Mohon tunggu...
Amien Laely
Amien Laely Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai informasi terkini, kesehatan, karya sendiri, religiusitas, Indonesia, sejarah, tanaman, dll

Tak ada yang abadi. Semua akan basi. Sebelum waktu disudahi. Musti ditanya seberapa banyak telah mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Cukup Hanya Aturan

9 Januari 2016   14:16 Diperbarui: 9 Januari 2016   14:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terlintas untuk usil menemukan jawaban mengapa ada hukum ? Pastilah untuk keamanan dan kenyamanan manusia, begitu piker saya. Pastilah tujuan keamanan lebih besar. Dengan hukum maka setiap orang akan berbuat sesuai apa yang diatur, baik dengan sadar maupun terpaksa karena takut sanksi.

Lintasan ini muncul ketika tadi pagi saya mengendarai mobil dan berputar balik di suatu titik di jalan lintas sumatera, di kota Duri, Riau. Sebuah mobil melaju cukup kencang, searah dengan lajur putar balik saya, dalam jarak masih cukup jauh. Saya rasa, adalah hak saya atas lajur itu karena setahu saya kendaraan yang sedang putar balik lebih diutamakan, dengan  tetap harus hati-hati dan memperhatikan kondisi jalan raya. Saya sudah melakukannya. Namun mobil yang saya lihat tadi –yang masih cukup jauh jaraknya- tetap melaju dan sepertinya tidak mengurangi kecepatannya, hingga kemudian ketika sudah berada dekat dengan saya, membunyikan klakson dengan cukup keras yang sepertinya ditujukan untuk saya. Tak ayal saya cukup kaget oleh laju kendaraannya, tapi syukurlah tak terjadi hal yang tak diinginkan.

Terhadap kejadian tersebut saya berkesimpulan bahwa setidaknya mobil tadi melanggar etika berkendara di jalan raya umum. Bahkan tidak salah jika saya katakan mobil tersebut melanggar hukum lalu-lintas. Jika terjadi apa-apa, pengendaranya layak diberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bagi saya, dan bisa jadi bagi Anda, yang diutamakan di jalan raya adalah keselamatan, bukan siapa salah atau siapa yang melanggar hukum. Untuk apa kita benar dan tidak melanggar tetapi keselamatan terancam. Yang lebih baik adalah tidak melanggar, aman, dan selamat.

Itulah sebabnya saya berpikir bahwa pokok permasalahannya bukan hanya bagaimana atau sudah benar dan adilkah Negara mengatur warga Negaranya. Ada hal pokok lain yang harus tercipta, adalah bagaimana warga Negara berperilaku untuk mewujudkan tujuan suatu aturan hukum.

Aturan hukum dan perilaku warga Negara adalah dua variable pembentuk atau dua sisi mata uang yang harus ada bersama-sama, namun aturan hukum lebih besar peranannya, karena menjadi acuan bagaimana warga Negara berperilaku. Peranan sosialisator (jika istilah ini tepat) dan Penegak hukum menjadi vital dalam hubungannya membentuk perilaku warga Negara agar sesuai dengan aturan hukum.

Di Indonesia yang Negara Hukum, pengetahuan tentang aturan hukum adalah domain warga Negara, bukan domain pemerintah, karena semua aturan hukum sudah diundangkan di Lembaran Negara, sehingga dianggap semua warga Negara mengetahuinya. Pemerintah hanya memfasilitasi berupa melakukan sosialisasi aturan hukum tersebut melalui berbagai media, tetapi pengetahuan tentang isi aturan hukum tersebut menjadi tanggung jawab warga Negara. Hal ini banyak tidak dipahami atau diabaikan oleh warga negeri ini.

Jika aturan dan perilaku adalah dua sisi mata uang, maka menjadi keliru apabila yang berlaku adalah hukum hanya untuk hukum. Yang saya maksud adalah jika setiap orang berperilaku hanya dilandasi oleh niat mentaati aturan hukum saja. Setelah itu dia merasa telah melakukan segalanya. Apabila suatu saat terjadi hal yang membahayakan melibatkan lebih dari satu pihak, maka jalan keluarnya adalah adu benar-salah di pengadilan. Jika hukum hanya untuk hukum maka kehidupan manusia akan kaku, gersang, dan kejam. Padahal Tuhan memberikan kehidupan ini untuk dinikmati dan mewujudkan kebahagiaan bersama.

Alangkah indah dan bijak jika perilaku taat hukum dilandasi oleh keinginan untuk mewujudkan ketertiban dan keselamatan bersama. Perilaku taat hukum dilakukan sebagai proses-wajib, agar tercipta keamanan dan keselamatan semua warga negara. Yang menjadi pokok dan utama adalah ketertiban, keamanan, dan keselamatan.

Negara yang warganya berperilaku bijak dalam hukum itu sangat mengesankan, karena bijak adalah sifat seorang hakim. Kata “hakim” secara harfiah bermakna bijaksana. Seorang hakim disebut hakim bukan karena dia berwenang memutuskan, tetapi karena dia memiliki kapasitas untuk memberikan putusan secara bijaksana, dan karenanya keputusan tersebut menjadi adil.

Bijaksana dan Adil adalah sifat-sifat Tuhan, dan kehendak Tuhan disebut Adil karena Dia Bijaksana dalam memberikan karunia-Nya kepada semua makhluknya sesuai dengan keadaan masing-masing makhluk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun