Teruslah menjadi  "si penabur  kebajikan" selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.
Semoga Bermanfaat...
Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie "
Tahun 2019, Indonesia sedang diuji. Duka menyelimuti negara khatulistiwa ini. Tokoh-tokoh penting, panutan, guru, pembimbing telah berpulang. Mereka adalah paku bumi, yang membuat Indonesia tetap berdiri didera badai selama 74 tahun kemerdekaan. Tantangan dan rintangan yang tidak mudah, perjuangan berdarah-darah, merekalah saksi tumpah ruah persatuan yang akan terus menjadi sejarah.
Baiklah, apa yang terbersit dalam benak pembaca mengenai broadcast tersebut?
Apakah ketika membacanya hati anda merasa ngilu, sesak, atau bahkan mata anda yang tergerak untuk menguarkan butiran-butiran beningnya? Iya, saya pun demikian.
Siapa yang tidak mengenal sosok BJ. Habibie. Seorang bapak teknologi dunia yang lahir dari padalaman pulau Indonesia. Sosok orang desa yang menggemparkan dunia lewat karya-karya besarnya di bidang dirgantara, seorang Mr. Crack, seseorang yang di akui dunia dengan kecerdasan, kegigihan, keuletan, kereligiusan, sosok luar biasa yang menjadi inspirasi kaum-kaum milenial dengan kisah romantikanya. Saking luar biasanya, kisah seorang BJ. Habibie diunggah di media perfilman Indonesia, mencapai jutaan penonton yang rela berbondong-bondong mengantri di bioskop.
Sahabat, bukankah jika kita lihat tidak ada yang kurang dari hidup beliau. Bukankah kisah kasih beliau sempat kita agung-agungkan sebagai life goals di masa mendatang. Sekilas tidak ada yang cacat, seolah lengkap, sempurna. Namun, sekali lagi waktu menggulirkan semuanya, merenggut segalanya. Istri, anak, cucu, yang selalu mendukungnya, yang selalu menjadi tiang yang kokoh untuk bersandar, melepas penat, menghibur segala resah di hari-hari senjanya.
Ketika satu persatu dari mereka pergi, hidup yang mewah tidak lagi punya arti.
Muda, adalah waktu dimana kita mulai terobsesi dengan kesuksesan. Berbagai macam cara dilalui, berbagai bidang digeluti. Jiwa-jiwa nekad kapan saja bisa jadi satu solusi.
Seorang BJ. Habibie yang kita kenal, dimasa mudanya lebih banyak mencari tau hal-hal baru. Pantang untuknya berhenti sebelum terjawab semua pertanyaan yang berkelimpungan di otaknya. Keingintahuannya sangatlah besar. Darisitulah beliau menemukan teori-teori baru sepanjang sejarah, sehingga mendapatkan beberapa penghargaan tingkat dunia.
Dunia pendidikan yang tinggi, kisah romantika yang kuat, menjadikan hidupnya sangat sejahtera. Namun, beliau tetaplah manusia biasa.
Sebagai orang tua, tidak bisa dinafikan kehilangan sosok istri yang dicintai dan anak cucu yang berjarak jauh menciptakan ruang hampa dalam dirinya. Rumah mewah, harta berlimpah serasa hanya menjadi pajangan yang tidak bisa memberikan ketenangan untuk hatinya. Jiwa-jiwa mudanya masih menyala. Namun, renta usia tidak bisa tertipu. Keingingan yang tidak pernah sepadan dengan keadaan membuatnya harus mengulum sabar lebih dalam, menanti ketidakpastian hari esok, sendirian. Berkumpul dengan mereka bisa dihitung dengan jari. Apalagi anak cucu yang sukses dengan berbagai kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan, sudah barang pasti menciptakan pertemuan secara sengaja tidak akan mudah.
Waktu telah menyita aktivitasnya. Usia menggerogoti kesehatannya. Sekali lagi, sekuat tenaga beliau berusaha untuk tetap bertahan terhadap keadaan. Ingin, rindu rasanya melihat wajah-wajah mereka. Terlalu sulit, rapuh menatap mereka melihat keadaannya. Rasanya ingin meminta Tuhan, menghentikan detik itu juga ketika mereka mampu meluangkan waktu untuk bersua. Bukan salah mereka, bukan. Hanya saja dunia membuatnya sibuk, membuat mereka memiliki tanggungjawab lebih, dan inilah resiko yang harus diterima setiap manusia. Di detik terakhir, nyatanya takdir Tuhan lebih kuat dibandingkan keinginannya. Tuhan memintanya pulang. Memintanya kembali, disaat orang-orang tersayang menyemangatinya untuk bertahan. Tibalah hari itu, waktunya untuk berpamitan.
-------------------------------------------------------------
Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah singkat diatas adalah tidak ada orang tua yang ingin dilupakan. Memang, mereka adalah orang pertama yang berjuang siang malam demi kesuksesan putra-putrinya. Membanting tulang sampai lupa makan. Namun, pada dasarnya mereka hanya ingin kalian bahagia. Orang tuamu tidak ingin kalian merasakan hal serupa yang mereka rasakan. Tidak ingin anaknya melalui sayatan perih kehidupan. Mereka ingin melihat kalian dengan mudah meraih bahagia tanpa harus berdarah-darah. Mereka hanya ingin kalian sukses, dengan sebuah ingatan bahwa merekalah yang membawamu besar seperti ini.
Seorang raja kaya raya yang disegani rakyatnya, makmur kerajaannya jika lupa terhadap jasa orang tua, Tuhanpun ikut mengutuk setiap langkahnya. Maka, selagi sempat, selagi sempat, selagi sempat, selagi orang tua masih ada di muka bumi belum tertimbun tanah merah, ingatlah mereka, jenguklah mereka, doakan mereka, sayangi mereka. Sebelum semua pergi, dan kita baru menyesali. Karena merekalah, punggung tanpa pamrih tak kenal letih untuk anak cucunya.
Bagaimana menurut anda?