Apakah aku harus membenci pagi
Setelah aku membenci malam yang membuat aku menggigil
apakah aku akan membenci pagi yang menghangatkan tubuhku?
setelah melihat daun-daun berguguran karena ulahmu
setelah aku melihat ranting-ranting tak lagi bercabang dan patah
masihkan ada sisa catatan yang tak hanyut oleh guyuran hujan semalam
atau masihkah ada daun gugur yang berembun itu
lantas apa yang aku perbuat?
Purwokerto, 1 April 2012.
Siapa aku ini
Lantas siapa aku ini,
bersembunyi dalam ragaku
Tertawa dengan kerasnya,
menangis tersedu-sedu
mungkin aku akan tahu setelah aku tak
bersembunyi dalam ragaku ini.
Purwokerto 1 April 2012.
Sajak di pagi hari
Pagi ini kusematkan sajak-sajak di daun gugur itu,
di hiasi embun,
dan bumi yang basah oleh keringat-keringatmu
pagi ini kusematkan sajak-sajak di daun gugur itu,
diantara kebisuanmu
diantara bibirmu yang setengah berucap
Purwokerto, 1 April 2012.
Memahami
Lagi-lagi kau membisu, membatu
padahal sudah kuberi sajak untuk pagimu ini
mungkin sajak yang kuracik tak seenak racikanya
maaf tapi aku bukan dia,
aku punya cara sendiri untuk menghidangkan
jika dia biasa menghidangkan sajak di batu,
aku akan menghidangkan di atas air
tapi kau tak suka air,
karena seringkalai kau menggigil karenanya,
tapi aku ingin kau bisa merasakan hangat setelah dingin
membekukan tubuhmu
biar kau tahu siapa aku ini.
Purwokerto, 1 April 2012.
Memoar Januari
Bukankah malam itu kita sama-sama terbangun,
di pertiga malam purnama yang ganjil
kau cium aku disujudmu
dan kau gelar sajadah di dadamu
kau bilang agar aku bisa memeluk malam-malam selanjutnya
bersama dawai yang di mainkan doa-doa yang keluar di mulut kau-aku.
Purwokerto, 1 April 2012.
Apa yang kau tawarkan pada malam
Apa yang kau tawarkan pada malam
bulan-bulan yang telanjang yang sembunyi di balik awan hitam
apa kau persembanhkan ciuman-ciuman padanya
atau kau titipkan lewat daun yang meliuk karena disapu angin
atau kau hanya diam layaknya bongkahan batu yang
kau ambil di kali
yang digali dengan jemarimu sendiri
Purwokerto, 1 April 2012.
Tak lagi indah
Matahari masih telanjang di langit,
panasnya melayukan bunga-bunga yang kau tanam didadaku,
tak lagi seindah mekarnya di purnama yang ketujuh
tatkala saat itu bulan bertelanjang dada
di atas hamparan langit yang tak berbatas
Purwokerto, 1 April 2012.
Apa lagi yang kau inginkan
Setelah senja terlukis di matamu
apakah yang kau pinta dari riak-riak pantai itu
atau ciuman ombak di bibir pantai
yang menyeretmu untuk berdendang dengan ombak
lihatlah betapa waktu telah tumpul
karena senja yang kau pinta
telah ada di matamu bersama dengan butiran pasir
tapi sepertinya kau tak menyapa
lantas apa kau tak punya cermin untuk kau renungkan
siapa kau-aku?
Purwokerto, 1 April 2012.
Hujan yang menjawab
langit mulai mengadili awan-awan yang kelabu
dan awan mulai menjawab pertanyaan di ajukan angin
dengan guyuran hujan yang menghantam bumi
lantas apa yang aku perbuat?
haruskah aku menghentikan hujan itu,
jika memang kau takut hujan
dan kau memang seringkalai menggigil karenanya
lantas apa yang kau perbuat?
Purwokerto, 1 April 2012.
Tak mampu
Aku tak mampu menghentikan waktu
yang sedang kau setubuhi setiap detiknya
dan kadang itu membuatku iri,
karena aku bukan waktu yang selalu ada bersamamu,
kau peluk dalam dinginya malam,
kau sapa dalam hangatnya mentari
dan kau cumbu bersama senja
aku hanya bisa terdiam dan menahan nafas yang tertahan
Purwokerto, 1 April 2012.
Hanya sajak kuberi
mungkin hanya sajak yang menjadi tanda cintaku
karena aku tak mampu berikan setangkai mawar yang kau damba,
hanya doa yang bisa menguatkan batinku,
karena jemariku tak mampu menghangatkan,
karena senyumku tak mampu kau pandang,
karena tatapankupun tak mampu kau tafsirkan
tapi aku yakin,
kau tak tuli, kau bisa merasa
dari sajak-sajak yang kutulis di sajadahku
saat sepertiga malam yang membuat aku membisu,
membuat aku menahan nafas panjangku
meneriakan sajak-sajak yang kutulis untukkmu.
Purwokerto, 1 April 2012.
Perlukah
Perlukah kutulis sajak dengan tuk dimataku disela-sela dedaun yang mulai gugur itu
biar kau tak lagi buta, betapa sabarnya aku menulis sajak-sajak indah itu,
yang kadang disapu angin, kadang diguyur hujan dan kadang diserap oleh panasnya sinar matahari,
mungkin kau tak mampu meraba perasaanku, karena kusadari betapapun aku yang salah.
tak memberi tongkat untuk kau melangkah,
atau kau yang sengaja buta
entahlah.
Purwokerto, 1 April 2012.
Membenci malam
sekarang aku baru sadar
ternyata diriku benar-benar membenci malam
tapi aku tak dapat hentikan waktu
mungkin aku harus menyalakan lampu-lampu didalam dadaku, agar terang seperti layaknya siang.
atau baiknya kumatikan semua cahaya yang ada, bersembunyi dalam selimut dan menutup mata
agar aku tak mampu lagi melihat daun gugur dimalam hari, yang berisikan janji manis, harapan-harapan yang baru aku sadari ternyata itu
kosong
tak bermakna,
atau lebih baik aku menggali tanah yang basah oleh air mata, dengan jemariku lalu kukubur
Purwokerto, 1 April 2012.
Selamat tinggal daun gugur
disepertiga malam aku masih menunggu,
sajak-sajak yang kau tulis sela-sela tidurmu
membangunkanmu dan kau lekas merasa
pohon yang kau tebang kemaren sudah tak berdaun lagi
sudah tak beranting lagi
dan sekarang tak ada daun-daun yang gugur lagi
selamat ttinggal daun gugur
Purwokerto, 2 April 2012.
Daun gugur
disepertiga malam aku masih menunggu
kau terbangun
mencari daun-daun gugur itu,
mengabadikan bahwa masih ada hal yang indah
tentang rasa yang masih mengakar
walaupun sudah kau tebangi.
selama akar-akar cintaku masih ada
pohon itu akan kembali tumbuh, beranting, berdaun dan berbunga
dan suatu saat aku akan menjatuhkan buah itu untukmu
sebagai tanda kasihku
Purwokerto, 2 April 2012.
Hari sekarang
Bukankah sekarangmusim gugur
tapi kenapa kau tak tersenyum
apa yang kau sesali?
kau tak bisa menghentikan musim itu
karena akupun tak mampu hentikan waktu
Purwokerto 2 April 2012.
Fatamorgana
bahagianya bisa menjadi ranjang bagimu
karena setiap malam kau takkan lupa untuk memeluknya
tapi aku hanya sebuah fatamorgana
yang tak tahu siapa dan apa
yang kutahu hanya keabstrakanku bagimu
Purwokerto, 2 April 2012.
Masih ada embun
Mungkin setelah ini masih ada embun yang tersisa
di sela-sela jantungmu,
saat kau terbangun dari rasa bersalahmu
tak perlu menunggu pagi mulai menghangatkan,
karena saat itu,
detik, menit dan jam aku akan hilang
bersama panasnya mentari
Purwoketo, 2 April 2012.
Cukup potretmu saja
jika kau kira aku akan berubah
cukup potretku saja yang kau temui
agar rasa kagum dan penasaranku terus mengalir
hingga nanti semua yang kita rasa kemarin, sekarang dan yang akan datang.
setelah hari-hariku habis untuk mengeja nama yang tak kunjung berkhitbah
cukup potretku saja yang kau temui,
jika kau takut kehilangan rasa sayangku
Purwokerto, 2 April 2012.
Waktu
Tak pernah aku berfikir untuk menghentikan malam
walaupun dinginya membekukan perasaanku
tak pernah aku berfikir untuk mengentikan siang
walaupuan kadang panas meluruhkan rasaku
tapi aku tetap tegar walaupun kadang daun-daun gugur di makan musim
Purwokerto, 2 April 2012.
Sajak terindah
mungkin diam itu adalah sajak yang paling indah kau tulis
dengan sunyinya malam
dengan seluruh perasaanmu,
dengan seluruh kebingunganmu
tentang apa yang akan kau tulis
mungkin aku yang tak paham tentang sajak terindahmu
saat bibirmu setengah berucap
saat melihat daun gugur dihatiku
Purwokerto, 2 April 2012.
Akupun diam
terbangun dari tidurku
setelah semalam menagih janji tapi tumpul oleh malam
kulihat inbox pesan singkat darimu
padahal sudah kutis sajak tentang daun gugur
dan sudah kutulis tentang janji tantang sajak diammu
tentang langkah yang kau tempuh untuk mencintaiku
diam
diam
diam
seberapa bertahan kau membatu,
akupun akan diam untuk hal itu
agar kau sadar,
betapa sakitnya karena tak mampu menafsirkan tentang diam
agar kau sadar
semua butuh kehangatan
dan kau rasakan itu
dan kau bisa rasakan sebuah kehilangan
Purwokerto, 2 April 2012.
Menjadi alibi dibibir
Jika diam itu adalah hal yang kau inginkan,
akan kukubur sajak-sajakku di hati
agar kau tak lagi mendengar suara indah sajakku
biarkan suara-suara hujan yang mewakilinya
biarkan daun gugur itu yang menulis sajak untukmu
karena kaupun bisu
kaupun membatu
akupun akan membisu dan membatu
jadailah kita alibi dari bibir-bibir kita
Purwokerto, 2 April 2012.
Masih ada
Tak ada daun gugur lagi
karena semua telah usai
kini tinggal menunggu seberapa tangguh aku
berdaun lalu berbunga langi seperti hari-hari kemaren
walupun sebenarnya aku tak rela daun-daun itu berguguran
di goyahkan oleh angin malam,
diguyur oleh hujan yang menghantam
tapi aku masih bisa tersenyum,
selama akar cintaku masih ada
aku masih bisa berikan bunga untukmu
Purwokerto, 2 April 2012.
Hanya sajak
hanya sajak dipagi hari ini menu yang bisa aku hidangkan untukmu
dengan secangkir doa-doa
karena memang kusadari tubuhku tak mampu menghangatkan,
jangankan itu,
jemaripun tak pernah berucap
tapi coba kau lihat saat kuberikan mentari di pagi ini,
apa yang kau rasa?
kebekuanmu telah lumer karena hangatnya bukan?
itulah cintaku sayang,
seperti pohon, seperti secangkir kopi dan kadang seperti air
yang hanya kenal tiga musim
kemaren sekarang dan yang akan datang
Purwokerto, 3 April 2012.
Hanya kuku-kukuku
batupun akan terkikis oleh kesabaran hujan
dan aku percaya yang ada di dalam dadamu itu hanya seongok daging,
yang bisa luruh juga oleh kesabaran
mungkin kini kau sedang menjadi bongkahan batu besar
bukankah untuk menghancurkan butuh waktu lama sayang?
dan yang kupunya hanya kuku-kuku yang ada di jemariku
Purwokerto, 3 April 2012.
Apa yang kau cemaskan
Bukankah setelah aku mengugurkan daun
hari esok ada pucuk-pucuk daun muda yang tumbuh
selama akar-akar cintamu masih ada
apa yang kau cemaskan?
jika kau cemaskan aku tak lagi berbunga
kenapa kau tak beri sedikit pupuk
walaupun itu dengan ciuman-ciuman pendek
walaupun dengan sajak-sajak diamu
Purwokerto, 3 April 2012.
Kenapa harus hujan yang menjawab
setiap kubertanya pada batu
tentang bagaimana daun gugur bercerita
kenapa harus hujan yang menjawab
mungkinkah hujan takut pada langit,
setelah melihat bagaimana awan-awan diadili
ahhhh
mungkin terlalu berharga suaramu itu
sehingga kau timbun pada batu
mungkin jika aku menjadi hujan
aku mampu menghancurkan sifat kerasmu
walaupun itu bertahun-tahun lamanya
ohhh
mungkin aku juga harus berkawan dengan panas
kemudian hujan menguyur tubuhmu
ahhhh
kau memang batu andesit
Purwokerto, 3 April 2012.
Sampah
betapa bangganya mereka-mereka
bertopeng di balik harta tetua
yang perutnya membuncit karena dusta dan serakah
apa yang harus kau suarakan
jika kau juga hanya berdalih karena mempertahankan jas almamaternya
bukanya kau harus menulis sajak-sajak para jelata
yang berdiam di emperan-emperan
mencium sampah-sampah
Purwokerto, 3 April 2012.
Ini bukan negeriku
Coba kau lihat gedung megah di negeri ini
yang dibangun olehjeritan-jeritan jelata,
di gedung megah itu banyak muka-muka bertopeng,
tersenyum tak berdosa, setelah mencium sediri bau busukny
perempuan bergincu dari darah-darah kesengsaraan
laki-laki berparfum mahal yang dibuat manusia emperan di penjuru tanah air,
ini bukan negeriku,
aku malu untuk terbang dengan garuda kesayanganmu,
karena yang berwenang
adalah manusia-manusia bertopeng,
bermuka manis.
Purwokerto, 3 April 2012.
Aku tak bisa
Ingin kugugurkan daun-daun yang ada di ranting-rantingku,
agar kau puas
tapi aku tak bisa, karena itu adalah harapanku
tentang keteguhan dan kesabaranku
walaupun hujan berulangkali menghantam,
walaupun angin seringkalai menyapu
tapi aku tak mampu gugurkan daun itu
karena aku membutuhkanya
karena akar-akarpun masih ada
rantingpun masih kuat untuk bertahan
tapi kenapa kau paksa aku
menggugurkan semuanya
Purwokerto, 3 April 2012.
Tanda tanya
Apakah malam-malamku akan berakhir dengan kebekuan
atau leleran airdari tuk mataku
atau pula dengan pecahan kaca indah
mungkin kau memakai topeng
atau aku yang bodoh atau mungkin aku yang tak mampu meraba
entahlah ini sebuah ketololanku
yang tak pernah berujung menyerangku
kaupun tak berusaha bersajak dengan
daun-daun gugur,
dengan ranting-ranting yang berusaha menciummu
di bulan ganjil limabelas
Purwokerto, 3 April 2012.
Keinginanku
mungkin baiknya aku kubur diriku sendiri
jika memang sudah tak ada harapan,
setelah daun-daun terus berguguran tak lazim
malam hari diserang kebisuan
di siang hari diserang kecemasan
padahal aku menginginkan secangkir tuak
yang kau racik dengan sajak-sajak termanismu
yang kau hidangkan pagi dan siang hari
tatkala itu kau biarkan aku mabuk
Purwokerto, 3 April 2012.
Cemburuku
melihat kau bersetubuh dengan waktu
membuat aku cemburu,
berbagai macam alibi kau rangkai
tentang ekstase, lukisan-lukisanmu, senyuman dan pigura
tatkala itu aku beri sajak termanisku
tapi kau balas dengan jawaban singkat yang mengecewakan
mungkin aku harus tahu
harus paham untuk memahami
lantas apa yang aku pahami?
jika yang paham tak memahamiku
Purwokerto, 3 April 2012.
Kapan kau beri aku musim semi
Kapan kau beri aku musim semi,
setelah dengan terpaksa menggugurkan daun-daunku
haruskah aku menunggu
hingga daun-daun gugur itu benar-benar lenyap di makan kesabaranku,
ataukah musim semi tak pernah ada untukku,
Purwokerto, 3 April 2012.
Gubug kecil didadamu
bukankau kau dulu janji
di daun-daunku kau tulis memberikan kota kecil di musim semi,
dengan senja yang menjadi piguranya,
padahal sudah kubangun gubug mungil
diantara dadamu
dengan ciuman-ciuman.
tapi kau sibuk mencumbu waktu,
sibuk mencumbi buku-buku rekanmu
lantas kau kemanakan aku?
Purwokerto, 3 April 2012.
Hanya sajak
sebelum mentari merumrum pagi,
sebelum menghangatkan tubuh bekumu,
subuh-subuh sudah kuracik sajak-sajak untukmu
walaupun aku harus bertarung dengan angin yang membekukan tubuhmu semalam
walaupun aku harus berlari mengejar mentari,
karena ku ingin sajak-sajakku menghatkan tubuhmu
sebelum mentari tersenyum
dan memelukkmu
hanya itu
hanya itu menu pagi ini untukkmu,
tak ada secangkir kopi,
tak ada kue keju panggang untukmu
Purwokerto, 4 April 2012.
Menunggu musim berganti
saat kubuka mataku,
Tuhan kenapa kau bangunkan aku lagi
di saat daun-daunku sudah tak ada
semuanya telah gugur
di guyur hujan dan disapu angin-angin malam
Purwokerto, 4 April 2012.
Mungkin
mungkin jika aku bisa bertopeng
sudah kukatakan bahwa aku sudah melihat musim semi
di mata-mata di sebelahku,
walaupun kutahu kau berada didepanku,
mungkin jika aku bisa bertopeng
sudah kukatakan bahwa aku sudah melihat pelangi
di mata-mata sebelahku
walaupun kutahu kau berada didepanku
mungkin jika aku bisa bertopeng
sudah kukatakan bahwa aku melihat senja
di mata-mata sebelahku
walaupun kutahu kau berada didepanku
tapi aku tak mampu,
menyakitkan.
Purwokerto, 4 April 2012.
apa yang kau tawarkan
apa yang kau tawarkan pada malam nanti?
melihat daun gugur,
melihat ranting-ranting mencium kening purnama
atau kau akan membatu
membiarkan daun gugur jatuh di dadamu
atau kau akan tersenyum karena
hari esok adalah musim semi
Purwokerto, 4 April 2012.
Apa menu pagi ini
selamat pagi sayang,
coba lihat daftar menu pagi ini,
1.sehelai ciuman mentari
2.sajak-sajak dari bibirku
3.atau ciuman-ciuman pendek dari bekas daun gugur semalam
nanti kucakina dengan jemari-jemariku yang selalu menunggu bongkhan batu itu hancur,
atau kau mau secangkir kopi dari tuk bekas guyuran hujan semalam?
Purwokerto, 5 April 2012.
Salahku
Mungkin menu-menu yang aku sajikan terlalu pahit ataupun asin
padahal aku tahu kau hanya suka sajak-sajak yang manis
dengan secangkir embun
atau dengan secangkir tuk yang merindumu
tatkala itu kau suruh akau membangun kota kecil di dadaku
bagaimana aku membangun kota kecil itu,
sementara tanganku tak mampu,
mungkin sudah terllalu sering kugugurkan daun-daun
mungkin sudah terlalu sering tuk-tuk dimataku mengalir
Purwokerto, 5 April 2012.
Sampai kapan
sudah malam ganjil
aku selalu menggugurkan daun-daunku
setiap lembar-lembar daun terbuang
mengecewakan
walaupun aku harus sabar
menunggu semi
Purwokerto, 5 April 2012.
selamat buat musim semimu hari esok
selamat buat musim semimu hari esok,
walaupun aku masih terlalu keceewa
dengan musim gugurku yang tak kunjung usai,
selamat buat musim semimu hari esok
walaupun aku masih terlalu sakit
saat kugugurkan daun-daunku
luruh dengan tuk-tuk darah dimataku
selamat buat musim semimu hari esok
semoga kau bisa tersenyum dengan bunga indah,
walaupun kau tahu
ranting-rantingku mulai patah
daun-daunku mulai gugur tak lazim
Purwokerto, 5 April 2012.
Masihkah aku bisa
masih ada sisa-sisakah tenaga dalam tubuhku
setelah darah keluar dari mataku,
untuk menyiapkan hidangan pagi untukku
mungkin aku tak bisa siapkan hidangan pagi untukmu,
karena setiap aku hidangkan menu,
kau tak berusaha membuat aku merindukan malam
yang ada
setiap malam-malamku adalah musibah,
yang tak pernah kunjung usai.
bisakah aku sekali-kali hidangkan
liur yang keluar dari mulutku?
tapi bukankah aku tak seperti itu,
walaupun setiap malamku,
walaupun aku harus menelan liur
yang membuat aku ingin menyudahi
malam ini,
aku ingin bersembunyi,
aku ingin pergi
ke padang ilalang di sebelahku,
tapi aku terlalu pengecut,
tak mampu hadapi malam,
Purwokerto, 5 April 2012.
padang ilalang
kenapa kutolak padang ilalang yang damai itu,
padahal kutahu semua orang mengaguminya,
di sana terdapat pohon yang selalu indah,
terdapat gubug mungil yang penuh cinta,
dan terdapat ayunan senja
dan dapat kurebahkan tubuhku disana,
di cumbu angin dan gaunku terbuat dari rajutan senja.
walaupun berat aku menolak,
karena semua itu mimpiku,
tapi biarlah aku menjadi sebuah pohon,
yang selalu menggugurkan daunya
Purwokerto, 5 April 2012.
Teruslah sakiti aku
Teruslah kau melihat daun-daunku gugur,
lihatlah bagaimana hujan dan angin mengadiliku
memaksaku untuk mengugurkan daun dengan
tuk-tuk di mataku,
lihatlah bagaimana ranting-rantingku patah,
setelah dengan payahnya
aku ingin mencium purnama,
tapi selalu kandas,
lihatlah batang-batangku mulai patah,
hingga akhirnya,
akar-akarku tak mampu mencari arah
hingga seluruh daun-daunku, rantingku,
batang dan seluruh tubuhku,
aku gali dengan pena hitam
dalam ukiran malam.
Purwokerto, 5 April 2012.
Selamat pagi sayang
maaf sayang aku terlalu lelap tertidur
dihari semimu ini tak dapat kuracikan sajak untukmu,
mungkin karena seluruh daun-daunku telahgugur
mungki karena batang-batangku mulai patah
dan tubuhkupun telah rapuh
tersenyumlah sayang,
sambutlah musim semimu,
Purwokerto, 6 April 2012.
Biarlah
biarlah batang tubuhku
berdiri sendiri
tak ada ranting dan daun-daun
karena semalam sudah gugur semua
biarlah batang tubuhku
di terpa angin, dan daun-daun gugur itu mulai berdebu
kadang juga di temani embun di kala pagi
walaupun sebagaian dari batang tubuhku
mencium tanah yang diguyur mataku semalam
daun gugur itu masih ada di sampingku
mungkin setelah itu
ada angin yang menyapu daun gugur itu
dan aku hanya sebatang kara
Purwokerto, 6 April 2012.
Salahkah aku
salahkah aku jika kudatangi padang ilalang yang membuatmu cemburu,
merebahkan tubuhku, bercumbu dengan gubuk mungil
yang mendamaikan rongga kosong dalam tubuhku,
salahkah aku jika aku tak mau kembali lagi,
karena di sini terdapat kedamaian
yang dimainkanya
dengan jemari tangannya
salahkah aku jika aku memfikrkan hal ini,
karena luruhku semakin dalam
Purwokerto, 6 April 2012.
Abstrak
sudahku bilang tinggalkan saja keabstrakkannya
jika sudah sekian lama dia hidup dibalik bayang-bayang
pagi siang maupun malammu
tidak,
aku masih mencintainya.
bukankah semua itu akan menjadi nyata?
Purwokerto, 6 April 2012.
Temani aku
bukankah sudah kukatakan padamu
setiap hujan turun tak selalu ada pelangi
padahal setelah kugugurkan seluruh daunku
aku mengharap
pelangi itu ada,
tapi hujan hanya membuat aku luruh
karena semua yang ada tubuhku tak ada
daun-daunku, ranting-rantingku
bahkan batangkupun mulai rapuh,
aku ingin pelangi itu ada,
aku ingin senja yang kau buat itu menemani
kerapuhanku.
Purwokerto, 6 April 2012.
Tak tahu malu
kadang orang tak tahu malu,
entah karena dia bermuka ganda
atau tak punya muka,
setelah panggilan suci,
masih banyak muka-muka ganda
bercecar di jalan
tersenyum tak berdosa.
ahhh manusia
tak ingat di luar dirinya ada kekuatan yang lebih besar
kenapa tak tunduk dan bersipuh
Purwokerto-kebumen, 6 April 2012.
sudah kubilang
sudah kubilang aku tak akan berhenti menulis sajak untukkmu,
walaupun kau tahu
seluruh daun-daunku telah gugur.
Kebumen, 7 April 2012.
Akulah pohon
ini hari yang kedua untuk musim semimu,
kau pasti bahagia bukan?
sehingga kau acuhkan aku, layaknya aku batu-batu kerikil di pinggiran sungai,
tapi aku bukan batu-batu kerikil itu,
akulah pohon yang yang tabah itu
bukankah kau tahu, batang tubuhku tak lagi beranting ataupun berdaun,
tapi aku masih kuat bukan?
selama akar-akar cintaku masih menunjam bumi.
Kebumen, 7 April 2012.
apakah kau mau sajak-sajakku?
selamat pagi sayang,
apa yang harus kuhidangkan untuk pagimu,
sementara kau masih asyik dengan cumbu musimmu
apakah kau mau sajak-sajakku?
tapi kurasa kau tak perlu,
karena kau akan acuhkan aku hari ini
dan kau tak pernah memintaku
untuk bersajak bukan?
Kebumen, 7 April 2012.
Seberapa lama
aku ingin tahu,
seberapa lama kau lupakan aku,
saat kau tersenyum dengan harimu yang indah
saat itu aku menunggu
perhatian terhadap batang pohonku yang tak berdaun lagi
Kebumen, 7 April 2012
Baiklah
Baiklah aku akan mengikuti jejakmu
aku akan diam
biarlah kusimpan seluruh rasaku
dalam kebisuan
mungkin aku juga akan melebihi diammu
jika kau paksa aku
tapi bagaimana dengan bahasa cinta
sementara semua diam,
termasuk daun-daunku yang mulai menguning
diantara tanah basah.
Kebumen, 7 April 2012.
Tetap bertahan
mungkin baiknya aku lari ke padang ilalang
yang dipersembahkan untukku
di sana dia suguhkan kota kecil di bidang dadanya yang datar
aku tahu itu,
karena di awal tahun baru itu,
dia mulai membangun kota kecil untukku,
ahhh...
mana mungkin aku berpaling darimu,
jika kau janjikan aku senja di matamu,
walaupun kutahu daun-daunku tak ada lagi,
walaupun kutahu dia suguhkan kota kecil itu, suguhkan nyanyian ilalang,
tapi aku tetap menunggumu
Kebumen, 7 April 2102
Ceritakan lah hujan
kenapa harus hujan yang menjawab,
di saat ada mendung di wajah langit,
padahal sudah kau guyur semua daun-daunku
apalagi yang kau hantam di tubuhku?
apakah kau akan menemani kesendirianku
apakah kau akan robohkan aku
hujan
dengan egomu
atau kasihmu.
hujan ceritakan tentang bagaimana kau diadili langit,
ceritakan tentang bagaimana awan-awan memaksamu menangis,
agar kutahau, siapa kau sesungguhnya,
agar aku paham, bahwa daun-daunku gugur bukan karena kau,
tapi karena kepasrahanku.
Kebumen, 7 April 2012.
Mencoba diam
aku mencoba untuk diam
walaupun ingin keteriakkan sajakku
diantara daun gugur
bagaimana aku tegar
jika kulihat sebagian tubuhku
bersimpuh mencium tanah
kadang berdebu dan dihantam hujan
sementara matakuhanya melihat
bagaimana aku mencari ketenanagan
sementara mataku hanya melihat
daun-daun tersapu angin
sementara akar akarku
hanya berusaha bertahan
Kebumen, 7 April 2012.
ajaklah aku
ajaklah aku keduniamu
dimana aku temui taman yang menyingkap semua rahasia
semua menanggalkan apa yang ada
tersisa hanya senyum,
di bibir langit
saat mataku terpejam
ajaklah aku ke dunia mimpi,
dimana alam tak ada batas
dalam paru-paru kehidupan
Kebumen, 7 April 2012.
Kutawarkan diriku pada malam
Kutawarkan diriku pada malam
dengan detik-detik waktu yang menunjam kedewasaan
kutawarkan diriku pada malam,
pasrah untuk di cumbu oleh kesynyian
yang tiap detiknya mengisi celah-celah kebisuan
Kebumen, 7 April 2012.
Tegar
benar apa katanya
kata kebisuan dan kesunyian
saat sajak-sajakknya bercerita
seharusnya aku tetap tersenyum
walaupun telah dipatahkan rantingku
bukankah aku tegar bukan
Kebumen, 7 April 2012.
Tak ada tuk-tuk dimataku
malam ini tak ada tuk-tuk dimataku
walaupun malamku dibalut sunyi
walaupun angin membekukan tubuhku
dengan guyuran hujan yang terus menghantam bumi,
walaupun kudengar daun-daunku
menjerit ketakutan
walalupun kudengar ranting-rantingku
menangis
tapi malam ini menguatkanku
menguatkan akar-akarku
mencari sari-sari kehidupan
yang membuat tubuhku berdaun lagi
Kebumen, 7 April 2012
Jangan disesali
mungkin setelah musim semimu berakhir
kau baru ingat tentang aku
lalu kau sesali kenapa semua daun-daun gugur
lalu apa yang akan aku jawab
saat tangan-tanganmu
mengambil daun-daun itu membusuk
Kebumen, 7 April 2012.
Kapan malamku berakhir
bukankah sudah kubilang, saat senja tadi
bahwa aku tak akan membenci malam dengan tuk-tuk dimataku
walaupun kutahu daun-daunku perlahan-lahan di terpa angin
dan ada sisa daunku yang berkutat mencium tanah yang basah oleh mataku sendiri
lantas kapan malamku berakhir
sementara tubuhku telah berbalut sepi
yang selalu menunjamkan peluh di mata
Kebumen, 7 April 2012.
Lihatlah aku
selamat pagi sayang
aku masih bisa tersenyum bukan,
walaupun aku menipu diriku sendiri
dengan ketegaran dan kesabaran
coba kau lihat aku sayang
mataku di wajah langit selalu nanar
karena waktu
coba kau lihat bibirku,
diantara lembaran pohon cery
yang kaku membisu
coba kau lihat aku,
masih ada simpul rahasia yang harus kau kuak
Kebumen, 8 April 2012.
Salah siapa
bukan salah mereka jika bumipun tak berpijak
ketika peluh-peluh diantara bus kota yang pelik,
dengan mahluk-mahluk
dalam ego dirinya
bukan salah mereka yang meminta
menuntut keadilah negeri
jika itu patut di tuntut oleh jiwa-jiwa yang lusuh karena pupus harap
bukan salah mereka jika berdusata
karena perutpun mulai berbicara
lantas salah siapa ini semua
negeri hanya meanggung luka dari tangisan dan celaan para mahluk
Kebumen-purwokerto 8 April 2012.
Siapa yang perlu disalahkan
siapa yang perlu disalahkan
lelaki tua itu masih bertahan dalam kemiskinan
gendang keceil adalah Tuhannya
yang memberi sebungkus nasi rames
untuk menegnyangkan perutnya
siapa yang perlu disalahkan jika lelaki tua itu
hidup dalam bayangan negeri yang tak lagi berpihak
pada jelata di emperan
bahkan di tong sampah sekalipun
Kebumen-purwokerto 8 April 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H