Mohon tunggu...
Amilatu Rodhiyah
Amilatu Rodhiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menonton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam Nusantara "Tradisi Sekaten di Kraton Kasunanan Surakarta"

14 Oktober 2024   20:00 Diperbarui: 14 Oktober 2024   20:14 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ISLAM NUSANTARA "TRADISI SEKATEN DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA" 

Islam Nusantara adalah konsep Islam yang mencerminkan identitas Islam yang beragam namun tetap berlandaskan ajaran Nabi. Sebagian umat Islam menolak identitas ini, sementara sebagian lain menerimanya. Islam Nusantara diwujudkan melalui pendekatan kultural, menghasilkan pemikiran Islam yang ramah, moderat, inklusif, toleran, damai, harmonis, dan menghargai keberagaman. Islam Indonesia dianggap sebagai contoh berislam yang demikian. Model Islam yang menenangkan ini perlu dipromosikan secara internasional untuk mengubah pandangan negatif terhadap Islam. Hal ini terjadi melalui akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal, khususnya di Jawa. Islam Nusantara merupakan konsep yang penting dalam menyebarkan pesan toleransi dan kedamaian dalam Islam.

 Islam Nusantara juga  hasil interaksi Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan sastra di Indonesia. Meskipun Islam bersifat ilahiyah, Islam Nusantara juga bersifat insaniyah, tercermin dalam praktik keseharian. Ada juga pemahaman kontekstual terhadap teks suci dengan mempertimbangkan adat lokal untuk kemaslahatan baik dari segi ukhrawi maupun duniawi. Fiqih Nusantara merupakan paham keislaman di bumi Nusantara yang menggabungkan teks syariat, budaya, dan realitas lokal. "Islam Nusantara" berbeda dari "Islam di Nusantara". 

Nusantara dalam istilah pertama adalah sifat, disebut "mudhafun ilaihi" dalam bahasa pesantren---menggambarkan Islam. Istilah kedua hanya menunjukkan Nusantara sebagai tempat tanpa hubungan dengan Islam. "Islam Nusantara" mewakili Islam dengan corak, warna, kekhasan, karakter, dan budaya Nusantara. Nusantara merujuk pada keragaman di pulau-pulau Nusantara, yang terdiri dari 17. 000 pulau. Nusantara adalah wilayah Indonesia saat ini, termasuk wilayah Majapahit seperti Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian Filipina. Nusantara bukan hanya Jawa, tetapi pulau-pulau seberang Jawa. Kerajaan Majapahit mengingatkan kita akan kejayaan masa lalu bangsa ini. Ada beragam tradisi islam nusantara salah satunya adalah tradisi sekaten yang ada di Kraton Kasunanan Surakarta. 

TRADISI SEKATEN DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA

Sekaten adalah acara tahunan yang dirayakan sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Surakarta dan kadang-kadang di Keraton Yogyakarta. Acara ini awalnya didesain oleh Walisongo untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan sebagai sarana untuk mengajarkan Agama Islam. Sekaten pertama kali dimulai semasa Kerajaan Demak dan berlanjut hingga era kerajaan Surakarta dan Yogyakarta saat ini. Pada awal berdirinya Kerajaan Islam Demak, Raja Demak pertama, Raden Patah, bertemu dengan Walisongo, yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, dan lain-lain, untuk membahas penyebaran agama Islam di Jawa. Sunan Kalijaga mengusulkan mengganti adat Hindu dengan ajaran Islam, seperti mengubah semedi menjadi sholat. Pada hari Maulid, gamelan akan dimainkan di sekitar masjid untuk menarik orang untuk belajar agama Islam. Para wali akan memberi ceramah keagamaan kepada para hadirin. 

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Dari syahadatain muncul istilah sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten diadakan secara rutin setiap tahun sebagai warisan budaya Islam, baik di Kerajaan Demak maupun di Mataram yang terbagi menjadi Kasultanan Jogjakarta dan Kasunanan Surakarta. Sekaten diadakan di bulan Maulud, bulan ketiga dalam tahun Jawa, di Alun-alun utara Keraton Kasunanan Surakarta. Acara dimulai dengan pameran gamelan sekati, benda pusaka keraton, yang kemudian dibunyikan dalam komposisi musik Jawa rambu dan rangkur selama enam hari dalam perayaan Sekaten. Adapun makna dan nilai budaya sekaten, sebagai berikut :

a. Makana

Tradisi Sekaten melibatkan interaksi antara Sultan, Sesepuh adat, Tokoh agama, dan lainnya. Tradisi ini menciptakan kepercayaan dalam masyarakat, membentuk pola tingkah laku yang menjadi bagian budaya. Gending Sekaten memiliki makna religius, seperti mengenang Rasulullah, berdoa, dan masuk Islam. Upacara Sekaten melibatkan bunyi gamelan pusaka dan penyebaran uang logam oleh Sultan, sebagai lambang anugerah dan keberkahan. Hal ini dipercaya sebagai tradisi kemakmuran dan kesucian. 

b. Nila

Sekaten adalah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan raja Keraton Demak sebagai sarana dakwah dalam penyebaran Islam. Selain itu, Sekaten juga mengandung nilai-nilai penting seperti nilai agama, pendidikan, ekonomi, dan sosial. Nilai agama tercermin dalam hubungan kuat antara Sekaten dengan Islam, sedangkan tradisi Sekaten dapat menjadi pembelajaran bagi generasi muda tentang adat istiadat dan budaya Indonesia, khususnya Jawa. Di sisi lain, Sekaten juga dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan dan sebagai ajang interaksi sosial bagi masyarakat dari berbagai kalangan tanpa memandang status sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun