Mohon tunggu...
Muhammad Amin Arqi
Muhammad Amin Arqi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput : Karakteristik Orientasi Perilaku Para Pemilih

25 Desember 2015   13:00 Diperbarui: 25 Desember 2015   13:08 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum di Indonesia diwarnai dengan banyaknya angka golput (tidak menggunakan hak suaranya saat pemilihan umum). Berdasarkan data KPU pada pemilu 2014, tercatat 24,89% masyarakat Indonesia tidak menggunakan hak suaranya. Pilkada Kabupaten Malangpun menunjukkan banyaknya angka golput masyarakat yaitu mencapai 56,63%. Hal ini menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilu yang dilakukan.

Lalu siapakah yang dimaksud dengan pemilih? Apakah masyarakat dengan kesadaran politik yang tinggi? Apakah masyarakat dari kelompok mayoritas? Apakah masyarakat yang sehat secara jasmani atau kejiwaan atau bahkan masyarakat yang sehat dalam arti keduanya?

Secara umum, masyarakat yang boleh berpartisipasi dalam pemilu dimulai dari usia 17 tahun atau sudah/pernah menikah. Masyarakat pada kategori ini di sebut sebagai pemilih pemula. Selain itu, masyarakat yang berpartisipasi dalam pemilu juga merupakan masyarakat umum yang secara kejiwaan tidak terganggu. Pasien rumah sakit misalnya, mereka masih dapat memilih dengan diadakannya TPS di rumah sakit. Dengan demikian, pasien rumah sakit atau setidaknya masyarakat yang sakit secara jasmani masih dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Akan tetapi, masyarakat dengan gangguan kejiwaan bukan merupakan partisipan dalam pemilihan umum, karena mereka tidak memiliki hak memilih.

Perilaku golput ini sendiri disebabkan oleh orientasi perilaku para pemilih. Secara umum, orientasi perilaku pemilih memiliki 3 karakteristik, yaitu

  1. Apatis, yaitu tidak adanya minat terhadap persoalan politik masyarakat. Hal ini dapat disebakan karena rendahnya sosialisasi politik kepada masyarakat.
  2. Anomi, menunjukkan perasaan tidak berguna atau memandang aktivitas politik sebagai sesuatu yang sia-sia.
  3. Alienasi, yaitu perasaan keterasingan secara aktif, pemerintah dianggap tidak memiliki pengaruh baik terhadap kebhidupan seseorang.

 

 

Sumber : Chusniyah, Tutut. 2014. Buku Ajar Psikologi Politik. Malang : Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun