Jujur, seandainya bisa ditunda, saya akan menunda anak pertama untuk divaksinasi hari ini, tetapi itu mungkin. Sesuai batas usianya, 15 bulan, saatnya untuk melanjutkan vaksin tambahan Pneumokokus atau PCV yang keempat. Keinginan menunda tak lain karena Pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita untuk stay at home selama anti-virusnya belum ada.
Semenjak pandemi, mendadak menjadi fobia. Ada joke dari kawan, yang ada benarnya juga, dia bilang begini: kedua tangan kita lebih sering menerima alkohol ketimbang mulut. Benar. Di rumah standby hand sanitizer dengan merk berganti-ganti.
Di rumah, saya gunakan sebelum dan sesudah untuk menyapu, membuang sampah, mengepel, mencuci piring, memasukkan dan mengeluarkan motor. Di luar rumah, dua aktivitas yang masih rutin, belanja dan ke anjunan tunai mandiri. Sepanjang angka korban terus meningkat, fobia ini sepertinya tidak akan berlalu. Dan kondisi ini tetap mengharuskan si bocah untuk divaksin.
Selama ini pemberian vaksin tambahan kami ke rumah sakit Hermina Jatinegara, Jakarta Timur. Istri sudah melakukan pendaftaran online, dan informasi yang didapatkan pihak rumah sakit sudah mengantisipasi dengan baik, jadi tidak perlu kuatir.
Sampai di rumah sakit, di pintu masuk lobi, saya bersama istri dan anak di cek suhu panas. Normal. Kemudian diberi hand sanitizer oleh petugas. Benar, rumah sakit sudah mengantisipasi.
Semua petugas memakai masker dan beberapa memakai penutup wajah, kursi diberi tanda X dan berjarak. Rasa kuatir perlahan mereda, meskipun selama menunggu dipanggil dokter, saya dan istri bergantian menggendong.
Kebetulan bocah sudah pandai berjalan dan kalau dilepas, selain kuatir akan memegang barang ini-itu, kami pasti kecapain mengejarnya.
Dokter yang kami temui juga telah mempersiapkan diri dengan sangat baik. APD lengkap, bahkan telepon genggamnya pun diplastiki. Selain PCV, dokter juga menyarankan vaksin influenza. Saya langsung oke-kan, meski sadar biaya tambah mahal, apalagi kami pasien mandiri.
Tetapi, demi anak, dan saya yakin semua orang tua, rela memberikan yang terbaik, apalagi untuk kesehatan. Vaksin selesai. Dokter juga memberi obat besi, dan obat untuk berjaga-jaga, yang katanya wajib dipunyai semua orang tua yang punya balita, yaitu obat untuk diare dan kejang-kejang. Setelah itu pulang.
Di perjalanan, saya bersyukur masih diberikan rejeki yang cukup untuk membiayai vaksin tambahan. Lalu, bagaimana dengan mereka yang penghasilannya pas-pasan.