Mohon tunggu...
Amilatur Rohma
Amilatur Rohma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Physics Student | Content Writer | Social Media Enthusiast

A Marketer who enthusiasting on writing. Menulis untuk menyampiakan hal yang tak mampu diucapkan oleh lisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bancakan, Tak Sekadar Tradisi Berbagi Makanan

22 Agustus 2021   22:01 Diperbarui: 22 Agustus 2021   22:17 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa disini yang tahu atau pernah mengikuti tradisi makan-makan bersama dengan keluarga dan tetangga di wadah makan bundar besar (tampah)? Yah, sebagian yang lahir atau besar di Jawa pasti tau tradisi satu ini.

Dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya, jangan lewatkan tradisi satu ini. Namanya "Bancakan", sebuah tradisi selametan yang dilakukan dengan bagi-bagi atau mengundang tetangga dekat untuk makan. Di beberapa daerah mungkin memiliki penyebutan yang berbeda, namun masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur mengenalnya dengan Bancakan. 

Sang punya acara bancakan biasanya menyajikan hidangan nasi putih yang disajikan dengan urapan atau kulup (aneka sayur hijau seperti kangkung, daun lembayung atau daun singkong yang dicampur dengan parutan kelapa berbumbu). 

Tak lupa dilengkapi dengan aneka lauk pauk seperti telur, tempe, mie, ayam goreng, ikan asin ataupun yang lebih modern dengan irisan daging. Bancakan ini seringkali dibagikan melalui bentuk bungkusan atau disajikan dalam wadah bundar besar (tampah) untuk dapat dinikmati bersama-sama secara langsung.

Tradisi bancakan ini umumnya dilakukan ketika ada anggota keluarga merayakan hari lahir atau weton sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. Sederhananya momen bancakan ini juga bentuk rasa syukur atas rejeki dengan berbagi kepada sesama. Bancakan juga biasanya dilakukan ketika orang tua merayakan anggota keluargamya yang meraih suatu capaian dalam hidupnya, seperti memperoleh prestasi, selesai rapotan atau naik kelas, membangun rumah, membeli mobil atau sepeda motor dan sebagainya. Dalam pelaksanaanya pun, seringkali yang diundang bancakan pasti menanyakan, "Bancakan dalam rangka apa?", atau "Siapa yang dibancaki, mbak yu?" dan pertanyaan lainnya yang melatarbelakangi diadakannya bancakan itu. Dan sang penyelenggara bancakan akan menjawab, "Mbancaki si A, mohon doanya agar keluarga kami selalu diberikan keselamatan dan kesuksesan". Sama dengan bahagia, do'a itu nular.

Belakangan bancakan tradisional dengan makan bersama-sama dalam satu wadah mulai berkurang. Kini, bancakan dengan konsep modern lebih banyak dilakukan, seperti dengan membagikan makanan siap saji atau makanan pesanan dalam bentuk paket atau bingkisan ke rumah-rumah tetangga. 

Singkatnya, lebih praktis demikian. Namun daripada konsep, yang terpenting adalah makna dari bancakan itu sendiri. Terlepas dari tradisi Jawa atau selametan, bancakan adalah tradisi menggembirakan dan memiliki makna ibadah tersirat, yaitu sedekah. 

Ada banyak nilai-nilai agamis dan kearifan lokal dalam tradisi bancakan. Mulai dari menjalin kerukunan dengan memuliakan tetangga, kesederhanaan dalam kebersamaan hingga tradisi berbagi kebahagiaan ala orang Jawa. Apalagi dengan berkumpulnya orang-orang dalam satu tempat akan terjalin silaturrahmi. Semoga generasi masa kini dapat terus meneruskan tradisi yang 'adem' ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun