Mohon tunggu...
Aminah Bie
Aminah Bie Mohon Tunggu... -

Masih Kuliah di Program Studi Geography Education Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kumpulan Puisi Bulan April

29 Mei 2012   02:43 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 2974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah aku harus membenci pagi

Setelah aku membenci malam yang membuat aku menggigil

apakah aku akan membenci pagi yang menghangatkan tubuhku?

setelah melihat daun-daun berguguran karena ulahmu

setelah aku melihat ranting-ranting tak lagi bercabang dan patah

masihkan ada sisa catatan yang tak hanyut oleh guyuran hujan semalam

atau masihkah ada daun gugur yang berembun itu

lantas apa yang aku perbuat?

Purwokerto, 1 April 2012.

Siapa aku ini

Lantas siapa aku ini,

bersembunyi dalam ragaku

Tertawa dengan kerasnya,

menangis tersedu-sedu

mungkin aku akan tahu setelah aku tak

bersembunyi dalam ragaku ini.

Purwokerto 1 April 2012.

Sajak di pagi hari

Pagi ini kusematkan sajak-sajak di daun gugur itu,

di hiasi embun,

dan bumi yang basah oleh keringat-keringatmu

pagi ini kusematkan sajak-sajak di daun gugur itu,

diantara kebisuanmu

diantara bibirmu yang setengah berucap

Purwokerto, 1 April 2012.

Memahami

Lagi-lagi kau membisu, membatu

padahal sudah kuberi sajak untuk pagimu ini

mungkin sajak yang kuracik tak seenak racikanya

maaf tapi aku bukan dia,

aku punya cara sendiri untuk menghidangkan

jika dia biasa menghidangkan sajak di batu,

aku akan menghidangkan di atas air

tapi kau tak suka air,

karena seringkalai kau menggigil karenanya,

tapi aku ingin kau bisa merasakan hangat setelah dingin

membekukan tubuhmu

biar kau tahu siapa aku ini.

Purwokerto, 1 April 2012.

Memoar Januari

Bukankah malam itu kita sama-sama terbangun,

di pertiga malam purnama yang ganjil

kau cium aku disujudmu

dan kau gelar sajadah di dadamu

kau bilang agar aku bisa memeluk malam-malam selanjutnya

bersama dawai yang di mainkan doa-doa yang keluar di mulut kau-aku.

Purwokerto, 1 April 2012.

Apa yang kau tawarkan pada malam

Apa yang kau tawarkan pada malam

bulan-bulan yang telanjang yang sembunyi di balik awan hitam

apa kau persembanhkan ciuman-ciuman padanya

atau kau titipkan lewat daun yang meliuk karena disapu angin

atau kau hanya diam layaknya bongkahan batu yang

kau ambil di kali

yang digali dengan jemarimu sendiri

Purwokerto, 1 April 2012.

Tak lagi indah

Matahari masih telanjang di langit,

panasnya melayukan bunga-bunga yang kau tanam didadaku,

tak lagi seindah mekarnya di purnama yang ketujuh

tatkala saat itu bulan bertelanjang dada

di atas hamparan langit yang tak berbatas

Purwokerto, 1 April 2012.

Apa lagi yang kau inginkan

Setelah senja terlukis di matamu

apakah yang kau pinta dari riak-riak pantai itu

atau ciuman ombak di bibir pantai

yang menyeretmu untuk berdendang dengan ombak

lihatlah betapa waktu telah tumpul

karena senja yang kau pinta

telah ada di matamu bersama dengan butiran pasir

tapi sepertinya kau tak menyapa

lantas apa kau tak punya cermin untuk kau renungkan

siapa kau-aku?

Purwokerto, 1 April 2012.

Hujan yang menjawab

langit mulai mengadili awan-awan yang kelabu

dan awan mulai menjawab pertanyaan di ajukan angin

dengan guyuran hujan yang menghantam bumi

lantas apa yang aku perbuat?

haruskah aku menghentikan hujan itu,

jika memang kau takut hujan

dan kau memang seringkalai menggigil karenanya

lantas apa yang kau perbuat?

Purwokerto, 1 April 2012.

Tak mampu

Aku tak mampu menghentikan waktu

yang sedang kau setubuhi setiap detiknya

dan kadang itu membuatku iri,

karena aku bukan waktu yang selalu ada bersamamu,

kau peluk dalam dinginya malam,

kau sapa dalam hangatnya mentari

dan kau cumbu bersama senja

aku hanya bisa terdiam dan menahan nafas yang tertahan

Purwokerto, 1 April 2012.

Hanya sajak kuberi

mungkin hanya sajak yang menjadi tanda cintaku

karena aku tak mampu berikan setangkai mawar yang kau damba,

hanya doa yang bisa menguatkan batinku,

karena jemariku tak mampu menghangatkan,

karena senyumku tak mampu kau pandang,

karena tatapankupun tak mampu kau tafsirkan

tapi aku yakin,

kau tak tuli, kau bisa merasa

dari sajak-sajak yang kutulis di sajadahku

saat sepertiga malam yang membuat aku membisu,

membuat aku menahan nafas panjangku

meneriakan sajak-sajak yang kutulis untukkmu.

Purwokerto, 1 April 2012.

Perlukah

Perlukah kutulis sajak dengan tuk dimataku disela-sela dedaun yang mulai gugur itu

biar kau tak lagi buta, betapa sabarnya aku menulis sajak-sajak indah itu,

yang kadang disapu angin, kadang diguyur hujan dan kadang diserap oleh panasnya sinar matahari,

mungkin kau tak mampu meraba perasaanku, karena kusadari betapapun aku yang salah.

tak memberi tongkat untuk kau melangkah,

atau kau yang sengaja buta

entahlah.

Purwokerto, 1 April 2012.

Membenci malam

sekarang aku baru sadar

ternyata diriku benar-benar membenci malam

tapi aku tak dapat hentikan waktu

mungkin aku harus menyalakan lampu-lampu didalam dadaku, agar terang seperti layaknya siang.

atau baiknya kumatikan semua cahaya yang ada, bersembunyi dalam selimut dan menutup mata

agar aku tak mampu lagi melihat daun gugur dimalam hari, yang berisikan janji manis, harapan-harapan yang baru aku sadari ternyata itu

kosong

tak bermakna,

atau lebih baik aku menggali tanah yang basah oleh air mata, dengan jemariku lalu kukubur

Purwokerto, 1 April 2012.

Selamat tinggal daun gugur

disepertiga malam aku masih menunggu,

sajak-sajak yang kau tulis sela-sela tidurmu

membangunkanmu dan kau lekas merasa

pohon yang kau tebang kemaren sudah tak berdaun lagi

sudah tak beranting lagi

dan sekarang tak ada daun-daun yang gugur lagi

selamat ttinggal daun gugur

Purwokerto, 2 April 2012.

Daun gugur

disepertiga malam aku masih menunggu

kau terbangun

mencari daun-daun gugur itu,

mengabadikan bahwa masih ada hal yang indah

tentang rasa yang masih mengakar

walaupun sudah kau tebangi.

selama akar-akar cintaku masih ada

pohon itu akan kembali tumbuh, beranting, berdaun dan berbunga

dan suatu saat aku akan menjatuhkan buah itu untukmu

sebagai tanda kasihku

Purwokerto, 2 April 2012.

Hari sekarang

Bukankah sekarangmusim gugur

tapi kenapa kau tak tersenyum

apa yang kau sesali?

kau tak bisa menghentikan musim itu

karena akupun tak mampu hentikan waktu

Purwokerto 2 April 2012.

Fatamorgana

bahagianya bisa menjadi ranjang bagimu

karena setiap malam kau takkan lupa untuk memeluknya

tapi aku hanya sebuah fatamorgana

yang tak tahu siapa dan apa

yang kutahu hanya keabstrakanku bagimu

Purwokerto, 2 April 2012.

Masih ada embun

Mungkin setelah ini masih ada embun yang tersisa

di sela-sela jantungmu,

saat kau terbangun dari rasa bersalahmu

tak perlu menunggu pagi mulai menghangatkan,

karena saat itu,

detik, menit dan jam aku akan hilang

bersama panasnya mentari

Purwoketo, 2 April 2012.

Cukup potretmu saja

jika kau kira aku akan berubah

cukup potretku saja yang kau temui

agar rasa kagum dan penasaranku terus mengalir

hingga nanti semua yang kita rasa kemarin, sekarang dan yang akan datang.

setelah hari-hariku habis untuk mengeja nama yang tak kunjung berkhitbah

cukup potretku saja yang kau temui,

jika kau takut kehilangan rasa sayangku

Purwokerto, 2 April 2012.

Waktu

Tak pernah aku berfikir untuk menghentikan malam

walaupun dinginya membekukan perasaanku

tak pernah aku berfikir untuk mengentikan siang

walaupuan kadang panas meluruhkan rasaku

tapi aku tetap tegar walaupun kadang daun-daun gugur di makan musim

Purwokerto, 2 April 2012.

Sajak terindah

mungkin diam itu adalah sajak yang paling indah kau tulis

dengan sunyinya malam

dengan seluruh perasaanmu,

dengan seluruh kebingunganmu

tentang apa yang akan kau tulis

mungkin aku yang tak paham tentang sajak terindahmu

saat bibirmu setengah berucap

saat melihat daun gugur dihatiku

Purwokerto, 2 April 2012.

Akupun diam

terbangun dari tidurku

setelah semalam menagih janji tapi tumpul oleh malam

kulihat inbox pesan singkat darimu

padahal sudah kutis sajak tentang daun gugur

dan sudah kutulis tentang janji tantang sajak diammu

tentang langkah yang kau tempuh untuk mencintaiku

diam

diam

diam

seberapa bertahan kau membatu,

akupun akan diam untuk hal itu

agar kau sadar,

betapa sakitnya karena tak mampu menafsirkan tentang diam

agar kau sadar

semua butuh kehangatan

dan kau rasakan itu

dan kau bisa rasakan sebuah kehilangan

Purwokerto, 2 April 2012.

Menjadi alibi dibibir

Jika diam itu adalah hal yang kau inginkan,

akan kukubur sajak-sajakku di hati

agar kau tak lagi mendengar suara indah sajakku

biarkan suara-suara hujan yang mewakilinya

biarkan daun gugur itu yang menulis sajak untukmu

karena kaupun bisu

kaupun membatu

akupun akan membisu dan membatu

jadailah kita alibi dari bibir-bibir kita

Purwokerto, 2 April 2012.

Masih ada

Tak ada daun gugur lagi

karena semua telah usai

kini tinggal menunggu seberapa tangguh aku

berdaun lalu berbunga langi seperti hari-hari kemaren

walupun sebenarnya aku tak rela daun-daun itu berguguran

di goyahkan oleh angin malam,

diguyur oleh hujan yang menghantam

tapi aku masih bisa tersenyum,

selama akar cintaku masih ada

aku masih bisa berikan bunga untukmu

Purwokerto, 2 April 2012.

Hanya sajak

hanya sajak dipagi hari ini menu yang bisa aku hidangkan untukmu

dengan secangkir doa-doa

karena memang kusadari tubuhku tak mampu menghangatkan,

jangankan itu,

jemaripun tak pernah berucap

tapi coba kau lihat saat kuberikan mentari di pagi ini,

apa yang kau rasa?

kebekuanmu telah lumer karena hangatnya bukan?

itulah cintaku sayang,

seperti pohon, seperti secangkir kopi dan kadang seperti air

yang hanya kenal tiga musim

kemaren sekarang dan yang akan datang

Purwokerto, 3 April 2012.

Hanya kuku-kukuku

batupun akan terkikis oleh kesabaran hujan

dan aku percaya yang ada di dalam dadamu itu hanya seongok daging,

yang bisa luruh juga oleh kesabaran

mungkin kini kau sedang menjadi bongkahan batu besar

bukankah untuk menghancurkan butuh waktu lama sayang?

dan yang kupunya hanya kuku-kuku yang ada di jemariku

Purwokerto, 3 April 2012.

Apa yang kau cemaskan

Bukankah setelah aku mengugurkan daun

hari esok ada pucuk-pucuk daun muda yang tumbuh

selama akar-akar cintamu masih ada

apa yang kau cemaskan?

jika kau cemaskan aku tak lagi berbunga

kenapa kau tak beri sedikit pupuk

walaupun itu dengan ciuman-ciuman pendek

walaupun dengan sajak-sajak diamu

Purwokerto, 3 April 2012.

Kenapa harus hujan yang menjawab

setiap kubertanya pada batu

tentang bagaimana daun gugur bercerita

kenapa harus hujan yang menjawab

mungkinkah hujan takut pada langit,

setelah melihat bagaimana awan-awan diadili

ahhhh

mungkin terlalu berharga suaramu itu

sehingga kau timbun pada batu

mungkin jika aku menjadi hujan

aku mampu menghancurkan sifat kerasmu

walaupun itu bertahun-tahun lamanya

ohhh

mungkin aku juga harus berkawan dengan panas

kemudian hujan menguyur tubuhmu

ahhhh

kau memang batu andesit

Purwokerto, 3 April 2012.

Sampah

betapa bangganya mereka-mereka

bertopeng di balik harta tetua

yang perutnya membuncit karena dusta dan serakah

apa yang harus kau suarakan

jika kau juga hanya berdalih karena mempertahankan jas almamaternya

bukanya kau harus menulis sajak-sajak para jelata

yang berdiam di emperan-emperan

mencium sampah-sampah

Purwokerto, 3 April 2012.

Ini bukan negeriku

Coba kau lihat gedung megah di negeri ini

yang dibangun olehjeritan-jeritan jelata,

di gedung megah itu banyak muka-muka bertopeng,

tersenyum tak berdosa, setelah mencium sediri bau busukny

perempuan bergincu dari darah-darah kesengsaraan

laki-laki berparfum mahal yang dibuat manusia emperan di penjuru tanah air,

ini bukan negeriku,

aku malu untuk terbang dengan garuda kesayanganmu,

karena yang berwenang

adalah manusia-manusia bertopeng,

bermuka manis.

Purwokerto, 3 April 2012.

Aku tak bisa

Ingin kugugurkan daun-daun yang ada di ranting-rantingku,

agar kau puas

tapi aku tak bisa, karena itu adalah harapanku

tentang keteguhan dan kesabaranku

walaupun hujan berulangkali menghantam,

walaupun angin seringkalai menyapu

tapi aku tak mampu gugurkan daun itu

karena aku membutuhkanya

karena akar-akarpun masih ada

rantingpun masih kuat untuk bertahan

tapi kenapa kau paksa aku

menggugurkan semuanya

Purwokerto, 3 April 2012.

Tanda tanya

Apakah malam-malamku akan berakhir dengan kebekuan

atau leleran airdari tuk mataku

atau pula dengan pecahan kaca indah

mungkin kau memakai topeng

atau aku yang bodoh atau mungkin aku yang tak mampu meraba

entahlah ini sebuah ketololanku

yang tak pernah berujung menyerangku

kaupun tak berusaha bersajak dengan

daun-daun gugur,

dengan ranting-ranting yang berusaha menciummu

di bulan ganjil limabelas

Purwokerto, 3 April 2012.

Keinginanku

mungkin baiknya aku kubur diriku sendiri

jika memang sudah tak ada harapan,

setelah daun-daun terus berguguran tak lazim

malam hari diserang kebisuan

di siang hari diserang kecemasan

padahal aku menginginkan secangkir tuak

yang kau racik dengan sajak-sajak termanismu

yang kau hidangkan pagi dan siang hari

tatkala itu kau biarkan aku mabuk

Purwokerto, 3 April 2012.

Cemburuku

melihat kau bersetubuh dengan waktu

membuat aku cemburu,

berbagai macam alibi kau rangkai

tentang ekstase, lukisan-lukisanmu, senyuman dan pigura

tatkala itu aku beri sajak termanisku

tapi kau balas dengan jawaban singkat yang mengecewakan

mungkin aku harus tahu

harus paham untuk memahami

lantas apa yang aku pahami?

jika yang paham tak memahamiku

Purwokerto, 3 April 2012.

Kapan kau beri aku musim semi

Kapan kau beri aku musim semi,

setelah dengan terpaksa menggugurkan daun-daunku

haruskah aku menunggu

hingga daun-daun gugur itu benar-benar lenyap di makan kesabaranku,

ataukah musim semi tak pernah ada untukku,

Purwokerto, 3 April 2012.

Gubug kecil didadamu

bukankau kau dulu janji

di daun-daunku kau tulis memberikan kota kecil di musim semi,

dengan senja yang menjadi piguranya,

padahal sudah kubangun gubug mungil

diantara dadamu

dengan ciuman-ciuman.

tapi kau sibuk mencumbu waktu,

sibuk mencumbi buku-buku rekanmu

lantas kau kemanakan aku?

Purwokerto, 3 April 2012.

Hanya sajak

sebelum mentari merumrum pagi,

sebelum menghangatkan tubuh bekumu,

subuh-subuh sudah kuracik sajak-sajak untukmu

walaupun aku harus bertarung dengan angin yang membekukan tubuhmu semalam

walaupun aku harus berlari mengejar mentari,

karena ku ingin sajak-sajakku menghatkan tubuhmu

sebelum mentari tersenyum

dan memelukkmu

hanya itu

hanya itu menu pagi ini untukkmu,

tak ada secangkir kopi,

tak ada kue keju panggang untukmu

Purwokerto, 4 April 2012.

Menunggu musim berganti

saat kubuka mataku,

Tuhan kenapa kau bangunkan aku lagi

di saat daun-daunku sudah tak ada

semuanya telah gugur

di guyur hujan dan disapu angin-angin malam

Purwokerto, 4 April 2012.

Mungkin

mungkin jika aku bisa bertopeng

sudah kukatakan bahwa aku sudah melihat musim semi

di mata-mata di sebelahku,

walaupun kutahu kau berada didepanku,

mungkin jika aku bisa bertopeng

sudah kukatakan bahwa aku sudah melihat pelangi

di mata-mata sebelahku

walaupun kutahu kau berada didepanku

mungkin jika aku bisa bertopeng

sudah kukatakan bahwa aku melihat senja

di mata-mata sebelahku

walaupun kutahu kau berada didepanku

tapi aku tak mampu,

menyakitkan.

Purwokerto, 4 April 2012.

apa yang kau tawarkan

apa yang kau tawarkan pada malam nanti?

melihat daun gugur,

melihat ranting-ranting mencium kening purnama

atau kau akan membatu

membiarkan daun gugur jatuh di dadamu

atau kau akan tersenyum karena

hari esok adalah musim semi

Purwokerto, 4 April 2012.

Apa menu pagi ini

selamat pagi sayang,

coba lihat daftar menu pagi ini,

1.sehelai ciuman mentari

2.sajak-sajak dari bibirku

3.atau ciuman-ciuman pendek dari bekas daun gugur semalam

nanti kucakina dengan jemari-jemariku yang selalu menunggu bongkhan batu itu hancur,

atau kau mau secangkir kopi dari tuk bekas guyuran hujan semalam?

Purwokerto, 5 April 2012.

Salahku

Mungkin menu-menu yang aku sajikan terlalu pahit ataupun asin

padahal aku tahu kau hanya suka sajak-sajak yang manis

dengan secangkir embun

atau dengan secangkir tuk yang merindumu

tatkala itu kau suruh akau membangun kota kecil di dadaku

bagaimana aku membangun kota kecil itu,

sementara tanganku tak mampu,

mungkin sudah terllalu sering kugugurkan daun-daun

mungkin sudah terlalu sering tuk-tuk dimataku mengalir

Purwokerto, 5 April 2012.

Sampai kapan

sudah malam ganjil

aku selalu menggugurkan daun-daunku

setiap lembar-lembar daun terbuang

mengecewakan

walaupun aku harus sabar

menunggu semi

Purwokerto, 5 April 2012.

selamat buat musim semimu hari esok

selamat buat musim semimu hari esok,

walaupun aku masih terlalu keceewa

dengan musim gugurku yang tak kunjung usai,

selamat buat musim semimu hari esok

walaupun aku masih terlalu sakit

saat kugugurkan daun-daunku

luruh dengan tuk-tuk darah dimataku

selamat buat musim semimu hari esok

semoga kau bisa tersenyum dengan bunga indah,

walaupun kau tahu

ranting-rantingku mulai patah

daun-daunku mulai gugur tak lazim

Purwokerto, 5 April 2012.

Masihkah aku bisa

masih ada sisa-sisakah tenaga dalam tubuhku

setelah darah keluar dari mataku,

untuk menyiapkan hidangan pagi untukku

mungkin aku tak bisa siapkan hidangan pagi untukmu,

karena setiap aku hidangkan menu,

kau tak berusaha membuat aku merindukan malam

yang ada

setiap malam-malamku adalah musibah,

yang tak pernah kunjung usai.

bisakah aku sekali-kali hidangkan

liur yang keluar dari mulutku?

tapi bukankah aku tak seperti itu,

walaupun setiap malamku,

walaupun aku harus menelan liur

yang membuat aku ingin menyudahi

malam ini,

aku ingin bersembunyi,

aku ingin pergi

ke padang ilalang di sebelahku,

tapi aku terlalu pengecut,

tak mampu hadapi malam,

Purwokerto, 5 April 2012.

padang ilalang

kenapa kutolak padang ilalang yang damai itu,

padahal kutahu semua orang mengaguminya,

di sana terdapat pohon yang selalu indah,

terdapat gubug mungil yang penuh cinta,

dan terdapat ayunan senja

dan dapat kurebahkan tubuhku disana,

di cumbu angin dan gaunku terbuat dari rajutan senja.

walaupun berat aku menolak,

karena semua itu mimpiku,

tapi biarlah aku menjadi sebuah pohon,

yang selalu menggugurkan daunya

Purwokerto, 5 April 2012.

Teruslah sakiti aku

Teruslah kau melihat daun-daunku gugur,

lihatlah bagaimana hujan dan angin mengadiliku

memaksaku untuk mengugurkan daun dengan

tuk-tuk di mataku,

lihatlah bagaimana ranting-rantingku patah,

setelah dengan payahnya

aku ingin mencium purnama,

tapi selalu kandas,

lihatlah batang-batangku mulai patah,

hingga akhirnya,

akar-akarku tak mampu mencari arah

hingga seluruh daun-daunku, rantingku,

batang dan seluruh tubuhku,

aku gali dengan pena hitam

dalam ukiran malam.

Purwokerto, 5 April 2012.

Selamat pagi sayang

maaf sayang aku terlalu lelap tertidur

dihari semimu ini tak dapat kuracikan sajak untukmu,

mungkin karena seluruh daun-daunku telahgugur

mungki karena batang-batangku mulai patah

dan tubuhkupun telah rapuh

tersenyumlah sayang,

sambutlah musim semimu,

Purwokerto, 6 April 2012.

Biarlah

biarlah batang tubuhku

berdiri sendiri

tak ada ranting dan daun-daun

karena semalam sudah gugur semua

biarlah batang tubuhku

di terpa angin, dan daun-daun gugur itu mulai berdebu

kadang juga di temani embun di kala pagi

walaupun sebagaian dari batang tubuhku

mencium tanah yang diguyur mataku semalam

daun gugur itu masih ada di sampingku

mungkin setelah itu

ada angin yang menyapu daun gugur itu

dan aku hanya sebatang kara

Purwokerto, 6 April 2012.

Salahkah aku

salahkah aku jika kudatangi padang ilalang yang membuatmu cemburu,

merebahkan tubuhku, bercumbu dengan gubuk mungil

yang mendamaikan rongga kosong dalam tubuhku,

salahkah aku jika aku tak mau kembali lagi,

karena di sini terdapat kedamaian

yang dimainkanya

dengan jemari tangannya

salahkah aku jika aku memfikrkan hal ini,

karena luruhku semakin dalam

Purwokerto, 6 April 2012.

Abstrak

sudahku bilang tinggalkan saja keabstrakkannya

jika sudah sekian lama dia hidup dibalik bayang-bayang

pagi siang maupun malammu

tidak,

aku masih mencintainya.

bukankah semua itu akan menjadi nyata?

Purwokerto, 6 April 2012.

Temani aku

bukankah sudah kukatakan padamu

setiap hujan turun tak selalu ada pelangi

padahal setelah kugugurkan seluruh daunku

aku mengharap

pelangi itu ada,

tapi hujan hanya membuat aku luruh

karena semua yang ada tubuhku tak ada

daun-daunku, ranting-rantingku

bahkan batangkupun mulai rapuh,

aku ingin pelangi itu ada,

aku ingin senja yang kau buat itu menemani

kerapuhanku.

Purwokerto, 6 April 2012.

Tak tahu malu

kadang orang tak tahu malu,

entah karena dia bermuka ganda

atau tak punya muka,

setelah panggilan suci,

masih banyak muka-muka ganda

bercecar di jalan

tersenyum tak berdosa.

ahhh manusia

tak ingat di luar dirinya ada kekuatan yang lebih besar

kenapa tak tunduk dan bersipuh

Purwokerto-kebumen, 6 April 2012.

sudah kubilang

sudah kubilang aku tak akan berhenti menulis sajak untukkmu,

walaupun kau tahu

seluruh daun-daunku telah gugur.

Kebumen, 7 April 2012.

Akulah pohon

ini hari yang kedua untuk musim semimu,

kau pasti bahagia bukan?

sehingga kau acuhkan aku, layaknya aku batu-batu kerikil di pinggiran sungai,

tapi aku bukan batu-batu kerikil itu,

akulah pohon yang yang tabah itu

bukankah kau tahu, batang tubuhku tak lagi beranting ataupun berdaun,

tapi aku masih kuat bukan?

selama akar-akar cintaku masih menunjam bumi.

Kebumen, 7 April 2012.

apakah kau mau sajak-sajakku?

selamat pagi sayang,

apa yang harus kuhidangkan untuk pagimu,

sementara kau masih asyik dengan cumbu musimmu

apakah kau mau sajak-sajakku?

tapi kurasa kau tak perlu,

karena kau akan acuhkan aku hari ini

dan kau tak pernah memintaku

untuk bersajak bukan?

Kebumen, 7 April 2012.

Seberapa lama

aku ingin tahu,

seberapa lama kau lupakan aku,

saat kau tersenyum dengan harimu yang indah

saat itu aku menunggu

perhatian terhadap batang pohonku yang tak berdaun lagi

Kebumen, 7 April 2012

Baiklah

Baiklah aku akan mengikuti jejakmu

aku akan diam

biarlah kusimpan seluruh rasaku

dalam kebisuan

mungkin aku juga akan melebihi diammu

jika kau paksa aku

tapi bagaimana dengan bahasa cinta

sementara semua diam,

termasuk daun-daunku yang mulai menguning

diantara tanah basah.

Kebumen, 7 April 2012.

Tetap bertahan

mungkin baiknya aku lari ke padang ilalang

yang dipersembahkan untukku

di sana dia suguhkan kota kecil di bidang dadanya yang datar

aku tahu itu,

karena di awal tahun baru itu,

dia mulai membangun kota kecil untukku,

ahhh...

mana mungkin aku berpaling darimu,

jika kau janjikan aku senja di matamu,

walaupun kutahu daun-daunku tak ada lagi,

walaupun kutahu dia suguhkan kota kecil itu, suguhkan nyanyian ilalang,

tapi aku tetap menunggumu

Kebumen, 7 April 2102

Ceritakan lah hujan

kenapa harus hujan yang menjawab,

di saat ada mendung di wajah langit,

padahal sudah kau guyur semua daun-daunku

apalagi yang kau hantam di tubuhku?

apakah kau akan menemani kesendirianku

apakah kau akan robohkan aku

hujan

dengan egomu

atau kasihmu.

hujan ceritakan tentang bagaimana kau diadili langit,

ceritakan tentang bagaimana awan-awan memaksamu menangis,

agar kutahau, siapa kau sesungguhnya,

agar aku paham, bahwa daun-daunku gugur bukan karena kau,

tapi karena kepasrahanku.

Kebumen, 7 April 2012.

Mencoba diam

aku mencoba untuk diam

walaupun ingin keteriakkan sajakku

diantara daun gugur

bagaimana aku tegar

jika kulihat sebagian tubuhku

bersimpuh mencium tanah

kadang berdebu dan dihantam hujan

sementara matakuhanya melihat

bagaimana aku mencari ketenanagan

sementara mataku hanya melihat

daun-daun tersapu angin

sementara akar akarku

hanya berusaha bertahan

Kebumen, 7 April 2012.

ajaklah aku

ajaklah aku keduniamu

dimana aku temui taman yang menyingkap semua rahasia

semua menanggalkan apa yang ada

tersisa hanya senyum,

di bibir langit

saat mataku terpejam

ajaklah aku ke dunia mimpi,

dimana alam tak ada batas

dalam paru-paru kehidupan

Kebumen, 7 April 2012.

Kutawarkan diriku pada malam

Kutawarkan diriku pada malam

dengan detik-detik waktu yang menunjam kedewasaan

kutawarkan diriku pada malam,

pasrah untuk di cumbu oleh kesynyian

yang tiap detiknya mengisi celah-celah kebisuan

Kebumen, 7 April 2012.

Tegar

benar apa katanya

kata kebisuan dan kesunyian

saat sajak-sajakknya bercerita

seharusnya aku tetap tersenyum

walaupun telah dipatahkan rantingku

bukankah aku tegar bukan

Kebumen, 7 April 2012.

Tak ada tuk-tuk dimataku

malam ini tak ada tuk-tuk dimataku

walaupun malamku dibalut sunyi

walaupun angin membekukan tubuhku

dengan guyuran hujan yang terus menghantam bumi,

walaupun kudengar daun-daunku

menjerit ketakutan

walalupun kudengar ranting-rantingku

menangis

tapi malam ini menguatkanku

menguatkan akar-akarku

mencari sari-sari kehidupan

yang membuat tubuhku berdaun lagi

Kebumen, 7 April 2012

Jangan disesali

mungkin setelah musim semimu berakhir

kau baru ingat tentang aku

lalu kau sesali kenapa semua daun-daun gugur

lalu apa yang akan aku jawab

saat tangan-tanganmu

mengambil daun-daun itu membusuk

Kebumen, 7 April 2012.

Kapan malamku berakhir

bukankah sudah kubilang, saat senja tadi

bahwa aku tak akan membenci malam dengan tuk-tuk dimataku

walaupun kutahu daun-daunku perlahan-lahan di terpa angin

dan ada sisa daunku yang berkutat mencium tanah yang basah oleh mataku sendiri

lantas kapan malamku berakhir

sementara tubuhku telah berbalut sepi

yang selalu menunjamkan peluh di mata

Kebumen, 7 April 2012.

Lihatlah aku

selamat pagi sayang

aku masih bisa tersenyum bukan,

walaupun aku menipu diriku sendiri

dengan ketegaran dan kesabaran

coba kau lihat aku sayang

mataku di wajah langit selalu nanar

karena waktu

coba kau lihat bibirku,

diantara lembaran pohon cery

yang kaku membisu

coba kau lihat aku,

masih ada simpul rahasia yang harus kau kuak

Kebumen, 8 April 2012.

Salah siapa

bukan salah mereka jika bumipun tak berpijak

ketika peluh-peluh diantara bus kota yang pelik,

dengan mahluk-mahluk

dalam ego dirinya

bukan salah mereka yang meminta

menuntut keadilah negeri

jika itu patut di tuntut oleh jiwa-jiwa yang lusuh karena pupus harap

bukan salah mereka jika berdusata

karena perutpun mulai berbicara

lantas salah siapa ini semua

negeri hanya meanggung luka dari tangisan dan celaan para mahluk

Kebumen-purwokerto 8 April 2012.

Siapa yang perlu disalahkan

siapa yang perlu disalahkan

lelaki tua itu masih bertahan dalam kemiskinan

gendang keceil adalah Tuhannya

yang memberi sebungkus nasi rames

untuk menegnyangkan perutnya

siapa yang perlu disalahkan jika lelaki tua itu

hidup dalam bayangan negeri yang tak lagi berpihak

pada jelata di emperan

bahkan di tong sampah sekalipun

Kebumen-purwokerto 8 April 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun