Sejak tahun 1996, setelah melakukan beberapa penelitian dasar dengan kacamata keilmuan Filologi (Ilmu Naskah Kuno), Rafanie merasa perlu mensosialisasikannya ke masyarakat.Â
"Adalah Museum Balalutra Dewa yang pertama kali menerbitkan buku penelitian saya mengenai Aksara Ulu, yakni tentang gelumpay yang berisi tentang sejarah Nabi Muhammad SAW tahun 2002," kata Rafanie.Â
Selanjutnya, berkat jasa UIN Raden Fatah Palembang, melalui Fakultas Adab dengan Rekan Prof Dr Suyuti Pulungan, mulai diajarkan beberapa mata kuliah.Â
Saat ini sudah beberapa mahasiswa yang menulis skripsi tentang naskah-naskah beraksara ulu.Â
"Setelah itu Balai Arkeologi Sumsel melakukan penelitian naskah dan prasasti beraksara Ulu sejak tahun 2009 silam, " ujar Rafanie.Â
Selain telah lahir Doktor Wahyu An dhifani yang meneliti (disertasi) aksara Ulu, saat ini telah banyak komunitas dan pencinta tradisi aksara Ulu.Â
"Kini telah lahir semacam reproduksi budaya di dalam tradisi Surat Ulu, " tandas Rafanie.Â
Ada kendala?Â
Menurut para sarjana Belanda, yang sudah melakukan penelitian aksara ini, seperti Jaspan, Voorhoove, Marsden, Van Der Tuuk dan lainnya, Aksara Ulu ini dipergunakan untuk menuliskan banyak bahasa, yang mereka sebut sebagai kompleks bahasa-bahasa Melayu Tengah. (Midden Malaysche).Â
Oleh sebab itu, kata Rafanie, kesulitan utama adalah memahami kembali bahasa yang dipakai pada masa lalu itu.Â
"Tetapi karena basisnya masih Bahasa Melayu, maka kendala itu lambat laun dapat diatasi, " terang Rafanie.Â