Mohon tunggu...
Money

Wastini, Guru PAUD yang Jeli Lihat Potensi Susu Kedelai

17 Juni 2017   15:21 Diperbarui: 17 Juni 2017   15:23 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Facebook FEED Mobile

Protein adalah salah satu nutrisi yang dibutuhkan tubuh setiap hari. Manfaatnya seperti membentuk otot, mengganti sel yang rusak, baik untuk pertumbuhan, menjaga tulang tetap kuat, dan masih banyak lagi menjadikan protein sebagai nutrisi wajib yang dikonsumsi semua orang baik anak-anak, remaja, dewasa, dan manula.

Banyak makanan mengandung protein tinggi seperti tahu, tempe, dada ayam, udang, susu sapi, dan susu kedelai. Namun, sering kali masyarakat tidak bisa merasakan manfaat protein dalam makanan karena kandungannya telah berkurang pada saat mengolah makanan. Meskipun demikian masyarakat memilih susu sapi dan susu kedelai untuk menjadi sumber protein. Meskipun demikian, harga susu sapi yang cukup tinggi membuat tidak semua kalangan mampu membelinya.

Untuk menjaga kesehatan, banyak masyarakat kalangan menengah ke bawah akhirnya mengonsumsi susu kedelai karena harganya yang relatif terjangkau. Oleh karena itu, baik di mini market, super market, dan di warung-warung pinggir jalan, kita tidak jarang melihat susu kedelai diperjualbelikan.

Kebutuhan akan susu kedelai ini pun menjadi peluang bisnis yang cukup menjanjikan dan membuat para pengusaha baik mikro maupun menengah berlomba untuk memproduksinya, salah satunya Wastini (32) asal Desa Cikedung Lor, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Wanita yang juga berprofesi sebagai guru PAUD ini sudah memproduksi susu kedelai selama kurang lebih tiga tahun.

Membuat dengan peralatan sederhana, Wastini mulai membuat susu kedelai dari pukul 03.00 – 6.30 WIB. Dia pun membuat varian rasa untuk menarik minat pembeli seperti rasa jahe, strawberry, melon, coklat, dan vanilla. Setelah itu, Wastini pergi berkeliling untuk menitipkan hasil produksinya di warung-warung sekitar permukimannya. Dari hasil menjual susu kedelai, Wastini mengaku bisa meraup untuk bersih sekitar Rp 2.800.000 per bulannya.

Namun, dalam menjalankan usahanya, Wastini masih memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah alat produksi berupa blender sederhana yang kemampuan mesinnya terbatas dan cepat panas. Alhasil, Wastini pun mau tidak mau harus mengistirahatkan blender tersebut beberapa saat untuk mengembalikan performa mesin. Hal itu membuat waktu produksi menjadi terganggu dan tidak efisien. Selain itu, kemasan susu kedelai yang hanya dibungkus plastik kiloan membuat susu tersebut tidak tahan lama dan kurang menarik untuk dilihat. Satu lagi masalah penting yang kerap dihadapi Wastini adalah tata cara keuangan yang kurang baik.

Hal itu pun membuat diri Wastini merasa tertantang dan tidak pernah jumawa dari hasil pencapaiannya selama ini. Setelah berdiskusi dengan beberapa pihak terkait masalah yang dihadapinya, salah satunya LSM Bangkir Pelabuhan (Bapel), Wastini disarankan untuk mengikuti pelatihan Program FEED Mobile tentang pengelolaan keuangan yang dibuat oleh Citi Indonesia yang bermitra dengan Mercy Corps Indonesia.

Setelah mengikuti pelatihan dari FEED Mobile, Wastini sudah bisa mengelola keuangannya dengan baik dan memisahkan antara pengeluaran pribadi dengan pengeluaran usaha serta mencatat detailnya dengan baik.

“Saya mulai menabung sejak mengikuti pelatihan pengaturan keuangan, karena saya merasa tabungan sangat penting bagi masa depan anak saya, di sana saya juga jadi tau soal pentingnya kemasan yang baik seperti apa, namun saat ini saya masih kurang info bagaimana bentuk kemasan yang baik untuk produk susu keledai ini,” ujar Wastini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun