Kemajuan teknologi digital dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin mempercepat perubahan dalam sektor ekonomi global, termasuk di Indonesia. Penggunaan teknologi ini berdampak besar pada peningkatan produktivitas berbagai industri, namun di sisi lain juga memunculkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lapangan pekerjaan. Artikel ini akan mengeksplorasi dampak dari digitalisasi dan AI terhadap ekonomi Indonesia, serta bagaimana tantangan dan peluang yang ada dapat diatasi.
Peran Digitalisasi dan AI dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Teknologi digital dan AI memiliki kontribusi signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya di sektor e-commerce, teknologi finansial (fintech), logistik, dan manufaktur. Berdasarkan laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2022, proyeksi nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 146 miliar pada tahun 2025, dengan sektor e-commerce dan fintech sebagai motor penggeraknya. Â
Di industri manufaktur, penerapan AI memungkinkan otomatisasi yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kesalahan manusia. Sebagai contoh, PT Astra International sudah mulai menerapkan teknologi AI dalam proses produksi mereka guna meningkatkan mutu produk dan efisiensi produksi. Â Sementara itu, di sektor keuangan, perusahaan fintech seperti Gojek dan OVO menggunakan teknologi AI untuk memproses transaksi keuangan secara cepat dan akurat, sekaligus membantu manajemen risiko dengan lebih baik.
Meskipun demikian, di balik manfaat produktivitas tersebut, teknologi AI juga mengancam keberlangsungan pekerjaan di beberapa sektor, terutama yang memiliki aktivitas repetitif yang mudah diotomatisasi.
Dampak terhadap Tenaga Kerja: Ancaman atau Peluang?
Salah satu dampak yang paling terasa dari implementasi digitalisasi dan AI adalah pada sektor tenaga kerja. Berdasarkan laporan dari World Economic Forum (WEF), sekitar 23 juta pekerjaan di seluruh dunia diperkirakan akan tergantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030, termasuk di Indonesia. Â Di Indonesia sendiri, pekerjaan yang berisiko tergantikan oleh teknologi otomatisasi antara lain kasir, operator mesin, dan petugas administrasi.
Contoh nyata dari penerapan otomatisasi adalah penggunaan mesin self-checkout di sejumlah supermarket besar di Indonesia, yang mengurangi kebutuhan tenaga kasir secara signifikan. Di sektor manufaktur, penggunaan robot di industri tekstil dan otomotif juga memangkas jumlah pekerja yang sebelumnya mengerjakan tugas-tugas manual. Â
Namun, tak semua sektor akan mengalami penurunan kesempatan kerja. AI juga menciptakan peluang baru bagi pekerjaan yang membutuhkan keterampilan digital. Profesi seperti pengembang perangkat lunak, analis data, dan spesialis kecerdasan buatan menjadi semakin dibutuhkan. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, Indonesia akan membutuhkan lebih dari 9 juta tenaga kerja yang memiliki keterampilan di bidang teknologi informasi hingga tahun 2030. Â
Tantangan dan Tanggung Jawab Pemerintah serta Pendidikan
Menghadapi era otomatisasi, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah dan sektor pendidikan adalah mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang relevan. Investasi pada pendidikan serta pelatihan ulang (reskilling) harus ditingkatkan agar pekerja Indonesia siap menghadapi tuntutan baru di dunia kerja yang semakin terdigitalisasi.