke kasur. Dasar anak bungsu yang manja, tapi ibu sayang setengah mati.

Sejak saat itu, Hisan yang kini lebih siap mental untuk menerima pertanyaan dan ekspresi kernyitan dahi dari orang yang baru saja mengenalnya, lengkap dengan ritual pertanyaan sedetik setelah jelas mendengar namanya “Hisan? Apa itu artinya?” mulai dari wali kelas, Teman-teman baru, tukang sayur, tukang jahit, teman teman ibunya, tukang warung, cowo cowo sekelas yang naksir dia juga.

Dan Hisan menjawab dengan lantang - tapi asli deg degan, karena malu “Bidadari yang cantik”

Apesnya, untuk gadis kecil seusia Hisan, jawaban seperti itu adalah celah bagi teman temannya yang sama kanak kanaknya (yaiyalah namanya juga temen sepermainan) untuk bilang, “Ihiiiiiy bidadariiiii cantiiiikkkkk” padahal Hisan tau ia tidak secantik itu dan situasi itu bikin Hisan trauma untuk menyebutkan arti namanya. Masalahnya, kejadian “Tanya arti nama Hisan” itu 99% hampir terjadi di tiap ajang perkenalan. Karena nama itu memang jarang, bahkan sebagian diantara mereka hanya punya satu teman yang bernama Hisan. Nasib ya nasib. Hisan jadi males kenalan kalo begini jadinya. Belum lagi teman temannya yang kadang usil, justru memanggilnya Hasan.

“san!”

“Iya?”

“Hasan! hahahaha”

Lalu Hisan manyun.

Begitu terus kejadiannya. Sampai usia 13 tahun alias SMP kelas 1, Hisan mulai cuek dengan ejekan ejekan namanya, meskipun tragedi kesulitan mengeja nama masih terus berlangsung, dan diperkirakan seumur hidup. Tapi yang paling mengesalkan adalah ketika namanya salah disebut “Nisan”. Orangtua macam apa coba yang bakal ngasih nama anaknya, batu kuburan?! Hadeh.... kenapa sih orang orang ini.

Sampai suatu ketika di suatu sore yang indah, Hisan yang beranjak dewasa mengikuti latihan taekwondo, bersama teman teman barunya yang sama sekali asing. Tentu saja mental Hisan yang sudah terlatih selama belasan tahun tau bahwa tragedi itu akan terjadi lagi. Dan ia sangat siap.

“Halo. Perkenalkan, nama saya Hisan”

Beberapa orang langsung menyahut

“Ooo. Hisna... ”

“siapa? Ihsan?”

“Hizam coba baris disebelah sini”

Hisan pun cuek malas mengoreksi... toh bakal jatoh lagi ke lubang yang sama, alias masih salah salah mulu, padahal udah berbusa busa mengoreksi. Ntar juga bener sendiri kalo udah lama kenal.

“Eh namamu, Hisan ya?” tanya seorang laki laki yang memakai kacamata, tiba tiba menghampiri Hisan sambil berlari lari kecil

“Iya. Kenapa emangnya?” Hisan juga berlari kecil mengitari aula

“Bagus sekali namanya” Jawab lelaki misterius itu sambil tersenyum kaku. Hisan kaget. Emangnya dia tau apa artinya. Pasti mau tepe-tepe deh, dasar lelaki. Nama aja pake dijadiin bahan gombalan

Hisan tidak menjawab pujian laki laki misterius Sok Kenal Sok Dekat itu, Cuma senyum, terus lari lagi.

Di pertemuan taekwondo selanjutnya

“Coba kamu.... hiii... hiii....”

“Hisan, sabam...” Jawab Hisan malas malas, Sabam bahkan masuk dalam tahap hilang ingatan setelah kenalan dengan nama ga familiar

“oiyaaa... Hisam coba latihan nendang sama kamu, Za”

Terus laki laki yang Hisan inget betul pernah ngejer dia pas lagi pemanasan Cuma buat muji namanya itu, maju kedepan. Emang namanya siapa sih, Zaza? Moza? Ginza?

“Ayo Hisan, tendang yang kuat” Kata Zaza sambil mengangkat target tinggi tinggi. Buset dah, Hisan ngebatin. Ini orang sengaja biar aku ga bisa nendang ya?

Plak. Tendangan melayang. Cuma ujung jari Hisan yang menyenggol target. Si Zaza ketawa.

“Lemah banget sih”

Hisan dendam. Orang baru kenal berani banget menghina tendangan mautnya yang bolak balik menang lomba berantem sama Mas Temi, kakaknya sendiri.

Plak. Tendangan melayang lagi. Lagi lagi tidak cukup kuat.

“Aaah... udah ah, sini gantian” Hisan mulai kesal

“Lho? Kok sudah?”

“Cape...” jawab Hisan polos

“Hahaha... baru 2 tendangan udah cape?” si Zaza ini betulan cari gara gara ya... orang cape malah diketawain batin Hisan makin menjadi keselnya

“Udah cepetan sini targetnya, gantian nendangnya”

“Jangan ah, aku ga tega. Takut sakit nanti kamu kena tendanganku”

What!!! ini orang sumpah sombong banget ya. Maksudnya dia nyindir setengah meremehkan kekuatanku itu apaaa??!

Hisan merebut tergetnya dan langsung teriak “Tendang”. Zaza pasrah. Dan menendang.

BUG!

Hisan langsung oleng. Ternyata tendangannya beneran kuat!

“Tukan... udah udah, kamu aja yang nendang. ” kata Zaza beneran khawatir ternyata.

Ujung ujungnya mereka berdua duduk duduk, karena Hisan udah cape latihan, sedangkan Zaza, ga bakal mau latihan karena ga tega.

“Jadi, Hisan.... siapa yang memberimu nama Hisan?”

Ah. Topik itu lagi. Pasti orang ini mau tanya artinya, batin Hisan

“Ayah. Dia bilang, itu dari Alquran”

“Aku tau. Fihinna Khairatun Hisan” Kata Zaza sambil tersenyum manis. Hisan langsung deg degan. Baru pertama kali ada orang yang tau lengkap dengan ayatnya.

“Ih kok hebat sih. Tau... apa coba artinya?” tanya Hisan lagi, mulai nyaman berbicara dengannya

“Baik” jawab Zaza singkat

“Salaaah. Artinya, bidadari yang cantik” Hisan mengkoreksi dengan lantang. Mata Zaza membelalak kaget terus ketawa sejadi jadinya.

“Lo... aku seriusss Zaa...”

“Kamu baca darimana ituu?”

Hisan kontan malu dan ga pede. Dari Ibu? Memangnya Ibu bohong?

“Hisan kan dari kata Hasan. Ihsan. Memang secara arti ayat keseluruhan, Terdapat bidadari yang baik lagi cantik. Tapi, Hisan adalah baik”

Gantian Hisan yang melotot. Orang ini bahkan lebih tau dari aku yang udah punya nama selama 15 tahun! Diam diam Hisan kagum dalam hati.

“Aku selalu kagum sama namamu, sejak tau pertama kali ada orang yang namanya Hisan”

Dan sejak saat itu, Hisan selalu bangga atas namanya.

Hisan. Unik, khas, satu satunya teman yang ajaib. Hisan yang baik. Sudah cukup. Tidak perlu cantik, hanya baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun