Beberapa tahun yang lalu, saat saya masih di tahun pertama kuliah, saya pernah mengikuti kelas di Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Â
Niat awal saya sih cuma sit in karena kuliah di FISIP tidak setegang dan seketat di fakultas saya, Fakultas Saintek. Namun, niat saya itu bergeser karena materi yang disampaikan tentang industri buku kini sangat menarik perhatian.
Saya mungkin tidak mengingat betul nama dan wajah dosen tersebut, namun kalimat yang saya ingat jelas adalah industri buku kini tepukul keras akibat digitalisasi.Â
Kita lihat saat ini satu per satu kabar perusahaan surat kabar seperti Koran Tempo, Majalah Bobo, Koran Republika, Tabloid Nova mulai berhenti memproduksi surat kabar cetak.Â
Perpustakaan pun kini semakin banyak menyediakan buku atau jurnal penelitian dalam bentuk e-book.
Runtuhnya surat kabar merupakan pukulan telak bagi dunia percetakan dan informasi berupa media cetakan.Â
Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku.Â
Dalam hati saya membenarkan, karena dulu keluarga saya berlangganan koran dan berhenti sejak sepuluh tahun terakhir.
Bicara tentang buku cetak atau buku konvensional. Meskipun tergeser dengan adanya buku digital namun menurut saya, dalam sepuluh tahun kedepan pasar buku masih tetap ada dan dibutuhkan.Â
Ada karena selama manusia masih ada, pendidikan akan tetap berjalan dan literasi melalui buku adalah komponen wajib pendidikan.