Dalam melakoni unit bisnis, selain modal berwujud seperti uang, gedung dan mobil, ada juga modal tidak kasat mata seperti keahlian, kemampuan berkomunikasi, dan kreativitas. Keduanya saling melengkapi untuk keberlangsungan bisnis.
 Meluruskan Istilah "Dengkul".
Bila disimak, dalam kehidupan sehari-hari, penyebutan istilah "modal dengkul" tersebut sering sekali. Bila ada seseorang yang membuka unit bisnis hanya bermodal apa adanya, atau bermodalkan tenaga saja, maka seseorang tersebut akan disebut ia melakukan unit bisnis hanya bermodal dengkul.
Ada pula yang mengartikan modal dengkul (istilah salah satu daerah) dalam membuka unit bisnis, ia hanya bermodalkan suara atau hanya dengan mengandalkan "lisan".Â
Cukup dengan "bercuap-cuap" atau "mempermainkan kata-kata, ia bisa melakuakan suatu unit bisnis.
Misalnya, ada istilah "tukang ulo/ngulo", meminjam idiom Palembang. Profesi ini sangat populer di Palembang. Jika ada seseorang pelaku usaha atau ada seseorang yang mau menjual sesuatu barang (misalnya tanah), maka tukang ulo tersebut, kesana kemari menawarkan tanah yang akan dijual tersebut.
Kemudian, bila kita hubungkan dengan hakikat dari dengkul dalam anatomi manusia sendiri, maka dengkul dapat diartikan sebagai sendi yang menghubungkan femur dan tabia. (wikipedia.org).
Selanjutnya, secara umum, kata dengkul, dapat disebut juga sebagai lutut. Bila, kita bicara masalah lutut, maka kita akan bicara mengenai salah satu anatomi manusia yang terbilang vital atau sangat penting.
Seseorang tidak bisa berdiri apabila lutut-nya, mengalami "cedera" atau ada gangguan secara fisik. Karena lutut merupakan suatu "konstruksi" pada tubuh manusia untuk manusia itu berdiri.
Ibarat suatu bangunan, maka lutut tidak salah, bila kita identikkan dengan konstruksi suatu bangunan (tiang-tiang penyangga), sehingga bangunan tersebut dapat berdiri.
Dengan demikian, maka lutut memegang peranan penting dan strategis bagi seseorang untuk melakukan aktivitas. Dengan demikian, pula. maka lutut berarti merupakan suatu hal yang penting sekali.