Saya melihat bahwa kepemilikan tersebut terjadi dalam proses waktu yang cukup panjang. Misalnya, ada tanah kosong di tepian jalan di atas perairan/sungai kecil, ada satu penduduk yang memulai membuat bangunan semi permanen untuk tempat tinggal atau tempat melakukan bisnis, maka nantinya akan diikuti oleh yang lain, sampai tempat tersebut ramai dan padat, sehingga untuk menertibkannya kita sudah mengalami kesulitan. Nah, fenomena seperti ini seharusnya tidak terjadi apabila kita melakukan pencegahan sedini mungkin.
Namun, apabila kita baru akan melakukan penggusuran/pembongkaran/pemindahan, sudah sulit, yang ada justru akan terjadi "kekisruhan" yang menimbulkan kondisi yang kurang kondusif.
Selanjutnya, pasca investasi yang dilakoni investor dalam bentuk pembangunan unit-unit bisnis tersebut sudah siap dan sudah berjalan, kita pun masih perlu mendorongnya agar investor atau pemilik bisnis, mau dan harus melaksanakan kewajibannya untuk mengeluarkan bantuan sosial berupa Corporate Social Responsibility (CSR).
Kita tidak ingin anak negeri ini yang tinggal di sekitar pembangunan unit bisnis atas investasi yang digelontorkan investor tersebut, jalan di sekitarnya berdebu, kita tidak ingin di lokasi tersebut gelap, karena minim penerangan listrik, kita tidak ingin anak negeri ini yang ada di sana mengeluh karena terkena dampak polusi dari polutan yang dihasilkan unit bisnis tersebut.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah mari kita mendorong masuknya investasi sebanyak-banyaknya. Mari kita terus memperbanyak pelaku unit bisnis di negeri ini, dengan tidak menciptakan suatu kondisi yang "antagonis" dan atau suatu kondisi yang "kontradiktif", agar harapan kita investasi humanis yang terpatri tersebut benar-benar dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi negeri ini dan benar-benar dapat mengangkat harkat dan martabat anak negeri ini. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H