Oleh Amidi
Beberapa waktu yang lalu, sudah pernah saya tulis di Kompasiana ini tentang mengapa konsumen tertarik dan sekaligus ikut mempromosikan unit bisnis dan atau produk yang diprosuksi oleh pelaku bisnis.Â
Pada kesempatan ini, saya tergelitik menulis selayaknyalah pelaku bisnis membayar konsumen dan sekaligus karyawan yang ikut mempromosikan produk dan unit bisnis pelaku bisnis tersebut.
Seiring dengan semakin digandrunginya merek yang sekaligus menjadi brand suatu unit bisnis dan atau suatu produk, maka semakin tinggi nilai kecintaian, nilai kesenangan konsumen atau masyarakat terhadap suatu produk atau unit bisnia tersebut, bahkan justru sampai ada yang "ngebet banget".
Banyak contoh yang bisa dikemukakan disini. Misalnya pada unit bisnis otomotif roda empat, kita kenal dengan suatu merek yang sekaligus menjadi brand, yakni "toyota".Â
Misalnya pada unit bisnis otomotif roda dua, kita kenal dengan suatu merek yang sekaligus menjadi brand, yakni "honda".Â
Misalnya pada unit bisnis pasta gigi, kita kenal dengan merek yang sekaligus menjadi brand, yakni "pepsodent".Â
Misalnya pada unit bisnis deterjen, kita kinal dengan merek yang sekaliguas menjadi brand, yakni "rinso".Â
Begitu juga dengan merek dan atau brand suatu produk lainnya, yang kesemua itu, barang tentu pelaku bisnisnya, dapat menguasai pasar atau memimpin pasar (market leader)
Bukti cinta atau kesenangan konsumen terhadap produk atau unit bisnis tersebut, terkadang mereka sudah memiliki produk tersebut, kita berikan "gantungan kunci", kita berikan "stiker", kita berikan "jaket", kita berikan "payung" dan lainnya.
Dengan merek produk kita tersebut, mereka menerima dengan senang hati, mereka gunakan, mereka pakai, karena mereka telah jatuh cinta dan menyenangi produk tersebut.