[caption id="attachment_315017" align="aligncenter" width="300" caption="Monumen Pengabdian (Tugu) Brimob (Koleksi Pribadi)"][/caption] Seperti Kopassus di TNI AD atau Marinir di TNI-AL, Brimob pun dipercaya sebagai “Kesatuan Bersenjata” yang sangat disegani di Indonesia. Wikipedia menyebutkan bahwa Brimob atau Brigade Mobil adalah unit (korps) tertua di Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Pasalnya Korps Baret Biru inilah yang mengawali pembentukan Kepolisian Indonesia pada tahun 1945. Namun demikian sesungguhnya cikal bakal korps ini sudah ada pada Jaman Jepang dengan nama Tokubetsu Keisatsutai.
Pada awal dibentuknya, unit ini bernama Pasukan Polisi Istimewa, dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tugas besar, yaitu melucuti senjata tentaraJepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota.
Perjuangan mempertahankan NKRI pun tak luput dari kiprah Korp ini. Peristiwa 10 Nopember 1945 Surabaya melawan pasukan Sekutu adalah salah satunya. Bahkan korp inilah yang mempelopori pecahnya pertempuran yang mempopulerkan nama Tokoh Bung Tomo itu. Pun saat-saat ketika ketegangan dengan Malaysia sedang memuncak di akhir kepemimpinan Presiden Sukarno pada 1965 dengan Dwikora, Korp ini tak ketinggalan ambil bagian membela keutuhan NKRI.
[caption id="attachment_315018" align="aligncenter" width="300" caption="Tugu JRDK (Foto Koleksi Pribadi)"]
![13893421401097067416](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552bab366ea834595a8b4568.jpeg?t=o&v=770)
Dari kalimat JRDK tersebut, sepertinya Korp ini ingin menegaskan kepada diri dan masyarakat bahwa tugas Brimob adalah mengabdikan Jiwa (nyawa) dan Raga(badan)nya untuk segala tugas kemanusiaan, termasuk di dalamnya ketertiban dan ketentraman masyarakat. Tentu saja dengan tidak mengabaikan tugas-tugasnya sebagai kesatuan paramiliter.
Pantas saja simbol-simbol kemanusiaan nampak jelas pada Tugu JRDK itu. Dari 8 (delapan) patung orang yang ada di Tugu itu, 3 (tiga) di antaranya adalah symbol kemanusiaan, yaitu satu patung perempuan dewasa dan satu patung anak perempuan yang sedang digandeng oleh (patung) Anggota Brimob, dan satu lagi patung bayi yang sedang digendong, juga oleh (patung) Anggota Brimob lain. Sisanya, sebanyak 5 (lima) patung adalah Pria Gagah Berbaret yang sedang membawa senjata, membidik musuh, membawa panji, atau membawa tas ransel kesatuan di punggungnya. Pendek kata, ada pesan yang ingin disampaikan bahwa “Kami Korp Brimob siap membela kehormatan Bangsa dan menyelamatkan Jiwa”. Hemm, sepertinya sangat heroik dan simpatik.
[caption id="attachment_315008" align="aligncenter" width="700" caption="Anggota Brimob yang Gugur (1) (Foto Koleksi Pribadi)"]
![13893412091290069403](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552bab366ea834595a8b4569.jpeg?t=o&v=770)
Demi bangsa dan kemanusiaan, korp ini telah membuktikan baktinya, bahkan dengan nyawa putra-putra terbaik Korp, maka pada dinding kaki Tugu dipahatkan beberapa peristiwa tempat diterjunkannya Korp Brimob, beserta daftar nama anggota yang gugur dalam peristiwa itu. Peristiwa-peristiwa itu adalah dalam rangka mempertahankan NKRI, memulihkan ketertiban dan keamanan, tugas kemanusiaan, dan peristiwa lain, di antaranya:
- Operasi Dwikora Malaysia (1965),
- Operasi Lorosae Timor-Timur (1976),
- Operasi Sadar Rencong (1999),
- Operasi Sintuwu Maroso Poso, Sulteng (2000),
- Operasi Matoa Papua (2000),
- Operasi Lorosae NTB (Bima) (2000),
- Operasi Lihkam Aceh (2000 dan 2001),
- Operasi Sadar Rencong Aceh (2001),
- Operasi Kamtibnas Kerusuhan Sampit, Kalteng (2001),
- Operasi Cinta Meunasah Aceh (2002),
- Operasi Mutiara Ambon (2002),
- Operasi Cinta Damai Aceh (2003),
- Operasi Tegak Rencong I Aceh (2003, 2004),
- Korban Tsunami Aceh (2004).
[caption id="attachment_315012" align="aligncenter" width="490" caption="Anggota Brimob yang Gugur (2) (Foto Koleksi Pribadi)"]
![13893414171497289439](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552bab366ea834595a8b456a.jpeg?t=o&v=770)
Seluruh anak bangsa berharap korp ini semakin professional mengemban tugas-tugas mulia demi rakyat, bangsa dan Negara, tanpa diintervensi oleh kepentingan-kepentingan rezim atau pihak-pihak lain yang tidak berhak.
Hal lain yang menarik dan patut pula diketahui –sebagaimana disebutkan oleh Wikipedia- adalah bahwa Unit Gegana alias Penjinak Bahan Peledak (termasuk bom) adalah juga bagian dari korp Brimob ini. Bahkan Densus 88 yang sempat mengundang pro-kontra, baik keberadaan maupun beberapa aksinya pun adalah salah satu ‘sayap’ dari korps ini. Alhasil seheboh apapun pro-kontra itu, Korp Brimob adalah kebanggaan bangsa. Dan Tugu JRDK adalah symbol sekaligus semangat profesionalisme korp Brimob.
Jika boleh menelisik lebih jauh, patut direnungkan soal lokasi Tugu, yaitu berada dan ‘terlindung’ di tengah-tengah Markas Brimob, apa itu artinya? Adalah bahwa dengan ‘keterlindungan’ itu, maka tidak setiap orang bisa senenaknya datang ke tempat itu setiap saat. Bermakna pula bahwa pesan “Tugas Kemanusiaan” itu adalah untuk dicamkan dan diingat dalam-dalam oleh personel Brimob. Sedangkan masyarakat pada umumnya bisa mengambil pelajaran bahwa ternyata Korp Brimob mengusung visi kemanusiaan.
Berbeda seandainya Tugu itu dibangun di luar komplek Markas, sehingga masyarakat luas bisa melihatnya setiap saat serta merenungkan symbol-simbol yang ada di Tugu. Namun sekali lagi pesan “Misi Kemanusiaan” itu lebih ditujukan untuk menjadi doktrin Anggota. Masyarakat Luas tidak terlalu membutuhkan pesan itu. Yang dibutuhkan masyarakat adalah “Objek Wisata” berupa tugu dengan segala kandungan maknanya.
[caption id="attachment_315004" align="aligncenter" width="560" caption="Makna Lambang dan 'Puisi' JRDK"]
![13893409761392691524](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552bab366ea834595a8b456b.jpeg?t=o&v=770)
Yang cukup unik adalah ‘prasasti’ batu berpahat, masih tentang kaki Tugu, bertuliskan kalimat-kalimat indah tak ubahnya puisi. Ada dua ‘puisi’ yang menghias dengan apik. Satu ‘puisi’ semacam menjabarkan makna Lambang Brimob, seperti ditegaskan dalam Judulnya: “LAMBANG YANG ADA”. Simaklah kalimat menggetarkan dan dalam makna yang mengawalinya:
kalau kami lahir dari lumpur
Apakah kepada lumpur pula kami akan kembali
Sedangkan satu ‘puisi’ lagi berjudul: “JIWA RAGAKU DEMI KEMANUSIAAN”, seperti Nama Tugu itu, diantaranya tertulis kalimat yang tak kalah menggetarkan:
Aku siap korbankan jiwaku
Aku siap korbankan ragaku
Aku bangga korbankan semua
Demi kemanusiaan
Boleh jadi masyarakat di sekitar Tugu bisa ‘bebas’ datang ke lokasi untuk sekedar berwisata kecil melihat Tugu atau melakukan aktifitas lain yang diperbolehkan. Namun masyarakat yang jauh tentu tidak bisa ‘bebas’ seperti itu. Setidaknya akan sungkan untuk masuk komplek melewati pintu gerbang yang dijaga ketat oleh Anggota Brimop.
Atau jangan-jangan masyarakat luas takut dekat-dekat tempat itu karena melihat senapan yang dipanggul-panggul oleh para penjanga pintu gerbang. Kalau tiba-tiba senapan itu menyalak dan mengenai mereka, wah bisa fatal. Maka lebih baik tidak usah dekat-dekat tempat bersenjata itu. Tidak bisa melihat atau mengambil foto “Tugu Kemanusiaan” lebih baik daripada kena bedil. He..he..he…
Salam Kompasiana!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI