Ketika membuka mata dipagi hari, kulihat bunda tercinta tengah sibuk di dapur. Kelihatannya beliau sedang menyiapkan sarapan pagi. Sebentar kemudian suara lembutnya terdengar memanggil nama ke enam anaknya, untuk datang ke meja makan. Termasuk juga aku.
Tengah hari saat pulang sekolah, bunda sudah menunggu kedatangan kami di depan pintu, lengkap dengan senyum manisnya. Diusapnya peluh dikening kami sembari mendaratkan kecupan sayang. Tak lupa juga terucap sederetan kata-kata penyemangat dan motifasi, agar kami rajin belajar serta jadi anak yang baik.
Menjelang senja saat kami tengah asyik bermain di halaman rumah, dari balik tirai jendela, ekor mataku menatap sosok ibu yang tengah sibuk membersihkan rumah. Menyapu ruangan demi ruangan. Semua itu dilakukan seorang diri. Tanpa pembantu atau yang sejenisnya. Kamipun yang ketika itu masih kanak-kanak, mana tahu soal itu. Yang ada dibenak kami cuma bermain, bermain dan bermain lagi.
Biasanya setelah sholat mahgrib, kami berkumpul kembali di meja makan untuk makan malam bersama. Baru disitu kulihat ada sedikit peluh dikening ibu. Gurat kelelahan jelas tidak mungkin lagi dia tutup-tutupi atau disembunyikan. Meskipun begitu, masih tersembul senyum manis dibibirnya buat keluarga tercinta.
Malam hari bunda tak lupa mengontrol kesemua peri dan malaikat kecilnya, untuk memastikan bahwa mereka sudah tidur dan terlelap di tempat tidurnya masing-masing. Setelah itu barulah tak terdengar lagi suara sandal bunda yang beradu dengan lantai….srek srek sreeekk. Sudah bisa dipastikan beliau tertidur kelelahan. Hampir setiap hari rutinitas seperti itu beliau lakukan, tanpa ada kata lelah atau keluh kesah. Bahkan dalam kondisi sakitpun beliau masih penuh perhatian dengan keluarga tercinta, meskipun hanya lewat sapaan….”Sudah makan?” Ah, ibu….so sweet banget.
Sekarang setelah aku dewasa, barulah mengerti apa arti jerih payah seorang bunda. Keluarga adalah sebuah pengabdian bagi seorang ibu, begitu tutur beliau bijaksana. Aku sempat meneteskan air mata mendengar curahan hati bunda. Trenyuh banget rasanya. Sebab aku tahu, ada ribuan makna yang terkandung dalam kalimat singkatnya tadi. Sebuah kemuliaan hati.
Beliau tidak perlu menjabarkan panjang lebar, untuk mengartikan makna totalitas seorang ibu bagi keluarganya. Bunda juga tidak butuh tanda terimakasih, untuk membalas semua peluhnya. Karena bagi bunda, semua itu adalah bentuk pengabdian. Sungguh mulia.
Aku mungkin tidak bisa sesempurna bunda dalam menjalankan peranku sebagai seorang ibu, bagi keluarga dan anak-anakku. Tapi paling tidak, banyak hal yang mampu menginspirasiku, untuk jadi yang terbaik buat keluarga kecilku. Inspirasi itu semuanya datang lewat keseharian sosok sederhana yang bernama ibu. Bundaku.
Andai saja sang waktu bisa diputar ulang, ingin rasanya ku abadikan semua peluk, cium dan seyuman manis bunda, sebagai kenangan sepanjang jaman. Juga sebagai pengingat bahwa, keluarga adalah sebuah pengabdian bagi seorang ibu. Hmmm, bunda….terimakasih untuk semua inspirasi itu.
@HIT Terinspirasi Ibu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H