Begitu amat rindunya sang penulis pada Bunatin sampai-sampai harus menemukan pendamping hidupnya yang menyerupai Bunatin.Â
Hal ini bisa kita temukan dan baca pada puisi ke 15 dengan judul Matamu Bunatin.Â
Matamu yang hitam
mengingatkan aku akan Bunatin
senyum yang sama kuku yang sama
lekuk yang sama tawa yang samaÂ
jalan yang sama lenggok yang sama
seseorang dengan berahi yang sama
Sampai di sini saya bisa menyim pulkan Bunatin adalah sebuah buku yang memang bagus untuk dibaca dan dipahami dengan seksama karena dan sarat dengan makna mendalam tentang kemanusiaan, tentang kehidupan sekitar dan ten tang segala tetek bengek kehidu pan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.Â
Semoga seteleh ini akan lahir Bu natin-bunatin yang baru, yang mampu menyuarakan masa lalu yang dibungkus dengan kekinian yang pada bermuara pada tegak lurusnya sebuah keyakinan dan ke teguhan akan indahnya arti hidup berdampingan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, termasuk alam semesta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H