Nama  : Amila Safira H
NIM Â Â : S20191046/HK2
Dosen Pengampu : Basuki Kurniawan, M.H, M.H
Analisis UU perkawinan secara teoritik dan praktik
UU No. 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) beserta perubahannya dalam Undnag-Undang No. 16 Tahun 2019
Secara Teoritik :
RUU perubahan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) dalam pelaksanaannya bisa bertentangan dengan hak-hak anak dalam penjaminan atas pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sehingga akan menimbulkan pendiskriminasian terhadap anak perempuan yang akan berdampak negatif terhadapnya; (b) mendesak perubahan isi pasal 7 ayat (1) dan (2) karena merupakan bagian dari amanat konstitusi dalam penjaminan perlindungan terhadap warga negaranya khususnya hak-hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia; (c) perubahan Undang-undang perkawinan telah mempertimbangkan dari berbagai aspek seperti filosofis, sosiologis, dan yuridis; (d) perubahan Undang-undang perkawinan menitik beratkan pada batas minimal usia 19 tahun dalam pelaksanaan perkawinan untuk mencegah terjadinya perkawinan dibawah umur.
Terkait dengan adanya pro kontra serta usulan perubahan terhadap Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang terjadi pada saat itu dapat menunjukkan bahwa UU perkawinan tersebut sudah dianggap tidak relevan dengan dinamika masyarakat Indonesia pada saat itu sehingga kesan di dalam UU tersebut yang menjadi sorotan dari berbagai kalangan masyarakat adalah kurang tegasnya undang-undang tentang batas usia perkawinan, permasalahan tentang aturan pencatatan perkawinan, dan masalah-masalah lainnya, serta tidak diaturnya sanksi terhadap pelanggarnya. Meskipun demikian, dalam hal Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang batas minimal usia seseorang dalam melangsungkan perkawinan yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan batas batas usia 16 tahun untuk perempuan dan ubah Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat (1) tentang batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Untuk itu melalui metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan teoritis dan fakta melalui media informasi baik majalah, artikel, berita, dan sumber lainnya penulis akan membahas tentang Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam perubahan di dalam pasal 7 ayat (1) dari segi hukum dan bagaimana para pelaku perubahan Undang-undang tersebut mengartikan istilah "kedewasaan" dalam melangsungkan perkawinan.
Didalam pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 telah diatur bahwa perkawinan dapat dilangsungkan jika usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun 8 Dalam hal ini pemerintah berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip yang telah disebutkan sebelumnya menganggap bahwa laki-laki yang telah berusia 19 tahun dan perempuan sudah matang dalam hal fisik, mental dan materi Hal tersebut juga sejalan dengan hukum islam yang tertuang dalam Hukum Kompilasi Islam tentang makna "kedewasaan" untuk mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur Di sisi lain, disebutkan di dalam pasal 7 ayat (2) "Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita" 9 Di dalam ayat 2 tersebut terlihat tidak adanya ketidak konsistensian pemerintah dalam menangani terjadinya perkawinan dibawah umur kemudian di dalam penjelasannya, Undang-undang tersebut tidak mejelaskan dasar-dasar yang mengikat secara hukum dalam hal pelaksanaannya sehingga hal ini adalah celah hukum yang dapat dilanggar secara yuridis.
Secara Praktik :
Berdasarkan fakta yang telah terjadi di masyarakat Indonesia, dapat disimpulkan bahwa arti "kedewasaan" menurut pandangan masyarakat dalam keberlangsungan perkawinan dilihat dari beberapa faktor yaitu: a. Kedewasaan seseorang diukur secara materi yang mana seseorang dianggap dewasa jika telah mampu menghasilkan uang dan dapat melangsungkan perkawinan walaupun usianya masih di bawah umur menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974. b. Kedewasaan seseorang terutama perempuan dilihat dari perubahan fisik misalnya organ reproduksi telah berubah (menstruasi) menurut pandangan hukum islam. c. Kedewasaan yang dipaksakan akibat dari terjadinya hamil diluar nikah. d. Mindset masyarakat terutama dipedesaan yang menganggap bahwa kaum perempuan hanya menjadi istri dan tugasnya mengurusi rumah tangga tanpa memperhatikan hak-haknya e. Lemahnya Undang-undang perkawinan dalam hal hukum karena tidak adanya sanksi bagi yang melanggarnya.