Mohon tunggu...
Amini Farida
Amini Farida Mohon Tunggu... Guru - Kepala SMP Negeri 10 Kota Madiun

Eyang yang suka menulis berniat semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Cinta Ibu

14 Mei 2024   09:46 Diperbarui: 14 Mei 2024   10:01 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

    Aku tak dapat berkata-kata lagi tentangmu,hanya menangis mengingatmu tak lelah mendoakanmu.Terkadang aku masih iri kepada ibu-ibu yang masih memiliki orang tua,kau telah dipanggilNya tanpa sekalipun aku mampu membalasmu,meski hanya sekedar menggosok minyak angin.

 Terbayang masa kecilku, engkau wanita perkasa selalu siap  menaklukkan segala kesulitan apapun yang mendera.Seorang guru SD beranak 6 orang,dengan bayaran yang sangat minim,namun telah mampu mendidik kami semua dengan baik InsyaAllah menjadi insan berguna.

  Kebaikanmu ibu baru kupahami saat aku sudah berpredikat menjadi ibu yang jauh belum bisa sepertimu,aku masih sering marah, sering gampang sedih bahkan merana dengan masalah-masalah kecil.Kadang aku ingat engkau ajari aku menghadapinya cukup EGP bisa diabaikan dengan berpikir positif mengucap syukur sepertimu.

    Ibu perempuan sholikhah,selalu bergerak dari bangun pagi hingga malam,ada saja yang kau kerjakan.Ibu,engkau kebanggaan dan panutan kami.Santun berbalu bahasa nan lembut kalimatmu penuh bahasa kasih yang mampu  menjalin komunikasi yang baik dengan siapapun.Senyummu selalu hadir menyejukkan kalbu,segala kejadian yang membuatku sedih dengan kalimat bijakmu.

  Kekaguman itu semakin nyata kala engkau telah terbujur kaku pada  hari itu,Kamis 6 Desember 2007 sungguh pentakziah datang dari kerabat berbagai desa dan kota sampai berminggu-minggu lamanya .Semua yang datang hadir membawa bawaan yang bisa untuk kembali untuk memuliakan tamu,kau tak pernah  merepotkan.Semua telah siap rizki itu telah dihadirkan Tuhan untuk membuktikan kau adalah pahlawan kami.

    Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu ibu,  kau adalah manajer rumah tangga tak terkalahkan.Kuingat kala kecil saatnya musim kacang panjang seminggu atau bahkan berminggu-minggu sayur kacang tetap terhidang cerdas dengan bumbu dan campuran yang selalu kau ganti.

        Kau juga  aktif  belajar  dengan banyak membaca karya dharma koran masa kecilku , sehingga mampu kau mengikuti perkembangan anak-anakmu.Anak-anakmu pun kini  suka membaca dan menulis,buah ajaranmu.

  Kuingat ketika  remaja kau mengajariku bagaimana jadi perempuan yang bermartabat.Perempuan tak boleh mendatangi rumah   lawan jenis, tak boleh menerima pemberian laki-laki, karena di belakang hari pasti bermasalah.Perempuan  harus cerdas mampu berkarya,maka rupiah akan tergenggam sendiri,hanya ibulah orang pertama yang mengetahui tentang aku.

   Kini aku harus lanjutkan kebaikanmu,berbagi ilmu,menghargai orang lain,mengalah pada orang yang tinggi hati.Biarlah Allah Maha Tahu apa yang tidak nampak sekalipun.Semua kebaikan yang ditanam akan kembali pada kita.

    Ibu, apapun kau lakukan demi keluarga demi pendidikan kami, namun hatimu  tetap teduh  menyandarkan  pada Ilahi.Kini kan kuingat  nasehatmu ijasahku adalah diriku, berharga tinggi atau sebaliknya diukur dari ucapan,perilaku dan karyaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun