Di era serba glamor dan hedonis saat ini, memang sebagian besar anak negeri ini mudah "digoda" dan atau "diiming-imingi" untuk memperoleh penghasilan yang serba instan, antara lain melalui aktivitas judi online yang sedang gencar-gencarnya diberantas oleh pihak yang berwenang.
Beberapa hari ini, media massa, televisi, dan koran serta media sosial rama-ramai mengekspos aktivitas judi online yang dilakukan anak negeri ini. Diberitakan sedikitnya sekitar 8 juta-an anak negeri ini terlibat dalam judi online dan  trilunan rupiah uang digunakan atau uang perolehan dari hasil judi online oleh bandarnya.
Tempo, memberitakan  bahwa saat ini pemain judi online di Indoensia diperkirakan sudah mencapai 8,8 juta orang dan jumlah perputaran dana dalam aktivitas judi online di negeri ini diperkirakan sudah mencapai Rp.900 triliun dalam tahun 2024 (Tempo.co, 21 November 2024)
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan perpuratan uang judi onlne hampir Rp.400 triliun. Jika tanpa upaya pencegahan, perputaran uang bisa mencapai Rp.700 triliun. (Kompas.com, Â 21 November 2024).
Besaran perputaran uang dari informasi yang dipublis atau terpublis tersebut, sebenarnya bisa saja memiliki potensi perputaran uang lebih dari itu. Bila di dalami, mungkin saja angka yang dipublis atau terpublis tersebut masih jauh lebih kecil dari angka yang sebenarnya. Angka yang lebih besar tersebut, memungkinkan, karena aktivitas judi online ini sudah "merasuki" jiwa sebagaian besar anak negeri ini dan sudah merasuki berbagai kalangan. Apalagi, mengingat aktivitas judi online ini sudah berlangsung cukup lama di negeri ini.
Terlepas dari itu semua, yang jelas, kita berterima kasih kepada pihak yang berwenang, aparat dan atau petinggi negeri ini yang bertugas memberantas musuh yang satu ini (judi online), mereka mulai gencar melancarkan aksinya untuk menindak tegas pelaku (bandar) judi online tersebut.
Kegiatan ekonomi yang tidak diperkenankan atau dilaranag tersebut, baik dari sisi agama maupun sisi kemanusiaan, sepertinya memang tidak  mudah untuk diberantas, karena ada unsur "kecanduan" yang melatarinya atau mendorongnya.Â
Aspek Kecanduan vs Ekonomi
Bila dicermati, judi online dan kawan-kawan-nya yang sejenis lainnya, seperti narkoba, minuman keras, mungkin tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa menghisap rokok pun digolongkan dalam unsur "kecanduan" dan mungkin juga beberapa aktivitas lainnya yang juga bisa kita golongkan dalam unsur "kecanduan" tersebut.
Kita ambil contoh judi online saja, memang bila disimak, awalnya pelaku aktivitas judi online tersebut karena ada dorongan aspek ekonomi, mau mendapatkan penggasilan dengan cara mudah, dan atau mau cepat kaya. Sehingga sepanjang  belum berkesempatan "menang" atau "memperoleh penghasilan" dari judi online tersebut, semakin gencar mereka "berjudi" (judi online) tersebut.
Begitu  juga dengan bandar atau pihak yang menyediakan judi online tersebut, mereka juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan uang dengan cara mudah dan mau cepat kaya. Sehingga, dengan berbagai strategi mereka lakukan demi mempengaruhi anak negeri ini agar mau dan terdorong untuk melakukan aktivitas judi online tersebut.
Sehingga tidak jarang, menimbulkan efek negatif dan bahkan merusak diri pemain judi online. Dikabarkan dan diberitakan oleh media massa, tidak sedikit para pelaku judi online mendadak berubah menjadi "pemarah", "mudah emosi", dan tidak segan-segannya melakukan tindakan  "kekerasan" terhadap orang disekitarnya.