Mohon tunggu...
Aminnatul Widyana
Aminnatul Widyana Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger yang suka cari ilmu

Dina/Aminnatul Widyana/mom's of 2 childs/blogger/SM3T/teacher/tim penggerak PKK/Visit www.amiwidya.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Smart Farming", Perwujudan Modernisasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0

20 Mei 2019   08:42 Diperbarui: 20 Mei 2019   09:01 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemenuhan kebutuhan pokok diperoleh dari hasil panen sawah-dokpri

Pertumbuhan penduduk bumi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data PBB, diperkirakan akan ada sekitar 9,3 milyar manusia yang akan menghuni bumi pada tahun 2050. 

Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami kenaikan jumlah ini secara otomatis akan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan pokok. Kebutuhan pangan, kebutuhan sandang, dan kebutuhan papan ke depannya, sudah tentu harus dipikirkan pula demi keberlangsungan hidup manusia di muka bumi.

Salah satu kebutuhan pokok manusia yang paling utama adalah kebutuhan pangan. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang sedemikian besar, kebutuhan makanan diperkirakan bisa mencapai dua kali lipat dari kebutuhan makanan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan inovasi-inovasi untuk mencukupi kebutuhan pangan di masa depan.

Pemenuhan kebutuhan pokok diperoleh dari hasil panen sawah-dokpri
Pemenuhan kebutuhan pokok diperoleh dari hasil panen sawah-dokpri

Pentingnya Digitalisasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0

Selama ini, petani Indonesia terbukti masih banyak yang menjalankan pertaniannya secara tradisional. Baik itu dari segi produksi hingga ke pemasarannya. 

Memang sudah ada beberapa petani yang mulai bangkit dan mengejar ketertinggalan teknologi dengan menggunakan bantuan peralatan canggih dari pemerintah. Juga sudah ada yang mulai memproses penjualan produksinya secara digital. Namun itu tidak seberapa jumlahnya.

Selain itu, karena peningkatan jumlah manusia yang berbanding lurus dengan jumlah peningkatan kebutuhan tempat tinggalnya, kini mulai banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman. Begitu banyak perumahan baru didirikan di atas bekas lahan pertanian guna mencukupi kebutuhan papan masyarakat.

Tampak dari kejauhan, jalan tol sedang dibangun di area persawahan-dokpri
Tampak dari kejauhan, jalan tol sedang dibangun di area persawahan-dokpri

Demikian pula dengan pembangunan infrastrukturnya. Dengan adanya pemukiman baru, dipastikan akan merembet ke pembangunan infrastruktur di sekitarnya. Pembangunan infrastruktur baru seperti sekolah, klinik kesehatan, jalan, dan jembatan juga bisa menggeser keberadaan lahan pertanian. 

Jika kondisi seperti ini berlangsung terus-menerus tanpa adanya perubahan yang signifikan pada bidang pertanian di Indonesia, lalu bagaimana kelanjutan masa depan pangan negara Indonesia ini? Akankah Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri kelak?

Tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar. Permasalahan ini masih bisa diatasi, asalkan Indonesia mau berusaha memperbaiki sistem pertaniannya sesuai dengan kemajuan zaman. Agar Indonesia juga mampu mencukupi kebutuhan pangannya hingga masa depan.

Peranan Generasi Zaman Kiwari terhadap Modernisasi Pertanian Era Revolusi Industri 4.0

Prediksi kebutuhan pangan yang semakin meningkat di masa depan, diiringi penyempitan lahan pertanian, sudah pasti akan menyebabkan problematika tersendiri. Belum lagi minat generasi milenial terhadap bidang pertanian semakin berkurang. 

Gernerasi milenial lebih tertarik terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan dunia digital dan kurang tertarik terhadap pekerjaan fisik yang menguras tenaga seperti petani tradisional. Oleh karena itu, diperlukan sebuah gebrakan untuk mengubah cara kerja para petani. Secara tidak langsung, otomatis diperlukan peran serta para generasi milenial itu sendiri.

Seiring perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0 ini, mulai dikembangkan beragam peralatan canggih dan pintar yang berbasis robotik,  internet of things (IoT), dan artificial intelegence. Semua lini kehidupan, baik itu yang bersinggungan langsung dengan manusia ataupun makhluk hidup lainnya sudah didigitalisasi. Tak ketinggalan, digitalisasi di sektor pertanian juga telah dilaksanakan. 

Adanya digitalisasi pertanian yang disebut sebagai smart farming ini, gunanya untuk membantu mempermudah dan memperlancar seluruh proses pertanian dari produksinya hingga pemasarannya.

Di bagian inilah generasi zaman kiwari atau yang lebih trend dengan sebutan generasi milenial ini memegang peranannya. Mereka yang lebih ahli menciptakan peralatan pertanian yang modern dan berbasis digital. 

Mereka pula yang sanggup mensosialisasikan secara cepat dan tepat kepada para petani serta kepada sesama generasi milenial. Yaitu tentang cara-cara baru untuk menggunakan peralatan modern yang telah diciptakan tersebut.

Jika memungkinkan, seharusnya mereka juga mampu membuat sebuah lahan yang bisa memproduksi lebih banyak dari biasanya. Bahkan bisa juga dengan memanfaatkan tempat-tempat di perkotaan sebagai lahan pertanian. Jadi tidak harus bercocok tanam di sawah. Akan lebih bagus kalau bercocok tanam bisa dilakukan di lahan manapun dan kapanpun.

Sebab tanpa adanya uluran tangan dari para generasi masa kini, sudah pasti para petani tradisional akan tetap mengalami kesulitan melawan derasnya arus modernisasi. Para generasi milenial yang kurang tanggap terhadap "warisan sawah" orang tuanya juga dipastikan akan menjual aset tersebut. Sehingga diprediksikan semakin banyak sawah yang dijual dan digantikan keberadaannya oleh bangunan baru.

Perwujudan Smart Farming di Era Revolusi Industri 4.0

1. Peluncuran aplikasi digital untuk pertanian yang bisa diakses melalui smartphone

Sebelum memulai proses menanam tanaman, pasti akan ada perencanaan dan prediksi dari petani. Perencanaan ini meliputi prediksi hasil panen beserta kemungkinan risikonya, ketahanan tanaman terhadap cuaca, adanya serangan hama, serta penggunaan peralatan untuk operasional. Kesemuanya ini bisa saja dipersiapkan hanya melalui genggaman. Yaitu dengan adanya aplikasi tertentu yang dapat memberikan gambaran dari proses perencanaan tersebut.

Akan sangat efektif seandainya para petani di ladang musiman dapat mengakses aplikasi ini untuk meningkatkan hasil panen di setiap periodenya. Dengan bantuan pengadaan peralatan atau pengajuan bantuan melalui aplikasi digital misalnya. 

Dimana awalnya hanya bisa memanen sekali setiap tahun, kini bisa menjadi dua kali per tahunnya karena tersedianya peralatan yang modern dan memadai.

Bisa juga dibuat aplikasi seperti e-commerce untuk kalangan petani. Sebuah aplikasi yang bisa membantu para petani untuk berbelanja bibit unggul, pestisida, atau pupuk tanaman. Tidak hanya itu, aplikasi ini diharapkan juga mampu memfasilitasi petani untuk mendistribusikan hasil panennya. 

Agar bisa memangkas sistem jual beli yang bisa merugikan, contohnya sistem ijon. Dimana padi dibeli sebelum waktunya, dan diambil oleh pembeli setelah siap panen. Atau petani melakukan kredit dan membayarnya sengan hasil panen atau produksi berdasarkan harga jual yang rendah. Sistem ini hanya menguntungkan salah satu pihak. Sedangkan pihak petani banyak dirugikan.

Dilansir dari ristekdikti.go.id, ada salah satu contoh inovasi digital di bidang pertanian yaitu digicop. Digicop merupakan aplikasi digital yang sedang dikembangkan sistemnya oleh Institut Teknologi Bandung. Digicop berupa gadget bersistem android yang secara gratis dibagi kepada konsumen dengan hanya menjadi anggota koperasi. Untuk kemudian, keanggotaannya dapat dikembangkan secara integratif dengan sistem ini.


sumber: freepict.com/di olah oleh penulis
sumber: freepict.com/di olah oleh penulis

2. Digitalisasi sarana dan prasarana pertanian

Sarana dan prasarana di sini bisa menyangkut penggunaan peralatan pertanian yang berkualitas tinggi dan sudah didigitalisasi. Sehingga peralatan ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan panen yang maksimal pula. Karena peralatan yang kurang bagus bisa saja berdampak pada hasil panennya. Misalnya bisa mempengaruhi kualitas padi, atau mempengaruhi kuantitasnya. 

Sebab padi bisa rusak dan hancur kalau peralatan yang digunakan tidak tepat. Atau bisa juga menyisakan banyak gabah (sebutan padi yang tidak tergiling sempurna).

Penggunaan IoT pada peralatan pertanian, bisa dimulai dari penggunaan traktor. Sepengetahuan saya, ada produsen mesin dari Amerika Serikat yang sudah berhasil menghubungkan IoT dengan mesin pertanian. Dengan digitalisasi dan otomatisasi mesin pertanian, maka akan diketahui kebutuhan bahan bakarnya, serta waktu yang tepat untuk membajak sawah. 

Cara ini bisa lebih efektif dan efisien apabila digunakan untuk meningkatkan hasil pertanian. Selain terpasang di mesin, petani pun bisa memantau pertaniannya melalui aplikasi canggih yang dapat dipakai oleh pelanggannya. 

Petani juga tetap dapat  menjalankan operasional pertanian dari layar smartphone. Jadi di Revolusi Industri 4.0 ini, pekerjaan tani bukan lagi pekerjaan yang menguras tenaga, tapi pekerjaan ini sudah beralih kepada robot yang terhubung internet.

Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan peralatan digital untuk mendeteksi hama dan beberapa kontaminasi eksternal. Pengumpulan data seperti kelembaban udara, temperatur, dan kadar keasaman tanah dapat membantu petani terutama petani organik dalam memonitor lahan pertaniannya. 

Pemasangan wireless CCTV dengan solar panel di beberapa titik di lahan pertanian bisa diterapkan. Akan tetapi, solusi ini membutuhkan biaya yang cukup besar untuk ukuran petani Indonesia. Sebab biaya penyediaan perangkatnya juga lumayan mahal.

Contoh lainnya adalah penggunaan Agri Drone Sprayer untuk menyemprot pestisida serta pupuk cair. Penggunaan alat ini bisa meratakan penyemprotan pestisida dan pupuk terhadap tanaman. Selain itu, ditambah penggunaan Drone Surveillance, pemetaan lahan juga bisa dilakukan. Dari hasil pemetaan ini nantinya, petani bisa mengetahui kondisi tanaman di lahan mereka.

Pemanfaatan Internet of Things untuk lahan pertanian (Gambar Shutterstock)
Pemanfaatan Internet of Things untuk lahan pertanian (Gambar Shutterstock)

Lalu untuk  membantu petani dalam memantau kondisi tanaman, bisa memakai sensor tanah dan cuaca. Petani bisa mengetahui kelembapan udara dan tanah, suhu, pH tanah, kadar air, hingga estimasi masa panen melalui sensor ini. Sangat membantu kan?

Dengan memanfaatkan sistem yang sudah terintegrasi dengan aplikasi berbasis android RiTx ini, peringatan dini akan diterima petani jika terjadi anomali terhadap kondisi lahan mereka. Artinya, segala keanehan, kejanggalan, dan ketidakberesan pada lahan pertanian bisa sesegera mungkin dideteksi untuk kemudian diatasi. 

Selain itu, petani juga akan mendapatkan rekomendasi jalan keluar, demi mencegah terjadinya kerusakan terhadap lahan dan tanaman mereka. Cara ini sudah diterapkan di Kabupaten Situbondo, bertepatan dengan Hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September 2018 lalu.

Itulah beberapa perwujudan dari smart farming di Indonesia. Ada yang sudah mulai diterapkan, ada pula yang masih diangan-angan. Bagaimanapun juga, penting bagi pihak pemerintah untuk mempertahankan Indonesia sebagai negara yang mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya. Tentunya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital di era Revolusi Industri 4.0 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun