Mohon tunggu...
amin3nurc_
amin3nurc_ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Mahasiswa Psikologi yang tertarik dalam dunia kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Main Hakim Sendiri Berujung Salah Sasaran: Studi Kasus Bos Rental Mobil Menggunakan Pendekatan Teori Psikologi Sosial

30 Juni 2024   12:10 Diperbarui: 30 Juni 2024   12:23 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Abraham Winata, Amin Tri Nur Cahyo, Asro Wahyu Ridho

Kepala Polres Metro Jakarta Timur, Komisaris Besar Nicolas Ary L menjelaskan kronologi kejadian. Nico mengungkapkan mobil Korban disewa selama dua bulan dengan tarif Rp 6 juta per bulan. Namun, penyewa yang kemudian menjadi terlapor hanya membayar untuk satu bulan. Seminggu sebelum masa sewa satu bulan berakhir, Burhanis mencoba menghubungi terlapor untuk menanyakan kelanjutan sewa, tetapi ponsel terlapor sudah tidak aktif.

Korban mencoba mencari mobilnya menggunakan GPS yang terpasang, tetapi tidak berhasil menemukannya. Ia kemudian melaporkan dugaan penggelapan mobil rental ini ke Polres Metro Jakarta Timur pada 21 Februari 2024. Saat itu, Burhanis menyatakan kepada Polres Jakarta Timur bahwa berdasarkan pelacakan GPS, mobilnya berada di Banten.

Polres Metro Jakarta Timur sempat menerbitkan Surat Perintah Tugas agar penyidik bisa pergi ke Banten bersama korban. Namun, sebelum mereka berangkat, korban menginformasikan bahwa posisi kendaraan sudah berubah dan sulit dilacak. 

Nico menyatakan bahwa korban berjanji akan terus berkoordinasi dengan penyidik Polres Jakarta Timur untuk memberi tahu posisi atau keberadaan mobilnya. Namun, korban tidak memberikan kabar lebih lanjut sampai ia ditemukan tewas di Pati. 

Peristiwa tragis pengeroyokan ini bermula ketika korban dan tiga temannya datang ke Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Pati, pada Kamis, 6 Juni 2024. Korban diketahui adalah BH (52) dari Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat; SH (28) dari Rawa Badak, Koja, Jakarta Barat; KB (54) dari Kebandingan, Kedungbanteng, Kabupaten Tegal; dan AS (37) dari Pulo Gadung, Jakarta Timur. Mereka berempat berniat untuk mengambil mobil rental jenis Honda Mobilio yang belum dikembalikan oleh penyewa. Mobil itu akhirnya ditemukan di rumah AG, salah satu tersangka.

"Saat tiba di lokasi, para korban menemukan mobil Honda Mobilio tersebut terparkir di halaman depan rumah AG," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pati, Komisaris Alfan Armin, Sabtu, 8 Juni 2024.

Setelah menemukan mobilnya, Burhanis dan teman-temannya membuka pintu mobil menggunakan kunci cadangan yang mereka bawa. Namun, ada warga yang melihat mereka dan meneriaki mereka sebagai pencuri, sehingga mengundang kerumunan warga yang kemudian memukuli Burhanis dan tiga temannya. Selain pengeroyokan, tindakan main hakim sendiri ini juga mengakibatkan pembakaran mobil.

Dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan empat tersangka, yaitu EN (51), BC (30), AG (35), dan M (37). Keempatnya memiliki peran yang berbeda dalam insiden yang menewaskan satu orang. EN berperan dalam mengejar, menghadang kendaraan korban, memukul, dan menginjak korban. BC berperan mengejar, menghadang, memukul, dan menginjak korban. AG berperan melindas korban dengan motor, mengenai lengan, dada, hingga bagian kiri tubuh korban, serta memukulnya. AG juga merupakan pemilik rumah tempat mobil Honda Mobilio milik korban terparkir. Ketiganya dijerat Pasal 170 ayat 2 ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. M dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 ke-2 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sehingga mengakibatkan luka berat, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 9 tahun.

Kasus pengeroyokan ini menimbulkan kecurigaan dari beberapa pihak terkait adanya komplotan yang dengan sengaja merancang pengeroyokan tersebut. Kebenaran akan hal ini belum terbukti secara pasti, namun apabila benar, kasus ini dapat dianalisis dengan teori pembentukan kelompok, konformitas, dan kepatuhan. Dalam kasus ini, terdapat kemungkinan telah terbentuknya kelompok informal yang tidak lain adalah komplotan pelaku pengeroyokan. Kelompok ini terbentuk atas dasar kedekatan, yang berarti anggota dari kelompok ini hidup atau bekerja dalam satu tempat yang sama, sehingga menimbulkan kedekatan antara anggotanya. Belum diketahui dengan jelas tujuan utama dari kelompok ini, namun keberadaan kelompok ini kemungkinan besar adalah benar. 

Berikutnya adalah konformitas, konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne). Konformitas dalam kasus ini ditunjukkan dengan perilaku anggota komplotan pelaku yang ikut mengeroyok korban. Tindakan konformitas ini didasari oleh penerimaan (acceptance) pelaku dengan kelompok sosialnya, karena pelaku melakukan tindakan konformitas akibat pengaruh perilaku kelompok, yaitu dengan mengeroyok korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun