Kehadiran Covid-19 telah meluluhlantakkan banyak agenda manusia, membatalkan rencana diplomasi dan menghentikan banyak rencana ekonomi. Respon negara dengan menyiagakan dan mengerahkan aparat dan tenaga-fasilitas kesehatan untuk membendung serbuan Covid-19 diharapkan tidak akan membawa dampak sistematis terhadap banyak tatanan dan sendi-sendi aktifitas bernegara dan bermasyarakat.
Sekilas persoalan ini nampaknya cuma masalah kesehatan publik yang cukup diatasi dengan menyiagakan perangkat negara yang mengampu urusan kesehatan beserta pemangku kepentingan terkait lainnya sampai ke tingkat daerah. Memastikan kesiapan rumah sakit dan ambulan, menjaga harga masker di pasaran tidak melonjak sampai menentukan siapa yang harus berbicara atas nama negara dalam pusaran kecemasan publik dijadikan indikator bahwa masalah sudah tertangani dengan semestinya.
Kalau sejenak melihat dari perspektif yang lebih luas, sebenarnya yang terjadi dari fenomena merebaknya virus dalam skala global ini adalah mulai runtuhnya hegemoni manusia sebagai aristokrat ekologi. Pandangan antroposentris yang menempatkan manusia sebagai penguasa mutlak atas lingkungan alam beserta segenap isinya ini diam-diam selama ini menjadi semangat dari sekian banyak kebijakan publik di negeri ini.Â
Upaya untuk menghaluskan dilakukan dengan menyisipkan pandangan teknosentris bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menyediakan solusi untuk mengeradikasi dampak negatifnya. Kapitasi sumber daya alam yang melimpah dari eksploitasi alam dapat dialokasikan sebagiannya untuk mengantisipasi dampak baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi di masa depan.
Masalah sesungguhnya adalah pada cara kita memandang diri dan lingkungan. Masihkah kita akan menempatkan jasad renik semata berdasarkan posisinya dalam rantai makanan? Kedudukan manusia sebagai pemuncak nyatanya sedang digerogoti oleh jasad renik yang bernama virus ini.Â
Sekian banyak varian virus yang awalnya hanya berkembang dalam tubuh hewan nyatanya sekarang sudah akrab dengan tubuh manusia. Kita dapat menyusun daftar panjang nama virus dan variannya yang menyusup dan berbiak dalam tubuh manusia yang awalnya dipandang hanya mampu berkembang dalam tubuh hewan.
Alih-alih menyerang perseorangan, Covid-19 nyatanya telah menjungkalkan tatanan dunia. Tatanan ekonomi dunia yang terangkai dalam jejaring suplai-pasok global menghadapi ancaman serius. Agenda internasional banyak yang ditangguhkan karena jejaring pesertanya potensial meningkatkan penyebaran Covid-19. China sebagai raksasa ekonomi dunia tidak bergeming dalam perang dagang dengan Amerika, namun bertekuk lutut menghadapi gerogotan virus. Potensi ekonomi bisnis umroh terhenti akibat Kerajaan Saudi menutup negaranya dari pejalan yang berasal dari negara terpapar Corona.
Selain mengganggu tatanan ekonomi global, Covid-19 juga mengolok-olok manusia melalui tuntutan perlakuan yang disebut protokol penanganan terduga Corona. Lalu lalang manusia di gerbang perbatasan negara kini ditandai dengan suhu badan sebagai pengganti kehangatan senyum penyambutan tamu.Â
Seseorang boleh melintas kalau suhu badannya, bukan hangatnya perilaku, tidak melampaui batas tertentu. Interaksi manusia antar bangsa kini ditentukan oleh suhu badan. Belum cukup, sebagian mereka juga harus melewati prosesi penyemprotan disinfektan. Disinfektan yang selama ini digunakan untuk membunuh hama kini digunakan untuk mengguyur manusia.Â
Memang tujuan penyemprotan adalah untuk membunuh virus yang mungkin, melekat pada badan seseorang, namun tanpa sadar kita telah mengidentikkan keduanya. Karena virus berada bersama seseorang tersebut, maka dengan alasan efisiensi lalu seseorang diperlakukan sama dengan tanaman yang diserang hama ulat.
Covid-19 juga menghalangi wajah-wajah berdekatan untuk saling menebarkan senyum. Kepanikan massal mendorong warga untuk berburu dan berlomba menggunakan masker menutup sebagian dari wajah yang biasanya mengembangkan senyum ramah.