Tahukah anda berapa jumlah museum di dunia saat ini?
Situs Museum Planner memperkirakan terdapat 55.000 museum di seluruh dunia dan sekitar 33.000-nya ada di Amerika Serikat.
Berapa museum yang ada di negara kita tercinta, atau di kota yang kita tinggali saat ini? Statistik Kebudayaan 2019 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan jumlah museum di Indonesia sebanyak 435 terdiri dari 42 museum umum dan 393 museum khusus. DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki museum terbanyak yaitu 64 museum, disusul Jawa Tengah memiliki 54 museum dan Jawa Timur 45 museum.
Apa artinya angka-angka ini?
Museum di Indonesia hanya 1,3% dibandingkan jumlah museum di Amerika Serikat (AS), apalagi kalau dibandingkan dengan jumlah museum di seluruh dunia, hanya 0,79%. Sebagian besar museum di dunia ada di AS alias 60% dari keseluruhan jumlah museum di dunia.
AS sangat mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tetap menjadi negara terunggul di dunia dan inilah salah satu perekat utama rasa kebangsaan negara yang terbangun dari beragam latar imigran itu. Sama dengan kita di Indonesia, semangat kebangsaan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika menjadi perekat keragaman. Sayangnya semangat untuk mengejar keunggulan ilmu dan teknologi kita masih terengah-engah menurunkan angka stunting dan putus sekolah.
Bedanya kita dengan AS adalah kita (masih) tertinggal jauh dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tapi pada saat bersamaan kita meninggalkan warisan masa lalu kita. Ya, AS unggul jauh dalam ilmu dan teknologi dan saat bersamaan memelihara warisan sejarahnya.
Apa buktinya? Lihat saja perbandingan jumlah museum negara kita dengan AS.
Kenapa museum jadi indikatornya, bukankah ragam pentas kebudayaan dan pelestarian adat istiadat masih tetap kita pelihara?
Mari kita telusuri hubungannya.
Dalam Ensiklopedi Britanica dijelaskan etimologis museum" yang berasal dari "mouseion" yang memiliki arti "tempat duduk para Musai" dan dimaksudkan sebagai tempat melakukan perenungan atau suatu lembaga filsafat. Musai sendiri dalam mitologi Yunani terdiri dari 9 (sembilan) dewi anak Zeus dari hubungannya dengan Mnemosine. Kelompok dewi ini melambangkan seni dan dianggap sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi seni.
Menggunakan turunan dari Bahasa Latin, museum adalah tempat melakukan diskusi filsafat sehingga Museum Alexandria yang didirikan oleh Ptolomeus (367/366 -- 283/282 SM) di abad 3 SM dengan perpustakaan dan para cerdik-pandainya lebih sebagai prototipe universitas ketimbang membayangkannya sebagai tempat memelihara dan menerjemahkan aspek material dari suatu warisan.Â
Di abad ke 17 kata museum kemudian digunakan di Eropa sebagai pemeliharaan koleksi-koleksi. Pemerintah sendiri melalui PP No 66 Tahun 2015 tentang Museum mendefinisikan Museum sebagai lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
Agar kita tidak "terbelenggu" dengan bahasa undang-undang yang sering kaku, saya lebih ingin memandang museum secara lebih bebas. Â
Secara etimologis kita dapat mengartikan museum sebagai sumber inspirasi dan tempat menggali pengetahuan sehingga kita dapat membayangkan kalau sumber inspirasinya banyak, sepeti contoh AS di atas, maka betapa banyak pengetahuan dan seni yang lahir dari komunitas yang memelihara dan mengembangkan museum.
Bisakah kita menarik korelasi antara antara jumlah museum dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan suatu komunitas atau bangsa?
Hubungan antara museum, warisan (heritage) dan komunitas yang dibahas oleh Elizabeth Crooke dalam bukunya Museum and Community, Ideas, Issues and Challenges (Routledge, 2007) memang menyebutkan bahwa hubungan ketigaya sangat komplek.Â
Apakah warisan yang membentuk masyarakat atau masyarakatlah yang menentukan apa saja yang pantas disebut sebagai warisan, dan karenanya pantas dilestarikan atau dipelihara.Â
Bagi sebagian kalangan, mengenali suatu komunitas adalah mengenali karakter yang dimiliki bersama yang biasanya berpangkal pada sejarah yang dapat diidentifikasi dan budayanya. Museum karenanya berperan membantu membentuk atau memperkuat komunitas dengan memelihara warisan sejarah sebagai bentuk ekspresi identitas.
Di sisi lain, ada pendapat bahwa pentingnya nilai masa lalu yang diidentifikasi melalui sejarah ditentukan oleh komunitas sendiri sehingga komunitas lah yang menentukan apa yang layak disebut sebagai warisan dan karenanya penting untuk dipelihara. Dalam pandangan ini maka keberadaan atau nilai penting museum ditentukan oleh masyarakatnya sendiri.
Yang pasti masyarakat membutuhkan sejarah dan identitasnya yang dipelihara dan diterjemahkan melalui museum sebaliknya museum membutuhkan masyarakat untuk mempertegas dan menjustifikasi nilai keberadaannya.Â
Fakta yang diutarakan di bagian awal dapat kita gunakan untuk menerka seperti apa wajah kita sebagai bangsa dalam memandang masa lalu dan menghubungkannya dengan harapan masa depan.
Kita sering mengagungkan atau bangga dengan kejayaan Sriwijaya dan Majapahit yang katanya menguasai Asia Tenggara. Yang pertama dikenal sebagai kerajaan maritim sedangkan yang kedua lebih dikenal sebagai kerajaan yang berorientasi agraris.Â
Pada saat memandang masa depan, pelajaran atau inspirasi apa yang kita tarik dari catatan sejarah tersebut? Nyatanya negara kita tidak cukup berjaya di Asia Tenggara, apalagi dibandingkan dengan Singapura.
 Sejarah mencatat bahwa Singapura tumbuh dan mulai berkembang hanya karena kekecewaan Raffles yang tidak didukung penuh untuk memperkuat keberadaan Inggris di Nusantara sehingga meminta izin kepada Gubernur Jenderal Inggris di Goa untuk mendirikan pos di Selat Malaka. Pos itu kemudian berkembang pesat karena kesalahan politik perdagangan maritim Belanda.
Apa kabar dengan Poros Maritim yang diam-diam merujuk ke memori masa lalu tersebut? Bisa jadi karena kita tidak memiliki cukup museum yang mampu menjelaskan dan menerjemahkan "kegagalan sejarah"Â tersebut sehingga Poros Maritim tidak cukup terasa bertransformasi menjadi semangat komunitas.
Kita, sebagai komunitas, yang memang tidak membutuhkan catatan dan penjelasan sejarah tersebut dan karenanya museum tidak cukup dipandang menjadi kebutuhan.Â
Museum yang ada gagal memainkan peran tersebut sehingga kita, sebagai komunitas, tidak menyadari adanya pelajaran dan inspirasi dari peristiwa dan catatan masa lalu. Salah satu atau keduanya bisa terjadi tanpa kita sadari, bahkan keberadaan dan fungsi museum di sekitar kita pun tidak kita sadari!Â
Museum adalah seonggok benda yang berguna. Diksi di-museum-kan sering digunakan sebagai satir kepada sesuatu, bahkan orang, yang harus disingkirkan dari hadapan, meski tidak perlu dibuang.Â
Letakkan saja di sebarang tempat yang tidak lagi akan mengganggu pandangan dan langkah, itu makna tersirat dari ungkapan dimuseumkan. Tanpa sadar kita sering melakukan peyorasi terhadap "museum", dengan menyamakannya sebagai sampah (bagaimana sesuatu disebut sampah pernah saya tulis di sini Asal-usul Sampah)
Mengambil contoh kembali dari AS, kalau ada kesempatan (dan rezeki) cobalah berkunjung ke Pusat Ruang Angkasa AS di Cape Canaveral, Miami Florida. Museum dan pusat riset menyatu dalam satu kawasan yang merupakan salah satu destinasi wisata unggulan negara bagian tersebut. Sejarah dan impian menyatu dalam satu kawasan yang dengannya warga dapat bangga bercerita tentang "American Dreams".
Puluhan ribu museum dapat kita bayangkan betapa banyak materi yang dapat diceritakan kepada generasi muda Amerika, berapa banyak mimpi baru bisa dibangkitkan, dan betapa langkah memadukan warisan dan harapan telah dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Di negara kita? Saya tidak sedang memuja-muja negaranya Donald Trump, tapi sedang mencoba mencari jawaban kenapa kejayaan Sriwijaya-Majapahit, Samudera Pasai, Makassar dan lainnya sulit dibangkitkan kembali dalam wajah modern?
Berapa banyak babak dalam sejarah yang masih kita perdebatkan, berapa cukup bahan yang kita miliki untuk membuka kegelapan beberapa episode sejarah bangsa dan darinya mimpi apa sebenarnya yang sedang kita rancang.Â
Harapan yang sama sekali baru terputus dari warisan masa lalu atau menata kembali warisan agung dan membawanya ke hari ini menuju masa depan? Pilihan pertama berarti kita akan menjadi bangsa amnesia alias pelupa, tapi sayangnya alternatif pilihan kedua tidak cukup bukti kesungguhan yang kita miliki hari ini.
"Wajah museum adalah cermin identitas bangsa hari ini"
Citra museum dalam benak individu dan komunitas adalah citra wajah bangsa yang terbentang dalam horizon waktu dari masa lalu ke hari ini dan menuju masa depan.Â
Sorot mata dan wajah antusias anak-anak kita saat berada di museum dapat kita jadikan ukuran berapa kuat sinyal dari warisan masa lalu yang dapat kita transfer ke masa depan.Â
Pernyataan publik para pejabat hari ini merupakan semiotika yang menggambarkan seperti apa kita mengelola warisan dan ikatan komunitas kita hari ini sembari membayangkan para calon kepala daerah yang akan berkontestasi dalam Pilkada mendatang kira-kira akan bicara apa tentang wajah museum.
Salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H