Mohon tunggu...
AMINAH SURABAYA
AMINAH SURABAYA Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Dengan menulis sesungguhnya kita diberi banyak kesempatan untuk belajar tentang hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia, Dulu dan Sekarang

29 Agustus 2014   14:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:11 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

#BERBAGI INSPIRASI

Selama 350 tahun Indonesia dibawah penindasan kolonial Belanda, berbagai macam pelanggaran HAM dirasakan rakyat Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Tidak hanya kekejaman secara fisik saja. Tapi rakyat Indonesia juga mendapatkan penindasan secara mental. Dari tingkatan yang paling ringan sampai pada level intimidasi berat.

Dalam teorinya, jika manusia sudah merasa terdesak dan terancam keberadaannya, maka secara otomatis dia akan melakukan perlawananuntuk mempertahankan eksistensinya. Begitu juga halnya dengan bangsa Indonesia ketika itu. Perlakuan semena-mena dari para kolonial yang nota bene hanyalah pendatang, membuat rakyat Indonesia merasa berang dan akhirnya angkat senjata. Mulai perang secara gerilya sampai pertempuran secara terbuka.

Ketika Indonesia berhasil memperoleh kemerdekaannya di tahun 1945 setelah sempat mengenyam penindasan dari bangsa Jepang, membuat bangsa Indonesia benar-benar menghargai arti sebuah kemerdekaan. Nilai-nilai kerja keras, gotong rotong dan kebersamaan, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu tinggi pada waktu itu. Sebab hanya dengan kerja keras, gotong royong dan kebersamaanlah yang membuat bangsa Indonesia mampu mengibarkan bendera kemerdekaannya.

Memasuki masa kepemimpinan ‘lokal’, Indonesia seakan mencari bentuk dan jati dirinya. Jatuh bangunnya versi-versi kepemimpinan dan pemerintahan ketika itu, membuat kita sadar bahwa mengelola sebuah negara yang merdeka tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Akan selalu terjadi benturan-benturan dan gesekan-gesekan kepentingan, antara satu kepala dengan kepala lainnya. Hal itu ditandai dengan terjadinya serangkaian pemberontakan dari golongan-golongan atau kelompok-kelompok tertentu, yang merasa tidak terakomodir pendapat dan kepentingannya. Padahal dulunya mereka merasa ikut berkorban dan sama-sama berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Saat memasuki orde baru dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membuat bangsa Indonesia seolah terhipnotis dengan pencapaian-pencapain besar yang mampu diraih bangsa ini ketika itu. Bahkan serangkain pengakuan-pengakuan yang mengalir dari dunia luar, membuat kapal besar yang bernama Indonesia, berlayar dengan tenangnya di lautan lepas. Sampai-sampai tanpa disadari masa orde baru sudah menancapkan kuku-kuku pemerintahannya di republik ini, selama kurang lebih 30 tahun.

Terungkapnya berbagai macam kebobrokan pemerintahan masa orde baru ditambah lagi dengan ketimpangan-ketimpangan sosial yang muncul dalam kurun waktu tersebut, membuat rakyat Indonesia kembali merasa tertindas. Dengan embel-embel rasa tidak puas dan ingin mencari keadilan atas arogansi pemerintahan yang berkuasa saat itu, kembali mendorong terjadinya pergolakan dan perlawanan dari rakyat Indonesia yang waktu itu dimotori oleh kaum intelektualnya. Peristiwa lengsernya rezim Soeharto tahun 1998 membuat era demokrasi seperti sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya. Terjadi perubahan besar-besaran secara drastis dan luar biasa ketika itu. Semuanya menggunakan bendera demokrasi untuk mengangkut kepentingan pribadinya masing-masing. Sebab ketika itu hanya kendaraan demokrasilah yang boleh lewat dan melintasdi bumi Indonesia.

Ternyata bergulirnya perkembangan dan kemajuan jaman, juga membuat rakyat Indonesia mengalami perubahan besar di berbagai sisi kehidupan. Pola-pola pemikiran baru yang lahir dari adanya sebuah perkembangan dan kemajuan jaman, membuat bangsa Indonesia kembali mencari bentuk dan jati dirinya. Bangsa Indonesia mulai melirik ‘pakaian kebesaran’ bangsa lain, yang mungkin cocok dan pantas ia kenakan. Padahal sebenarnya ada sebuah konsekuensi tersendiri dari ‘pakaian kebesaran’ negara lain tersebut, jika hendak kita kenakan dibumi pertiwi.

Setelah runtuhnya kerajaan orde baru, kemudian munculah era Habibie, Gus Dur, Megawati, sampai pada pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekarang ini. Bagaimana wajah Indonesia di era demokrasi sekarang ini?

Seperti dua sisi mata uang. Selalu saja ada dampak baik dan buruk di dalamnya. Begitu juga halnya dengan era demokrasi sekarang ini. Dengan dalil ingin menegakkan demokrasi, kadang orang justru melakukan sesuatu yang mencederai makna demokrasi itu sendiri. Bahkan takaran demokrasi di Indonesia sekarang ini sudah kebablasan dan melampaui ambang batas kepatutan. Munculnya pemikiran-pemikiran sekuler, fahan-faham jihat yang salah kaprah dan sederetan teori-teori konyol lainnya yang sesungguhnya tidak sesuai dengan jiwa pancasila sebagai falsafah negara, membuat wajah Indonesia sekarang ini terlihat carut marut.

Secara fisik bangsa Indonesia memang sudah merdeka selama 69 tahun. Namun secara mental dan kejiwaan masih terbelenggu oleh tirani kolonial versi baru. Bukankah secara ekonomi Indonesia masih disetir oleh negara lain? Berbagai macam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara terang-terangan maupun tidak, selalu membawa muatan dan kepentingan negara asing.

Serangkaian tindakan-tindakan anarkhis yang tejadi di Indonesia sejak peristiwa Semanggi, bom Bali atau di tempat lain, perang Poso dan Ambon, serta sederetan peristiwa-peristiwa miris lainnya, membuat kita tersadar kalau sekarang ini sudah terjadi pergeseran nilai di masyarakat kita yang majemuk ini. Berbagai macam tindak kejahatan seperti kasus pencucian uang, korupsi (baik secara perorangan maupun sudah terstruktur) dan permainan-permainan politik lainnya, membuat bangsa ini seolah sudah kehilangan jati dirinya. Sudah tidak ada lagi budaya malu. Tidak ada lagi tepo sliro. Brutalisme dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk menyalurkan aspirasi. Mulai berlakulah hukum rimba. Yang benar bisa divonis salah. Begitu juga sebaliknya.

Sesungguhnya Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan dan kepercayaan. Tidak ada lagi sosok dan figur yang bisa jadi contoh serta benar-benar jadi panutan. Berbagai macam kepentingan politik saling berbenturan, tentu dengan keinginan untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya sendiri-sendiri. Maka tak heran jika para wakil rakyat yang seharusnya menjadi pelindung dan corong bagi rakyat, justru menjadi monster yang memangsa rakyatnya sendiri.

Sudah sakitkah bangsa Indonesia sekarang ini? Jawabannya tentu saja iya. Seberapa parah? Semuanya tergantung pada seserius apa bangsa Indonesia ingin berobat, untuk menyembuhkan penyakit kronisnya. Kembali dibutuhkan kerja keras, gotong royong dan kebersamaan dari seluruh komponen bangsa, untuk memperbaiki carut marutnya wajah bangsa Indonesia ini. Diperlukan kesadaran dari berbagai fihak untuk menanggalkan kepentingan dan ambisi kelompoknya, demi Indonesia yang lebih baik.

Harus ada keinginan kuat dari kita semua, untuk memutus mata rantai feodalisme dalam berbagai versi (peninggalan dari kaum kolonial dulu), yang masih melekat dibenak kita. Disadari atau tidak, rekam jejak peristiwa masa lalu ikut memberi warna pada kepribadian bangsa Indonesia sekarang ini. Apalagi proses kejadiannya berlangsung cukup lama dan sudah bergulir dari generasi ke generasi.Proses pengulangan-pengulangan kembali berbagai macam kondisi dan kejadian yang sama hanya dalam cover baru, seharusnya menyadarkan kita bahwa sebenarnya ada yang salah dan perlu diperbaiki dengan bangsa ini.

Mau dibawa kemana Indonesia nantinya, tentu menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa ini untuk menjawab dan menentukan arahnya. INDONESIA, DULU DAN SEKARANG…persis seperti sebuah gadget yang hanya berganti casing luarnya saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun