Ada waktu yang tidak bisa kita minta mundur.
Ada takdir yang tidak bisa kita hentikan.
Ada masa yang tidak bisa berhenti berputar.
Ada hidup dan mati yang tidak tau sampai kapan.
Seberapakah kita menyadari bahwa dunia ini hanya tempat singgah yang amat singkat? Sedangkan, satu hari 24 jam waktu kita lebih banyak terkuras untuk urusan keduniawian. Seberapakah kita menyadari bahwa waktu kita bisa tiba-tiba berhenti saat itu juga? Sedangkan, detak detik berputar sering melalaikan kita pada Sang Pemilik masa.
Dunia bisa saja menjanjikan manis, mewah, melimpah kebahagiaan manusia. Tapi, sampai kapan?
Sedangkan, dunia tahu ia tidak akan lama bertahan.
Dia sadar diciptakan hanya untuk tempat beristirahat untuk sebuah perjalanan panjang, nan kekal. Untuk sedikit menghibur para musafir dengan berbagai macam bumbu agar dia tidak bosan. Sampai pada akhirnya, banyak mereka terlupa, sajian nikmat itu seolah membawanya pada masa yang tidak ada ujungnya.
-------------------------------------------------------------
Saya, tidak akan menyinggung apa-apa tentang kehidupan. Karena saya sadar, hidup ini hanya membuat kita berbelit-belit dalam melakukan pembelaan, itu akan menyita banyak kesempatan. Mari kita mengambil sedikit pelajaran dari manusia-manusia berpengalaman, yang telah lengkap mengunyah manis getir drama kehidupan. Saya terinspirasi dari sebuah broadcast whatsapp yang pagi ini membuat saya tergerak untuk menulis ini.
" Ungkapan Hati BJ Habibie soal akhirat.
SAAT KEMATIAN ITU KIAN DEKAT.
( by BJ Habibie ketika berpidato di Kairo, beliau berpesan "Saya diberikan kenikmatan oleh Allah ilmu technology sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama itu lebih bermanfaat untuk umat .Kalo saya disuruh memilih antara keduanya maka saya akan memilih ilmu Agama." )
Sepi penghuni...
Istri sudah meninggal... Â
Tangan menggigil karena lemah...
Penyakit menggerogoti sejak lama...
Duduk tak enak, berjalan pun tak nyaman... Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta seorang pembantu...
Tiga anak, semuanya sukses... berpendidikan tinggi sampai ke luar negeri...
Ada yang sekarang berkarir di luar negeri...
Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi...
Dan ada pula yang jadi pengusaha ...
Soal Ekonomi, saya angkat dua jempol semuanya kaya raya...
Namun....
Saat tua seperti ini dia "merasa hampa", ada "pilu mendesak" disudut hatinya..
Tidur tak nyaman...
Dia berjalan memandangi foto-foto masa lalunya ketika masih perkasa & enegik yg penuh kenangan
Di rumah yang besar dia merasa kesepian, tiada suara anak, cucu, hanya detak jam dinding yang berbunyi teratur...
Punggungnya terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya....
Dari sudut mata ada air yang menetes.. rindu dikunjungi anak-anak nya
Tapi semua anak nya sibuk dan tinggal jauh di kota atau negara lain...
Ingin pergi ke tempat ibadah namun badan tak mampu berjalan....
Sudah terlanjur melemah...
Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak...
sepanjang waktu .... Â
Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya... atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti_
Hanya menunggu sesuatu yg tak pasti...
yang pasti hanyalah KEMATIAN.
Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya..._
Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC...
Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing bila datang..._
Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa .?
Kira-kira jika malaikat "datang menjemput", akan seperti apakah kematian nya nanti.
Siapa yang akan memandikan ?
Dimana akan dikuburkan ??
Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan?
Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti?
Rumah akan di tinggal, asset juga akan di tinggal pula...
Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak ???
Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan ???
Apa lagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama??? Â Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja..._
"Kalau lah sempat" menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya...
"Kalau lah sempat" dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang......Â
"Kalau lah sempat" memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan.....Â
"Kalau lah sempat" membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan...
Kalau lah kita tidak kikir kepada sesama, mungkin itu semua akan menjadi "Amal Penolong" nya ...
Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi 'Orang yang shaleh', dan 'Ilmu Agama' nya lebih diutamakan
Ibadah sedekahnya di bimbing/diajarkan & diperhatikan, maka mungkin senantiasa akan 'Terbangun Malam', 'meneteskan air mata' mendoakan orang tuanya.
Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama...
"KALAULAH SEMPAT"
Mengapa kalau sempat ?
Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita ? Â Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Â Kenapa kita tidak lebih serius?
Menyiapkan 'bekal' untuk menghadap-Nya dan 'Mempertanggung Jawabkan kepadaNya?
Jangan terbuai dengan 'Kehidupan Dunia' yang  bisa  melalaikan.....
Kita boleh saja giat berusaha di dunia....tapi jadikan itu untuk bekal kita pada perjalanan panjang & kekal di akhir hidup kita.
( bagi yang  menyebarkan catatan ini semoga menjadi sodaqoh ilmu & ladang amal Shaleh)_
Teruslah menjadi  "si penabur  kebajikan" selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.
Semoga Bermanfaat...
Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie "
Tahun 2019, Indonesia sedang diuji. Duka menyelimuti negara khatulistiwa ini. Tokoh-tokoh penting, panutan, guru, pembimbing telah berpulang. Mereka adalah paku bumi, yang membuat Indonesia tetap berdiri didera badai selama 74 tahun kemerdekaan. Tantangan dan rintangan yang tidak mudah, perjuangan berdarah-darah, merekalah saksi tumpah ruah persatuan yang akan terus menjadi sejarah.
Baiklah, apa yang terbersit dalam benak pembaca mengenai broadcast tersebut?
Apakah ketika membacanya hati anda merasa ngilu, sesak, atau bahkan mata anda yang tergerak untuk menguarkan butiran-butiran beningnya? Iya, saya pun demikian.
Siapa yang tidak mengenal sosok BJ. Habibie. Seorang bapak teknologi dunia yang lahir dari padalaman pulau Indonesia. Sosok orang desa yang menggemparkan dunia lewat karya-karya besarnya di bidang dirgantara, seorang Mr. Crack, seseorang yang di akui dunia dengan kecerdasan, kegigihan, keuletan, kereligiusan, sosok luar biasa yang menjadi inspirasi kaum-kaum milenial dengan kisah romantikanya. Saking luar biasanya, kisah seorang BJ. Habibie diunggah di media perfilman Indonesia, mencapai jutaan penonton yang rela berbondong-bondong mengantri di bioskop.
Sahabat, bukankah jika kita lihat tidak ada yang kurang dari hidup beliau. Bukankah kisah kasih beliau sempat kita agung-agungkan sebagai life goals di masa mendatang. Sekilas tidak ada yang cacat, seolah lengkap, sempurna. Namun, sekali lagi waktu menggulirkan semuanya, merenggut segalanya. Istri, anak, cucu, yang selalu mendukungnya, yang selalu menjadi tiang yang kokoh untuk bersandar, melepas penat, menghibur segala resah di hari-hari senjanya.
Ketika satu persatu dari mereka pergi, hidup yang mewah tidak lagi punya arti.
Muda, adalah waktu dimana kita mulai terobsesi dengan kesuksesan. Berbagai macam cara dilalui, berbagai bidang digeluti. Jiwa-jiwa nekad kapan saja bisa jadi satu solusi.
Seorang BJ. Habibie yang kita kenal, dimasa mudanya lebih banyak mencari tau hal-hal baru. Pantang untuknya berhenti sebelum terjawab semua pertanyaan yang berkelimpungan di otaknya. Keingintahuannya sangatlah besar. Darisitulah beliau menemukan teori-teori baru sepanjang sejarah, sehingga mendapatkan beberapa penghargaan tingkat dunia.
Dunia pendidikan yang tinggi, kisah romantika yang kuat, menjadikan hidupnya sangat sejahtera. Namun, beliau tetaplah manusia biasa.
Sebagai orang tua, tidak bisa dinafikan kehilangan sosok istri yang dicintai dan anak cucu yang berjarak jauh menciptakan ruang hampa dalam dirinya. Rumah mewah, harta berlimpah serasa hanya menjadi pajangan yang tidak bisa memberikan ketenangan untuk hatinya. Jiwa-jiwa mudanya masih menyala. Namun, renta usia tidak bisa tertipu. Keingingan yang tidak pernah sepadan dengan keadaan membuatnya harus mengulum sabar lebih dalam, menanti ketidakpastian hari esok, sendirian. Berkumpul dengan mereka bisa dihitung dengan jari. Apalagi anak cucu yang sukses dengan berbagai kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan, sudah barang pasti menciptakan pertemuan secara sengaja tidak akan mudah.
Waktu telah menyita aktivitasnya. Usia menggerogoti kesehatannya. Sekali lagi, sekuat tenaga beliau berusaha untuk tetap bertahan terhadap keadaan. Ingin, rindu rasanya melihat wajah-wajah mereka. Terlalu sulit, rapuh menatap mereka melihat keadaannya. Rasanya ingin meminta Tuhan, menghentikan detik itu juga ketika mereka mampu meluangkan waktu untuk bersua. Bukan salah mereka, bukan. Hanya saja dunia membuatnya sibuk, membuat mereka memiliki tanggungjawab lebih, dan inilah resiko yang harus diterima setiap manusia. Di detik terakhir, nyatanya takdir Tuhan lebih kuat dibandingkan keinginannya. Tuhan memintanya pulang. Memintanya kembali, disaat orang-orang tersayang menyemangatinya untuk bertahan. Tibalah hari itu, waktunya untuk berpamitan.
-------------------------------------------------------------
Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah singkat diatas adalah tidak ada orang tua yang ingin dilupakan. Memang, mereka adalah orang pertama yang berjuang siang malam demi kesuksesan putra-putrinya. Membanting tulang sampai lupa makan. Namun, pada dasarnya mereka hanya ingin kalian bahagia. Orang tuamu tidak ingin kalian merasakan hal serupa yang mereka rasakan. Tidak ingin anaknya melalui sayatan perih kehidupan. Mereka ingin melihat kalian dengan mudah meraih bahagia tanpa harus berdarah-darah. Mereka hanya ingin kalian sukses, dengan sebuah ingatan bahwa merekalah yang membawamu besar seperti ini.
Seorang raja kaya raya yang disegani rakyatnya, makmur kerajaannya jika lupa terhadap jasa orang tua, Tuhanpun ikut mengutuk setiap langkahnya. Maka, selagi sempat, selagi sempat, selagi sempat, selagi orang tua masih ada di muka bumi belum tertimbun tanah merah, ingatlah mereka, jenguklah mereka, doakan mereka, sayangi mereka. Sebelum semua pergi, dan kita baru menyesali. Karena merekalah, punggung tanpa pamrih tak kenal letih untuk anak cucunya.
Bagaimana menurut anda?
Kunjungi juga Blogku ya. Thanks
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H