Kelelahan terasa sangat mengakar di badan ini setelah menempuh perjalanan pulang kerja dari bilangan Depok menuju Jakarta Barat, menjelang waktu maghrib kuda besi ku ini sudah berada di Jl.Pesanggrahan Raya (Meruya Utara) tepat di Samping Masjid Baitul Khoir.
Pandangan ini langsung tertuju di sebuah gerobak angkringan 'langganan' sambil menunggu waktu adzan tiba, coba ku isi lambung ini dengan beberapa suguhan khasnya.
Segera ku comot sebuah sego kucing dengan pisang goreng yang kemudian di siram sambal pedas dan memesan segelas jahe susu hangat... sambil menikmati panganan tersebut kami pun terlibat obrolan dengan sang pemilik angkringan, seorang tua yang telah berdagang semenjak 20 tahun lalu di kota Jogja. Pria asal Klaten, Bayat ini kemudian hijrah di Jakarta dan sempat berdagang di Rempoa. Dan, ternyata gerobak ini bukan miliknya, ia sekedar menjualkan saja.
Bapak yang satu sedang asik makan seperti aku, seorang lelaki paruh baya asal Wirobrajan Jogja yang mencoba menebak apa merek teh yang di gunakan di angkringan tersebut, Tong Ji. Perkiraannya tepat.
Obrolan mengasikkan ini seputar angkringan, teh, sampai dengan menanyakan asal masing-masing kami.
Ku lihat juga sepasang muda-mudi asik ngobrol di gelaran tikar samping angkringan.
Sambil terus ku lahap panganan ternyata sudah habis 1 gelas susu jahe, 1 sego kucing, 2 pisang goreng, 2 sate kikil... akhirnya kubayar seharga 10.000 setelah mendengar suara adzan berkumandang.
Sore ini di Jakarta terasa di Jogja saja.
Tapi sayang ku lupa menanyakan nama mereka...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H